38. Dag Dig Dug - Dekat

8.1K 1.6K 34
                                    

Author's POV

Di tengah derasnya hujan, pikiran Jaemin berpacu, mencoba menemukan jawaban untuk pertanyaan Jeno, tetapi yang keluar dari mulutnya hanyalah, "Tidak."

Jeno meliriknya dan setelah itu hanya terdengar suara rintik hujan yang menabrak aspal.

"Sepertinya aku tidak bingung memilih." cicit Jaemin. Barbary Budy langsung melintas di otaknya ketika tahu bahwa dirinya akan bertemu dengan Jeno. "Mengapa kau bertanya seperti itu?"

Jeno tidak menjawab dan Jaemin langsung merasa bahwa ia sedang berada dalam situasi yang kurang nyaman saat itu.

"Kak." Jaemin menoleh dan menemukan penjaga kasir mini market menghampiri mereka sambil membawa sebuah payung, "Setelah saya mencarinya lagi, ternyata masih ada satu payung."

Jaemin berterima kasih pada sang penjaga kasir dan menyerahkan payung itu pada Jeno, tetapi lelaki tampan itu menolak.

"Kau saja yang pakai. Hujan sedang deras-derasnya dan payung itu terlalu kecil untuk digunakan oleh dua orang."

"Jangan! Bagaimana denganmu?"

"Tempat tinggalku dekat."

"Kita pakai berdua ke rumahmu dulu, lalu setelahnya aku ke stasiun. Ke mana arah rumahmu?"

Dan mereka berdua berakhir menggunakannya bersama dengan Jeno yang memegang payung itu. Karena payungnya tidak cukup besar, otomatis mereka harus berdiri dengan posisi yang berdekatan.

"Ini arah menuju rumahmu?" tanya Jaemin setelah mereka berjalan beberapa lama.

"Apa?" Jeno tampak sedikit terkejut kemudian menjawab dengan wajah bersemu, "Iya."

Jaemin mengangkat kepalanya untuk menatap Jeno, "Hari ini benar-benar... Terima kasih! Kau jadi harus membayar semuanya, maaf. Aku merasa tidak enak. Lain kali aku yang—"

Tiba-tiba saja, Jeno menjauhkan posisi mereka hingga tetesan air hujan membasahi rambut Jaemin. Yang lebih tinggi meminta maaf dan memayungi Jaemin kembali, "Maaf. Kau terlalu dekat tadi."

"Apa?" Jaemin bahkan tidak menyadari bahwa dirinya mendekat ke arah Jeno. Begitu sadar, Jaemin langsung menjauh beberapa langkah, "Maaf! Aku tidak sengaja!"

"Hei, kau terguyur hujan. Bagaimana kau ini?" ujar Jeno sambil memayungi Jaemin, tanpa peduli bahwa dirinyalah yang sekarang terkena air hujan. Mereka terus berjalan hingga stasiun, yang mana membuat Jaemin sedikit bingung.

"Apartemenmu di dekat stasiun?"

"Aku akan mengantarmu ke rumah." ujar Jeno.

"Apa?! Tidak perlu! Rumahku dekat dengan stasiun, jadi tenang saja!"

"Tetap saja."

"Sungguh! Aku sungguh tidak apa-apa! Aku benar-benar bisa pulang sendiri! Jadi, kau tidak perlu mengantarku!" ujar Jaemin panik kemudian segera berbalik, "Aku pulang dulu."

"Tunggu."

Jaemin dapat melihat Jeno yang berjalan ke arahnya untuk melindunginya dari hujan.

"Aku..." Jeno memberikan payungnya dengan cepat pada Jaemin, "Bawa saja payungnya!"

"Apa?! Tidak perlu! Bagaimana denganmu?!"

"Tidak apa-apa. Sampai jumpa hari Senin." Kemudian Jeno berjalan menembus hujan dengan Jaemin yang menatapnya bersalah dari bawah lindungan payung.

💓

Pintu apartemen Jaemin tertutup di belakang tubuh lelaki manis itu ketika ia memikirkan perlakuan Jeno padanya yang tampak berbeda. Batinnya terus mengatakan bahwa itu tidak mungkin. Jeno hanya menganggapnya sebagai teman dan ia pun menganggap Jeno sebagai teman baik. Hanya itu.

Malamnya, Jaemin tidak bisa tidur karena masa lalu kembali menyergapnya dalam mimpi, membuatnya semakin rendah diri.

"Aku menyukai kakak."

"Maaf, Jaemin. Aku..."

"Hei! Apakah benar? Jaemin suka padamu? Jaemin yang itu?"

"Kau harus berbangga karena mendapat pernyataan cinta dari primadona sekolah!"

"Gila! Ia diminta Jaemin untuk menjadi kekasihnya!"

"Pangerannya Na Jaemin!"

"Kau harus menerimanya!"

"Terima!"

"Terima!"

Jaemin bangkit dengan nafas terengah-engah. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak keluar. Ia tidak boleh menjadi pengecut.

Dan yang terpenting, ia harus tahu diri. Jangan hanya karena memeluk perasaan lain, dirinya menjadi kehilangan teman.

💓

🦄nanapoo

[✓] my id is gangnam beauty | nominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang