Offer

2.6K 399 54
                                    

Salah satu hal yang Seokjin suka mengenai Smethport adalah sistem pengelolaan sampah yang begitu tertata, sama halnya dengan negeri tempatnya berasal, Korea. Dan hal itu tentu saja memudahkan bagi Seokjin yang selama ini memang menganut gaya hidup yang sangat teratur dan rapi. Menghindari berbagai kontaminasi dan pencemaran di lingkungan sekitar tempatnya bernaung bagi Seokjin sangatlah penting. Karena ia akan tinggal di tempat itu untuk waktu yang lama, dan ia tentu saja membutuhkan segala kenyamanan yang memang seharusnya dimiliki tiap warga.

Petugas pengangkut sampah akan datang setiap dua kali dalam seminggu, mengambil semua sampah yang telah disortir lalu diantarkan ke sebuah tempat yang telah disediakan. Tiap bulannya berton-ton sampah berupa logam, plastik, dan kaca itu akan diproses di sebuah fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah setempat. Dan program daur ulang yang telah berjalan cukup lama itu nyatanya mampu mendorong minat warga untuk lebih rajin dalam memilah sampah botol dan kaleng dalam kantong terpisah, lalu layanan pengumpulan sampah di dalam kota akan membawa kantong-kantong tersebut ke tempat itu.

Dan kini Seokjin tengah menyibukkan diri mengangkut tiap sampah untuk ditaruhnya di sebelah bangunan toko, dimana telah ada beberapa  tempat yang disediakan untuk menyortir sampah-sampah yang tengah dibawanya. Seokjin tak keberatan karena kegiatan itu telah jamak ia lakukan semasa masih bermukim di Korea dulu.

Baru tiga hari sejak Seokjin kembali bekerja setelah pulang dari rumah Ray. Oh, tepatkah ia menyebutnya seperti itu? Karena tempat itu ditinggali oleh begitu banyak orang, bahkan pasangan yang telah memiliki anak sekalipun. Dan ia belum lagi berkontak dengan pria itu entah karena kebodohan siapa, tak satupun dari keduanya yang saling meminta nomor ponsel masing-masing.

Durasi yang tak cukup jauh itu tentu tak mampu menghilangkan begitu saja memori Seokjin akan apa yang ia perbuat pada pria itu. Dan kini ia cukup tahu harus bagaimana jika menghadapi Ray saat yang bersangkutan akan kembali bersikap agresif terhadapnya. Seokjin tentu takkan lagi memberikan blow job secara percuma, terlebih saat itu murni terjadi karena Seokjin terpancing oleh ucapan Ray yang terdengar seolah meremehkannya sebagai seorang submissive dalam kasus ini. Nyatanya dominasi Ray sebagai seorang pria yang sekaligus werewolf itu tak banyak berpengaruh saat Seokjin justru bersikap lebih agresif. Karena jujur saja, Seokjin sempat terpikir jika Ray akan menerapkan sistem barbarisme saat seseorang memancing libidonya seperti yang ia lakukan kala itu, namun nyatanya tidak. Hal itu tentu saja meninggalkan impresi lain bagi Seokjin terkait Ray dalam dirinya. Dan ia mulai ragu jika akan menganggap Ray sebagai Namjoon dalam hubungan yang keduanya jalin saat ini. Karena Seokjin benar-benar dapat merasakan perbedaan mendasar di antara keduanya. Namjoon dan Raymond.

Seokjin tak terlalu peduli sebenarnya karena Ray akan mampu menemukannya dengan mudah karena ia memang akan hanya berdiam di rumah selama musim dingin ini. Dan semua itu akan terjadi karena Seokjin serta teman-temannya akan memiliki satu minggu penuh untuk libur yang diberikan secara percuma oleh Dongwook, karena menurut penuturan pria itu melalui telepon pagi ini bahwa ia menghawatirkan kadaan Seokjin dan teman-temannya jika terus bekerja saat penurunan suhu ekstrim bisa saja terjadi di Smethport seperti tahun-tahun sebelumnya, dan Dongwook tak tahu persis apakah pemanas yang ia sediakan di toko kecil itu akan tetap mampu bekerja dengan baik atau tidak.

Yah, Seokjin tak bisa berbuat banyak jika keputusan datang sendiri dari ayah Namjoon itu lantaran Dongwook memanglah pemilik tempat itu. Setidaknya ia akan memiliki waktu luang untuk kembali belajar mengenai beberapa resep kue baru yang rencananya akan ia tambahkan sebagai menu baru di toko kue kecil milik Dongwook itu.

"Hai."

Seokjin menoleh seketika pada asal suara saat masih sibuk menyortir beberapa sampah di sebelah toko, dan tersenyum sekilas pada yang bersangkutan. "Hai, Ken."

Ken tentu saja dengan senang hati membalas senyum ramah Seokjin itu dengan miliknya yang ternyata cukup menarik perhatian Seokjin dan mulai sedikit memperlambat kegiatannya.

"Kau terlihat tampan saat tersenyum."

Ken mengangkat bahu seolah acuh. Namun tak bisa dipungkiri bahwa ia cukup bangga bahwa akhirnya Seokjin mulai memperhatikannya sampai hal kecil semacam itu.

"Pasti kau sudah banyak menarik perhatian wanita dengan ketampananmu." Tambah Seokjin lagi.

Dan Ken sukses dipaksa kembali menampakkan wajah datarnya yang biasa, lalu mulai menatapi Seokjin tajam dengan sorot mata beserta iris kehijauan dan mandibula yang naik jumawa. "Seokjin."

"Ya?" Seokjin kembali menoleh sembari menepuk-nepuk tangannya yang sedikit kotor usai menyortir sampah dan dapat memberikan atensi sepenuhnya pada pria berkulit pucat di hadapannya itu.

"I'm not into a woman." Jelas Ken yang langsung ditanggapi oleh Seokjin dengan sepasang matanya yang membulat serta mulut menampakkan huruf O besar.

"Oh, sorry." Balas Seokjin penuh penyesalan.

"Kupikir kau bisa menebaknya dari sikapku padamu."

Seokjin sudah tak lagi berada di usia dimana ia perlu menerka mengenai sikap yang orang lain tunjukkan padanya. Ia tentu tahu sedari awal kala pria itu datang ke toko dan membuatnya kesal. Namun sepertinya tak ada salahnya jika sedikit berbasa basi karena hubungan keduanya kini tak lebih dari sekadar teman baru.

"Tak ingin masuk?" Tawar Seokjin karena berbicara dengan seseorang tentu tak etis jika berada dekat dengan tempat sampah seperti ini.

Ken menggeleng, "tak ingat bagaimana temanmu begitu tak suka padaku?"

Seokjin kembali membuka mulutnya lebar seakan mengerti. Tapi, jika di ingat kembali, mengapa mereka... ah, Jihoon terutama, terlihat begitu tak suka pada Ken? Padahal pemuda itu tak bersikap demikian pada Ray.

Jika sikap protektif yang Jihoon tunjukkan adalah karena cerita tentang dirinya yang pernah pemuda itu dengar dari Dongwook, lantas mengapa Jihoon tak bersikap demikian pada Ray juga? Jihoon bahkan memintanya untuk mengantarkan Ray pulang ke rumahnya.

Seokjin hanya bisa mengulum bibirnya sembari menatapi daratan demi menutupi perasaan sungkannya. Ia tak mungkin berkata terang-terangan bahwa temannya tak bersikap demikian 'buruk' pada pria lain yang kini telah menjalin hubungan dengannya, karena Seokjin merasa hal itu akan menyinggung perasaan Ken.

"Seokjin?"

"Ya?" Seokjin spontan saja mendongak. Tidak. Kini ia pasti terlihat bagaikan seseorang yang tengah mencari-cari alasan. "Maafkan aku. Sejujurnya akupun bingung mengapa mereka bersikap seperti itu padamu. Apa mungkin karena kau tak pernah memesan apapun tiap datang?" Dan mencoba berkelakar adalah satu hal yang Seokjin harapkan dapat mencairkan perasaan sungkannya pada Ken.

Ken berdecih menanggapi dengan tawa ringan yang terdengar lirih, lalu kembali menatap Seokjin untuk berkata, "boleh pinjam ponselmu?"

Seokjin mengangkat kedua alisnya tak mengerti walau tetap merogoh saku apronnya dan mengeluarkan ponsel miliknya untuk ia serahkan pada Ken yang lantas mengetikkan sesuatu pada benda persegi itu, lalu menyerahkannya kembali pada pemiliknya saat urusannya telah usai.

"Sudah kusimpankan nomorku di sana." Tutur Ken yang masih ditanggapi dengan wajah bingung si empunya. "Untuk berjaga-jaga jika kau membutuhkanku suatu saat nanti."

.

.

.
To Be Continued.

29 juli 2019.

MOONCHILD [ Namjin ]Where stories live. Discover now