37. Dag Dig Dug - Aku dan Senior Itu

8.7K 1.7K 61
                                    

Jaemin's POV

Jeno...

Kulangkahkan kakiku keluar dari toilet. Pintu berwarna hijau tosca itu tertutup dengan agak keras, tetapi aku bahkan tidak menyadarinya.

Padaku?

Percakapanku dengan senior itu kembali terputar di benakku.

"Tetapi, kakak pasti dulu juga populer."

"Aduh, yang populer itu Jaemin."

"Aku? Aku populer?"

"Iya, kau, Jaemin! Tadi kau berkata bahwa ada seorang laki-laki yang selalu mengikutimu, namanya Jeno."

Aku benar-benar tidak pernah memikirkannya sekali pun. Jika memang benar—

"Laki-laki itu tampan, bukan?"

"Iya!" Aku dapat melihat dua orang wanita sedang menatap ke arah Jeno dengan tatapan kagum.

"Ingin meminta nomornya?" tanya salah satu dari wanita itu dengan nada bercanda.

"Gila! Sadarlah! Memangnya laki-laki seperti itu ingin menjadi kekasihmu?" Mereka berdua tertawa. Aku berjalan tidak jauh dari mereka sembari berpura-pura tidak mendengar.

"Bercanda. Lagipula, ia tadi datang berdua dengan laki-laki submisif. Pasangannya itu sedang ke toilet."

"Benarkah? Yang bisa menjadi kekasih dari laki-laki seperti itu pasti orang yang cantik se—" ucapan wanita itu terpotong ketika melihatku berjalan di sebelahnya dari arah toilet.

"Apakah kau ingin memesan?" Wanita itu mengalihkan pembicaraan dengan suara yang sedikit gugup.

"Boleh." jawab temannya dengan suara yang gugup juga.

Aku menatap Jeno, kemudian menatap ke arah kaca jendela yang merefleksikan bayanganku.

"Yang menjadi kekasih dari laki-laki seperti itu pasti orang yang cantik sekali."

Dan aku merasa malu karenanya. Bayanganku di kaca telah menjelaskan semua. Pada detik itu, aku tidak tahu apa yang sebenarnya kupikirkan. Apakah aku sudah gila? Seharusnya aku tahu diri. Tidak seharusnya aku duduk di hadapan laki-laki seperti Jeno.

"Ada apa?" tanya Jeno tiba-tiba. Mungkin ia menyadari raut wajahku yang tampak aneh.

"Apa?"

"Ekspresimu berubah seperti itu." Jeno menoleh ke arah toilet, "Apakah ada yang mencari keributan selama kau ke toilet?"

"Tidak! Tidak ada apa-apa!" jawabku cepat. Ia ternyata benar-benar peka. Pokoknya, Jeno tidak boleh tahu jika aku sudah berpikir seperti itu walaupun hanya sebentar karena kita sudah bersusah payah untuk menjadi teman.

"Kau sering berurusan dengan orang-orang aneh."

"Benarkah? Tetapi, aku sungguh tidak apa-apa. Lagipula, aku juga banyak bertemu orang baik." ujarku sambil memainkan telinga.

"Orang baik? Orang itu?"

"Orang itu?" tanyaku heran.

"Ia berkata bahwa jika ada waktu senggang, ia akan menghubungi dan mengajakmu melihat kantor majalahnya."

Aku baru menyadari bahwa orang yang dimaksud oleh Jeno adalah bu direktur, "Benarkah?! Pasti seru sekali! Apakah benar-benar boleh?"

"Iya. Walaupun kau tidak mau, kau tetap harus datang."

"Bu direktur datang ke tempat tinggalmu? Kau sering bertemu dengannya?" tanyaku.

"Masih canggung."

Aku tertawa, "Begitukah? Tetapi, untunglah. Sepertinya akhir-akhir ini pembawaanmu menjadi lebih lembut. Bukan maksudku ingin mengatakan bahwa dulu kau lebih buruk. Aku juga tidak tahu. Apakah hanya aku yang merasa seperti ini? Kurasa kau menjadi lebih hangat."

Tatapan Jeno melembut, "Jika kau berpikir seperti itu, itu sudah cukup."

"Ya? Seperti itukah?" Aku tersenyum.

"Apakah senior itu juga merupakan orang yang baik?" tanya Jeno.

"Senior? Senior Minhyung?" tanyaku memastikan.

"Kau menyukai orang itu?"

Aku tertegun. Begitu aku hendak menjawab, Jeno langsung menyela, "Tunggu. Jangan dijawab."

"Apa?" Aku kebingungan, sedangkan Jeno mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

💓

"Totalnya 39.800 won." ujar wanita yang bertugas di kasir.

"Ini." Jeno memberikan beberapa lembar uang pada wanita itu.

"Apa?! Apa yang kau lakukan?! Tunggu! Gunakan kartu ini!" ujarku panik karena lagi-lagi aku kalah cepat dari Jeno untuk membayar pesanan kami.

"Tolong langsung dibayar." kata Jeno dengan tenang sembari melirikku.

"Mengapa kau seperti ini?! Kumohon biarkan aku yang membayar!"

"Kau sendiri tidak bisa membiarkan aku yang membayar. Tolonglah." jawab Jeno dengan sedikit kesal. Wanita yang bertugas di kasir menatap kami sambil tersenyum.

"Masa remaja." gumamnya.

💓

"Mengapa kau seperti ini? Aku akan transfer uangnya walaupun sedikit." Bahkan ketika kami sudah berada di luar kafe, aku masih saja mempermasalahkan bayaran itu karena aku merasa tidak enak padanya, "Seharian penuh kau selalu membuatku merasa tidak enak. Mengapa kau seperti itu?"

Aku mulai merasa takut ketika melihat rahang Jeno mengeras, sepertinya ia akan meledak sebentar lagi. Aku tidak tahu jika perbuatanku ini dapat membuatnya marah.

"Kau bertanya mengapa?" Jeno menatapku, "Kau sama sekali—"

Perkataan Jeno terpotong oleh hujan yang tiba-tiba saja turun dengan lumayan deras. Langit memang terlihat gelap daritadi dan aku tidak heran jika tiba-tiba saja turun hujan, tetapi Jeno justru berteriak kesal, "Mengapa tiba-tiba hujan?!"

Akhirnya, kami berteduh di mini market terdekat, tetapi ternyata payung di sana sudah habis sehingga kami tidak bisa langsung pulang. Aku melepas kemeja luaranku yang sudah basah dan menadahkan tanganku di bawah air hujan.

"Deras sekali." gumamku. Aku ingin pulang naik taksi, tetapi mahal sekali. Lebih baik langsung lari dan menjadi basah kuyup atau menunggu hingga hujan berhenti? Bukankah tempat tinggal Jeno tidak jauh?

"Sepertinya sebentar lagi musim pa—" Aku tertegun dan mengalihkan pandanganku ke arah yang berlawanan dengan Jeno ketika aku menangkap basah dirinya yang sedang memperhatikanku. Mengapa ia melihatku seperti itu?

"Kapan hujan ini berhenti?" Aku mencoba mencari cara untuk tidak gugup.

"Kau memakai Barbary Budy, bukan?" tanyanya.

"Iya, betul." jawabku dengan agak gugup.

"Kau bingung memilih parfum saat hendak bertemu dengan senior itu. Apakah itu berlaku sebelum kau bertemu denganku sekarang?"

Dan hujan semakin deras, begitu pun dengan detak jantungku.

💓

🦄nanapoo

[✓] my id is gangnam beauty | nominWhere stories live. Discover now