49. Penyamaran

8.1K 1.5K 186
                                    

Yootae menatap Jaemin. Laki-laki itu bahkan tidak sanggup berkata-kata.

"Jika sedikit saja kakak merasa bersalah padaku, biarkan Jeno pergi."

Dan akhirnya Jeno diperbolehkan pergi. Ia berjalan dengan Jaemin yang mengikuti di belakangnya. Lelaki manis itu baru ingin berbicara, tetapi Jeno menyelanya.

"Kau selalu mendengar kata-kata seperti itu setiap hari?"

Jaemin menunduk, "Tidak sampai seperti itu jika mereka mengatakannya langsung."

"Mengapa? Mengapa kau harus mendengar perkataan seperti itu entah di depan atau pun di belakang? Mengapa kau harus menjadi bahan pembicaraan orang-orang seperti mereka? Mengapa kau harus mengalami semua ini?"

Jaemin hanya mampu terdiam menatap Jeno.

"Aku tidak marah padamu. Aku marah pada bajingan itu. Marah karena hal seperti itu pasti tidak terjadi hanya satu atau dua kali. Marah pada diriku yang tidak tahu. Marah karena tidak ada hal lain yang bisa kulakukan selain menggunakan kepalan tinju."

Ia sampai seperti itu demi aku. Batin Jaemin.

"Aku pulang dulu." Jeno berbalik pergi. Jaemin tidak tahu harus membiarkannya pergi atau menahannya. Jika memilih untuk menahan, ia tidak tahu akan berbicara apa. Apakah ia harus berbicara tentang perasaannya?

"Jeno."

Yang dipanggil menoleh. Ia terkejut, sama seperti Jaemin ketika melihat Yoona berdiri di belakang mereka.

"Kau memukul orang?"

"Mengapa-"

"Jaemin yang menghubungiku. Kau tidak berniat menghubungiku padahal kau masuk kantor polisi seperti ini?"

Jeno mengacak-acak rambutnya, "Kita bicarakan nanti."

"Dasar." gumam Yoona setelah putranya berlalu, "Secara garis besar, ia memang pantas dipukul. Walaupun seperti itu, tidak bisa langsung menghukum dengan cara yang bisa merugikan diri sendiri."

"Iya." jawab Jaemin.

"Jaemin, pasti kau sakit hati. Kau tidak apa-apa?"

"Apa? Iya. Saya... tidak merasa baik-baik saja. Rasanya sangat berat. Aku benci dan takut dengan diriku sendiri, juga orang lain. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Sepertinya, aku tidak akan berubah selamanya."

"Akhir-akhir ini masalah apa yang menimpamu? Mendapat pernyataan cinta dari orang yang kau suka, tetapi justru kau tolak? Mengapa?"

"Aku takut entah orang akan mengatakan apa." Jaemin menunduk, "Jeno itu terlalu baik untukku dalam segala aspek, lalu ada anak yang sangat cantik suka padanya. Anak itu benar-benar sangat cantik dan juga populer. Temannya banyak. Walaupun aku tahu bahwa aku berpikir bodoh, tetapi jika ia tidak menghiraukan anak cantik itu dan justru dekat denganku, aku takut orang-orang akan membicarakan kami."

"Aku tidak bisa menyuruhmu melakukan apa pun karena semuanya adalah keputusanmu, tetapi aku merasa marah pada orang-orang yang membuatmu mau tidak mau berpikir seperti itu. Orang yang tidak bisa lepas dari pikiran seperti itu bukan hanya kau sendiri. Aku memang tidak berhak memberikan nasihat padamu, tetapi sebenarnya kita tidak tahu jika ternyata anak cantik itu juga tidak ada bedanya denganmu. Pokoknya Jaemin, terima kasih karena sudah menghubungiku. Aku akan menyusul Jeno."

Dan mereka berpisah ke arah yang berlawanan.

Renjun tidak ada bedanya denganku? Tidak mungkin. Ia bahkan menyindirku karena aku melakukan operasi plastik. Batin Jaemin. Pada akhirnya, ia tidak bisa mengatakan apa pun. Bahkan ia tidak tahu bagaimana semua ini akan berakhir.

🎭

"Jeno! Mengapa wajahmu seperti itu?!"

Lelaki tampan itu menoleh ke arah Dahyun dengan pipi yang ditempeli plester, "Bukan apa-apa."

"Tidak mungkin bukan apa-apa! Kau habis bertengkar?" Jeno tidak menjawab pertanyaan Dahyun tanpa tahu bahwa Jaemin diam-diam sedang mendengarkan pembicaraan mereka.

"Jaemin!" Mata Jaemin membelalak ketika mendengar suara itu, suara orang yang kemarin menyindirnya dengan keras.

"Kau sendiri? Sedang apa?"

"Aku..."

"Sudah makan siang?" Renjun tersenyum seraya menghampirinya.

"Belum."

"Waktu itu aku pernah berkata bahwa aku akan membelikanmu makanan. Bagaimana jika sekarang kutraktir kau makan siang? Kebetulan sekali aku dan teman-teman ingin pergi makan daging."

Jaemin terlihat berpikir sejenak, "Tidak! Tidak perlu."

"Jangan menolak. Aku harus balas budi."

Karena terlalu terkejut, Jaemin tidak mampu menolak. Sekarang ia sudah duduk di restoran daging bersama Renjun dan teman-temannya.

"Jaemin, kau ingin menambah nasi?"

"Tidak perlu! Sudah cukup." Jaemin tidak mengerti mengapa Renjun berbuat baik padanya padahal lelaki mungil itu membencinya. Apa yang diinginkan Renjun sebenarnya?

"Kau kenyang? Tetapi, kau baru makan daging sedikit sekali. Karena aku yang traktir, makan saja."

"Tidak. Aku sedang diet."

"Diet? Bukankah jika makan dengan menggunakan sayur maka berat badan tidak akan naik?"

"Bicara apa kau ini? Ketahuan sekali kau tidak pernah gemuk." Salah satu teman Renjun tertawa.

"Jika melihat porsi makanmu sehari-hari, aku benar-benar tidak mengerti mengapa kau bisa kurus. Kau tak pernah menyisakan makanan."

Renjun tertawa, "Aku justru kesal karena tidak pernah gemuk. Beratku bahkan tidak bisa naik walaupun aku sudah berusaha, bingung."

"Benar-benar menyebalkan!"

"Aku juga tidak suka jika kurus seperti ini!"

Jaemin tidak ingin bergabung dalam pembicaraan mereka. Ia mengakui bahwa dirinya sedikit iri pada Renjun yang tidak perlu berusaha untuk menjadi kurus.

"Kenyang! Aku makan terlalu cepat!" Renjun mengambil sesuatu dari tasnya, "Aku ke toilet dulu."

Jaemin dapat melihat bahwa sesuatu yang diambil Renjun dari tasnya adalah sikat gigi. Anak itu ternyata sangat rajin merawat diri.

Tepat saat itu, Jaemin merasa bahwa dirinya lebih baik menyusul ke toilet karena merasa canggung dengan teman-teman Renjun. Tetapi, yang didapatinya sungguh di luar dugaan. Ia mendengar suara orang yang sedang muntah dan tidak lama setelahnya Renjun keluar dari salah satu bilik. Lelaki mungil itu baru menyadari keberedaan Jaemin ketika ia mencuci tangannya di wastafel. Bayangan Jaemin terpantul di cermin sehingga ia langsung menoleh.

"Sejak kapan kau di sini?"

"Kau muntah?" tanya Jaemin hati-hati.

"Apa?"

"Suaranya seperti orang yang sedang muntah."

"Perutku tiba-tiba tidak enak, tetapi aku tidak muntah, hanya agak mual."

Jaemin tidak yakin dengan jawaban Renjun karena lelaki mungil itu tampak seperti orang yang benar-benar sehat.

"Kau benar-benar tidak memuntahkan makanan yang kau makan?"

🎭

🦄nanapoo

[✓] my id is gangnam beauty | nominTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon