Break The Silence

3K 519 62
                                    

Selama empat tahun terakhir hidup Seokjin begitu sunyi, damai, dan kaku tanpa adanya hal berarti yang mampu menggugah rasa kemanusiaannya. Ia tak pernah lagi tertarik untuk bersenang-senang, pergi bersama teman, bahkan keluargapun tidak. Dan yang lebih buruknya dalah berkurang banyaknya rasa empati dalam diri. Seokjin bahkan tak mampu menanggapi banyak jika melihat sebuah keonaran dipinggir jalan. Semua hanya dianggapnya angin lalu dan akan berakhir dengan sendirinya tanpa ia harus campur tangan.

Seokjin membentengi dirinya begitu kuat dari hiruk pikuk kehidupan berkemanusiaan diluar sana, dan hanya menjalani hidupnya seorang diri sebagai Kim Seokjin si pemurung.

Seokjin mengunci diri begitu jauh dalam dunia barunya. Dunia dimana sarafnya tak mampu lagi merasa dengan baik sejak pusat dunianya menghilang tepat didepan mata. Cinta pertama dan terakhirnya. Seokjin tak ingin dicap berlebihan lantaran ia memang tak pernah berhubungan dengan siapapun sejak kehilangan Namjoon-nya. Pria rupawan yang telah tega menariknya bagai magnet yang sangat kuat hingga Seokjin tak mampu lagi melihat ke arah manapun selain pada Namjoon-nya.

Ada masanya kala beberapa orang berhati dengki merangsek masuk dalam kehidupan keduanya dan menceritakan jika hubungan yang keduanya jalin hanyalah satu siasat agar satu pihak dapat mengambil keuntungan.

Siapa? Namjoon?

Seokjin memang polos, tapi ia tidak bodoh. Keluarganya memang cukup berada, dan mengambil keuntungan dari hal itu jelas cukup sia-sia bagi Namjoon lantaran Seokjin tahu bahwa keluarga Namjoon justru berada pada level yang lebih tinggi.

Sepasang kekasih yang sama-sama dari kalangan elit, siapa yang tak silau? Namun bagi Seokjin dan Namjoon, keduanya hanya terlalu fokus pada hubungan yang sudah terajut semenjak belia. Membiarkan ujaran buruk orang masuk lebih dalam ke telinga hanya akan membuang waktu.

Seokjin selalu merasa bahwa ada ikatan aneh yang terus menariknya pada pria itu sejak dimana pikirannya masihlah begitu polos mengenai hal percintaan.

Sosok Namjoon telah menyita banyak hal dalam dirinya. Hatinya terutama.

Bermula saat Seokjin baru memasuki bangku sekolah menengah, dimana hal semacam percintaan tak pernah sekalipun terlintas di otaknya. Sampai akhirnya seorang pemuda yang tak sengaja dijumpainya tengah tertidur diperpustakaan dengan posisi terlentang dibeberapa bangku yang telah di deretkan memanjang demi menopang sepasang kaki panjang yang menekuk satu.

Satu tangan anak itu menutupi wajah dimana cahaya matahari menerpa dan membuat beberapa helai rambut anak itu bersinar dibuatnya. Seokjin terkagum. Ia cukup merawat dengan baik rambutnya, namun rambut anak itu terlihat lebih berkilau. Ia iri sekaligus terpukau.

Kaki Seokjin memijak lantai mendekat, dua tangan terjalin dibalik punggung, melangkah dengan hati-hati, takut jika yang bersangkutan merasa terusik akan kegiatannya.

Seokjin mematung kala pergerakan kecil dilihatnya dari anak itu yang entah mengapa langsung menyingkirkan tangan yang menghalangi wajah dan mendudukkan diri seketika seperti terkejut akan sesuatu. Padahal Seokjin sudah berusaha tak membuat suara sedikitpun.

Seokjin masih terpaku ditempatnya menyaksikan punggung kokoh itu perlahan berbalik dan membuatnya menarik napas seketika.

Netranya bertemu dengan milik anak itu, pemuda dengan iris coklat terang, dan semakin terlihat mengesankan dengan garis wajah tegas yang dimiliki, lalu mata sipit dengan sorot tajam yang terus menusuk masuk kedalam mata Seokjin. Sangan tampan.

Anak itu menurunkan kedua kaki panjangnya dari deretan bangku yang sebelumnya menyangga dengan apik, lalu duduk dengan sempurna masih dengan pandangan lurus menatapi Seokjin seolah enggan untuk berpaling, pun bagi Seokjin yang tak mau menyingkirkan pemandangan menakjubkan itu dari matanya.

Lalu, saat keheningan itu dirasa cukup menggangu, Seokjin melihat sesuatu yang kembali membuat dirinya terenyuh, lebih malah saat dua sudut bibir anak itu melengkung dengan indahnya, tulang pipi yang naik dibarengi cekungan menggemaskan pada dua belah pipi. Sangat cantik.

Seokjin tanpa sadar membuka mulutnya, terpukau. "Wow."

Awalnya ia pikir akan menjalani liburan musim panas yang membosankan, terus berusaha melarikan diri dari adik perempuan yang terus mengajaknya bermain boneka, dan berakhir di perpustakaan dengan pendingin udara yang cukup sejuk, buku-buku yang dapat mengalihkan kebosanannya, lalu tanpa sengaja bertemu dengan pemuda berlesung pipi yang begitu memikat mata dan menolak untuk mengalihkan atensi.

"Hai." Sapa anak itu ramah, tanpa disangka.

Darah dalam tubuh Seokjin seolah berdesir sampai ke kepala. Ada sesuatu yang terasa seperti doping dalam suara anak itu, dan Seokjin menyukainya.

"H-hai." Balas Seokjin tergagap.

Seokjin tidak tahu, tapi ia berharap anak itu berhenti tersenyum karena ritme jantungnya menjadi berantakan semenjak ia melihatnya untuk pertama kali. Lesung pipi itu, Seokjin sangat suka.

"Mau duduk disebelahku?"

Dua alis Seokjin terangkat tinggi. Apa yang baru saja anak itu katakan?

Si pemuda berlesung pipi menepuk bangku disebelahnya, mengomando Seokjin supaya duduk ditempat yang dimaksud.

Seokjin maju dengan langkah canggung demi mengikis jarak antara keduanya. Ada dorongan untuk menurut sekalipun Seokjin tak mengenal sama sekali mengenai anak itu, pun pada munculnya setitik perasaan menyenangkan yang mulai menggelitik dalam dirinya. Dan ketika dua tubuh keduanya telah saling bersisian, Seokjin dapat kembali merasakan rima aneh pada jantungnya. Namun tak dapat dipungkiri bahwa lagi-lagi ia menyukai perasaan itu.

"Kamu manis sekali." Lirih anak itu seraya mendekatkan wajah seolah memastikan bahwa dirinya sedang tak salah lihat.

"Sial." Racau Seokjin membatin. Degup jantungnya kembali beradu dengan deru napas yang mulai kesulitan mencari pasokan oksigen masuk keparu-parunya saat ia kembali bersitatap dengan si pemuda. Otaknya bahkan seolah beku dan tak mampu menanggapi dengan respon apapun.

Anak itu kembali tersenyum saat Seokjin malah menyibukkan diri dengan perang di urat saraf dan batin yang tengah bergejolak hebat, lalu dilihatnya sebuah tangan terulur didepannya...

"Namaku Namjoon, Kim Namjoon."

"Aaahhh." Seokjin membuka mulutnya mengerti. Kepala mengangguk kecil lalu menyambut jabat tangan pemuda disampingnya, "a-aku Kim Seokjin."

Senyum Namjoon muda merekah lebih indah dari sebelumnya tepat kala Seokjin selesai menyebutkan namanya, dan Seokjin yang tak tahan terus berdiam mulai memberanikan diri merespon dengan senyum yang sama ramahnya. Dan dimulai dari saat itulah perasaan keduanya berkembang lebih jauh.

.

.

.

.

Seokjin masih tak menyangka bahwa keputusannya meninggalkan tanah kelahiran membuatnya keluar secara perlahan dari kesunyian yang telah diciptakannya selama empat tahun. Kesunyian yang selama ini bersemayam begitu dalam direlung hatinya mencair hampir tak tersisa, kembali ke peraduan persis seperti saat Seokjin masih bisa tertawa dengan lepasnya.

Seokjin yang ada kini lebih banyak bicara, juga mengomel. Ia bahkan meneriaki dua orang pria dalam satu malam, dan merasa butuh alkuronium untuk melemaskan otot-otot yang terpakai.

Ada perasaan gamang yang teramat kala mengingat bahwa kebisuan yang dibuatnya selama empat tahun hancur begitu saja hanya karena rayuan yang datang dari mulut-mulut sialan yang telah mengobrak-abrik hidupnya sedemikian rupa. Seokjin tak ingin jadi murahan hanya karena diperlakukan dengan baik oleh pria beriris hijau, atau sedikit terlena pada pria yang mirip kekasihnya. Tidak.

Tapi... Seokjin tak dapat pungkiri kala jiwanya hidup kembali sekalipun ia harus menghadapi sakit kepala yang mendera tiap kali berhadapan dengan keduanya, dan rasa bersalah pada Namjoon karena telah menikmati hidup seorang diri.

"Namjoon... sulit rasanya menjadi benar-benar bahagia tanpamu."

.

.

.
To Be Continued.

30 Maret 2019.

MOONCHILD [ Namjin ]Where stories live. Discover now