Story

1.3K 194 42
                                    

Ruangan berornamen suram itu menjadi saksi bisu kala Ken menjalarkan jemari pada tiap inci wajah Seokjin yang masih tak sadarkan diri. Merayap menyusuri garis leher yang jenjang dan putih. Terasa begitu halus seperti bayi.

Pikirnya, akan lebih menarik sebenarnya jika mendengarkan ocehan seksual dari teman bercinta. Pasti akan semakin membawa hasratnya ke puncak lebih cepat. Hanya saja, melihat Seokjin bergeming tak berdaya adalah pilihan paling mudah yang dapat diambilnya.

.
.

Seokjin mengerjapkan mata dalam tidur dengan otomatis kala dinginnya bibir Ken mulai menyapa tubuhnya. Namun ia hanya tampak sedikit terganggu tanpa mampu terjaga untuk tau lebih jelas.

Hasrat yang kian membara senada dengan kerja otak tak lagi mampu bersua dengan logika, membuat Ken semakin giat menjalin jemari di kedua tangan pemuda di bawahnya dan memposisikan di atas kepala yang bersangkutan, menjadikan tubuh keduanya semakin kehilangan distansi, dan kian mempermudah Ken menatap serta menghirup aroma kulit yang membalut jalur darah di dekat selangka.

Ken tak lagi menjadi mahluk nokturnal sejak kedatangannya ke Smethport, namun lamanya hidup yang sarat akan pengalaman mengajarkannya salah satu hal -- bahwa bercinta memang akan lebih nikmat dilakukan kala malam telah larut. Dan menodai jejak gigitan di bahu Seokjin dengan taringnya adalah hal pertama yang kini harus ia lakukan.

"Namjoon."

Ken tersentak. Ia lantas mengangkat kepala sembari melepas tautan jemari dan menatapi pemuda yang telah buka suara.

Seokjin tak tampak akan segera bangun, karena obat bius yang telah dimasukkan ke dalam minuman pemuda itu seharusnya bertahan cukup lama terlebih jika sudah dicampur dengan minuman beralkohol. Namun raut yang nampak nelangsa seakan tengah bermimpi buruk itu kini mulai mengganggu Ken yang telah siap menggagahi.

.

.

.

Jey berdiri bersandar pada dinding sebuah bangunan bar yang telah kosong dengan kedua tangan bersembunyi di balik saku jaket. Tak lama sebuah taksi melintas dari kejauhan dan berhenti tepat di depan tempatnya menunggu, lantas menampakkan sosok perempuan bersurai kemerahan yang akan diajak bicara demi membantu kawan yang tengah didera nestapa.

Ia kemudian mendekat bersamaan dengan langkah yang bersangkutan demi memasuki bar yang juga menjadi tempat tinggal sosok itu. Si wanita yang diketahui memiliki pengetahuan terhadap kaumnya, namun memilih hidup netral di antara lawannya.

"Mau apa kau?"

"Seharusnya aku datang dengan sedikit necis ya, supaya kau tidak angkuh begitu." Jey terus mengikuti kala pintu telah terbuka dan masuk bersama si wanita yang terlihat tak ingin banyak bicara. "Aku mencium bau temanku di sini."

Bar yang bernuansa suram akibat telah banyak lampu yang di matikan terasa kian mencekam kala Stacy seketika membatu, tak kuasa merespons ujaran Jey yang kini menatap punggungnya dengan aneh. Lalu mencoba menajamkan rungu saat langkah kaki lelaki itu terdengar akan mendekat ke arahnya. "Ini malam pergantian tahun, wajar jika banyak orang kemari. Pasti salah seorang temanmu datang tanpa aku tahu."

"Tapi masalahnya..." perkataan Jey terdengar melambat karena tengah berusaha mengendus keanehan yang tercium penghidu, lalu berusaha membaca nurani yang tengah dipertaruhkan. "Teman yang kumaksud pingsan sedari siang dan belum lama sadar."

Stacy sontak berbalik, "kau sedang mempermainkanku?"

"Mate-nya."

Nihil sudah isi kepala Stacy kala hal yang sempat ia takutkan rasanya akan menguar menjadi kenyataan.

MOONCHILD [ Namjin ]Where stories live. Discover now