Request

2.3K 416 16
                                    

Masih di seberang jalan itu. Masih di tiang lampu yang sama. Ken, yang sedari tadi menatapi dengan iris kehijauannya yang seolah dapat menembus masuk ke dalam toko kue bernamakan Hopyes itu, demi memperhatikan sesosok pemuda yang tak pernah henti membuat hatinya yang sedingin es gundah gulana.

Arloji di pergelangan tangan sesekali diliriknya, "sudah hampir waktunya." Gumamnya lalu memantapkan tekad dan mengambil satu langkah menuju pemuda itu.

.
.
.
.

Alasan Jimin memaksa Yoongi menemaninya bepergian sampai ke Pennsylvania adalah kabar yang didengarnya dari orang tua Seokjin saat bertemu di suatu acara bahwa keadaan putra sulung mereka telah membaik, dan merencanakan perjalanan diam-diam agar tak tercium Jisoo yang mungkin saja akan merengek dan memaksa ikut serta. Walau tak dapat dipungkiri keduanya akan memiliki kegiatan pribadi selain mengunjungi Seokjin.

Jimin sungguh bersyukur bahwa kabar membaiknya Seokjin bukanlah hal semu yang ditakutkannya. Yang dapat pergi ketika ia terbangun dari tidurnya. Karena kini ia menyaksikan sendiri bagaimana antusiasnya Seokjin menjalani peran baru sebagai kepala sebuah toko kue kecil di pinggiran kota yang terletak ribuan kilo jauhnya dari tempat asalnya.

Seokjin-pun tak lupa memperkenalkan satu-persatu rekan kerjanya tadi. Mulai dari barista tinggi menjulang berwajah lucu, lalu satunya yang bertubuh kurus namun sangat ramah pada tiap orang yang dijumpanya, dan jangan lupakan pattissier berotot yang selalu keluar dari dapur dengan mulut penuh camilan. Jimin kembali bersyukur bahwa jauh dari rumahnya, Seokjin dapat dikelilingi oleh orang-orang baik nan bersahabat. Namun itu tak menghentikan rasa penasarannya perihal perubahan sikap Seokjin di tempat yang dasarnya asing bagi pemuda itu. Bayangkan, empat tahun menyendiri, membisu, dan membuta pada sekitarnya. Apa kiranya yang terjadi di tempat ini hingga memaksa pemuda itu menghidupkan kembali sisi kemanusiaan yang telah lama tenggelam?

Yah, mungkin Jimin tak perlu banyak berpikir dan cemas mengenai hal itu sebenarnya. Mungkin pula cukup baginya dengan menyaksikan Seokjin kembali hidup dari keterpurukannya.

Ya, itu sudah cukup.

Sore itu Jimin harus rela beberapa kali ditinggal Seokjin mengurusi urusannya di toko. Itu tak masalah, ia bisa berdiam di sana seharian jika mau. Terlebih dengan suguhan kue buatan Seokjin dan rekan pattissier mudanya yang rasanya sulit untuk ditolak. Toh suaminya belum menghubunginya, jadi ia dapat bersantai sedikit lebih lama.

Suara bel di pintu masuk berdenting nyaring saat Jimin masih menikmati hidangan yang tersaji.

"Mau apa lagi dia kemari." Dan suara menggeram barista yang Jimin ketahui bernama Jihoon itu menggerakkan kepalanya untuk menoleh dan melihat apa yang sedang terjadi.

Jimin melihat Jihoon melangkah cepat keluar dari konternya dan menghampiri pintu depan dengan wajah tegang seolah pemuda itu telah siap untuk berkelahi. Lalu rekan Seokjin satunya yang bernama Mino yang lantas menahan Jihoon dari apapun yang Jimin tak tahu akan pemuda itu lakukan. Dan saat kepalanya kembali menoleh demi melihat sudut lain dari toko, ia melihat sesosok pria tinggi berkulit pucat yang baru saja memasuki toko.

"Apakah Jihoon-ssi memiliki masalah dengan pria itu?" Batin Jimin mulai penasaran, dan... "hell, kenapa pria itu hanya memakai pakaian kasual di cuaca sedingin ini?"

Tak lama Jimin bergelut dengan rasa penasarannya, ia mendengar seseorang keluar dari arah dapur menghampiri dua pria yang telah saling berhadapan. Yang satunya terlihat geram seolah siap melayangkan tinjunya pada si pendatang yang hanya berdiri diam dengan wajah tersungging senyum sarkastik.

"Ken?" Sapaan Seokjin membuat dua kepala milik Jihoon dan Mino menoleh spontan padanya. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Seokjin ramah, sungguh berbanding terbalik dengan dua pemuda di dekatnya yang menatap kedatangan Ken dengan wajah membenci.

MOONCHILD [ Namjin ]Where stories live. Discover now