68. Sekali Lagi

7.3K 1.2K 6
                                    

"Pasien Renjun, walaupun Anda terkena cairan asam, untungnya Anda tidak terkena luka berat. Anda bisa memakai obat salep yang saya berikan sebanyak dua kali sehari. Saya sarankan Anda pergi ke bagian psikologi karena telah mengalami kejadian seperti ini. Saya juga sudah menghubungi ayah Anda." kata dokter.

"Jangan." jawab Renjun.

"Jangan?"

"Jangan menghubunginya."

☝🏻

"Hentikan!"

"Tidak akan kumaafkan!"

"Aku..."

"Aaaaaaaa!" Renjun terbangun dengan nafas tersengal-sengal. Ia kembali memimpikan kejadian yang menimpanya kemarin. Lelaki mungil itu segera mengambil obat di nakas dan meminumnya. Ponselnya terus berbunyi hingga membuatnya ketakutan. Tangannya bergerak untuk memblokir semua orang yang mengiriminya pesan, entah itu menanyakan keadaannya atau hal lainnya.

☝🏻

"Sepertinya tidak semua fotoku bisa dihilangkan. Karena terlalu banyak tersebar, hampir mustahil untuk menghilangkannya secara langsung. Aku juga menjadi sangat takut dengan hal-hal yang ada di sekelilingku. Kamera, malam hari, gang, botol kaca, manusia, bagiku sangat menyeramkan. Selain sesi terapi ini, aku hanya menetap di rumah." jelas Renjun di hadapan psikiater yang menanganinya.

"Saat kau berada di rumah, apakah kau merasa ingin keluar?" tanya sang psikiater.

"Tidak tahu. Saat di rumah, aku selalu merasa ingin membunuhnya. Padahal aku menjadi semenderita ini, tetapi apakah orang itu kehilangan sesuatu? Walaupun secara hukum ia menerima ganjaran, harus menanggung dosa, dan diolok-olok sekali pun, ia tidak akan menjadi sepertiku." Renjun mulai emosi ketika membayangkan wajah Jisung, "Ia tidak akan takut pada kamera! Takkan menderita karena fotonya beredar di internet! Takkan takut dengan gang atau malam hari! Ia juga tidak akan terkurung di rumah karena takut disiram cairan asam! Mengapa aku harus mengalami semua ini? Mengapa aku—"

Psikiater itu tersenyum lembut, "Apakah tidak ada orang yang bisa diandalkan di sekitarmu? Orang tuamu? Temanmu?"

"Tidak ada." jawab Renjun sambil menundukkan kepalanya frustrasi, "Bukan. Kupikir ada, tetapi sekarang tidak ada."

Dan begitulah hari-hari yang Renjun habiskan belakangan ini. Mendekam di rumah. Sepenuhnya sendiri.

☝🏻

Malam itu, ketika Renjun hendak meminum obatnya, tetapi ternyata obatnya habis. Jika tidak ada obat, ia tidak bisa tidur. Itulah yang mendorongnya untuk berani keluar di malam hari. Setetes peluh menghiasi wajahnya dan suara orang yang tertawa membuatnya tersentak.

Sebegitu takutnya Renjun terhadap hal-hal sepele yang berada di sekelilingnya.

"Renjun?" panggil Dahyun yang tidak sengaja lewat di dekat lelaki mungil itu, "Kau tidak apa-apa?"

☝🏻

"Terima kasih sudah mengantarku." kata Renjun begitu mereka tiba di klinik psikologi tempat Renjun melakukan terapi, "Kau pulang sekarang saja. Aku bisa pulang sendiri."

"Tidak. Jika kutinggal dan kau pingsan, nanti akan menjadi tanggung jawabku. Lagipula kita tinggal di satu gedung, jadi lebih baik pulang bersama."

Dan mereka berakhir dengan duduk berdua di dalam bus. Dahyun tersenyum sementara Renjun menatapnya tanpa ekspresi, entah apa yang sedang dipikirkannya.

"Toko pakaian itu cocok sekali dengan gayamu, Renjun! Kau pasti cocok jika mengenakan pakaian-pakaian yang dijual di toko itu."

Renjun melirik toko yang dimaksud oleh Dahyun, "Iya."

"Pergilah ke toko itu lain kali. Pakaian-pakaian yang dijual benar-benar cocok dengan gayamu. Sepertinya kau memiliki semua warna celana itu."

"Benar."

Bus berhenti di lampu merah dan lagi-lagi Dahyun menunjuk salah satu toko yang dilihatnya, "Kue di toko itu enak sekali. Kau sudah pernah mencobanya?"

"Belum."

"Kau tidak suka kue?"

"Kue memang enak, tetapi aku biasa saja."

"Ternyata seperti itu." Dahyun tersenyum, "Iya, jika dimakan memang enak, tetapi bisa membuat gendut. Aku juga hanya makan kue jika sedang bertemu teman."

"Benar." jawab Renjun lesu.

"Apa? Kau juga seperti itu?" Dahyun membuka mulutnya lebar, "Aku tidak menyangka. Kupikir kau sama sekali tidak seperti itu. Aku merasa lebih dekat denganmu, Renjun."

Renjun tidak menjawab. Beberapa menit kemudian, bus berhenti di halte dekat apartemen mereka. Sembari berjalan, Dahyun masih saja mengajak Renjun berbicara.

"Padahal kita bisa dikatakan tetangga, tetapi sepertinya kita jarang bertemu. Sekarang semester satu sudah hampir selesai. Jika butuh bantuan, panggil aku saja. Aku tetap akan tinggal walaupun sedang libur. Jika kau sudah membaik, bagaimana jika kita berbelanja bersama dan makan kue?"

"Belanja bersama?" tanya Renjun, "Aku tidak pernah pergi berbelanja."

"Jika pergi bersama teman, biasanya kau melakukan apa?"

"Melakukan apa ya?"

"Apa yang kau sukai?"

"Aku suka..."

MEONG

"Ada kucing!" ujar Dahyun gembira.

"Kau datang?" Renjun tersenyum dan berjongkok di sebelah Jisung.

"Ia kenal denganmu?"

"Iya. Kucing ini memang ramah terhadap manusia. Diberi makan beberapa kali juga langsung kenal."

Dahyun tersenyum, "Renjun, sepertinya kau sangat suka kucing."

Tangan Renjun masih mengelus kepala kucing hitam itu dan ia tersenyum ketika menjawab, "Iya, benar. Kucing. Aku suka kucing."

🦄nanapoo

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🦄nanapoo

[✓] my id is gangnam beauty | nominWhere stories live. Discover now