MPL-3

38K 2.8K 32
                                    

Pack house - mansion
-----------------------------------------------------------

Cewek itu adalah.... Mateku," air mata lagi-lagi lolos dari mataku begitu saja.

"Ra, gue minta tolong. Lo bisa kan ngertiin gue?" ucap cowok itu menggenggam kedua tanganku dan menatapku lakat.

"Yha, gue bisa kok ngertiin lo." ia bernapas laga. "Mungkin ini saatnya," lanjutku. Ku lihat ia mengerutkan dahinya, sedangkan aku hanya tersenyum labar.

"Saatnya?" tanya cowok itu polos.

"Saatnya untuk mengakhiri hubungan kita ini." dengan penuh keyakinan aku mengatakannya. Tak lupa memberi senyum lebarku kepadanya dan melepaskan tangannya yang masih menggegam tanganku.

"Tapi, kenapa?"

"Kau sedah menemukan matemu, Ren." Dari kedua matanya aku dapat melihat kekecewaan.

"Enggak. Bukan itu yang gue inginin," ucapnya dengan mengangkat salah satu sudut bibirnya.

"Lalu apa?"

"Lo," balasnya tenang. "Lo yang gue inginin."

"Lo cinta kan sama mate lo, Ren?" Entah mengapa pertanyaan itu keluar dari mulutku.

"Gu.. gue, mencintainya." balasnya singkat. Membuatku menjadi lebih tenang. Walaupun itu membuatku tidak dapat hidup dengannya, tapi setidaknya ia akan hidup bahagia bersama dengan Matenya.

"Tapi, rasa cinta gue ke dia tak sebesar rasa cinta gue ke lo." mendengar hal itu sontak membuatku terkejut. Aku tidak menyangka ia akan menjawab seperti itu.

"Enggak Ren," tolakku keras. "Gue nggak mau jadi orang ketiga dalam hubungan kalian." Ranghang cowok itu mengeras dan menatapku tajam.

Dahulu kami berjanji, jika salah satu dari kita sudah menemukan seorang Mate. Maka hubungan kami juga akan berakhir dan melanjutkan kehidupan dengan Mate masing-masing. Tapi kenapa sekarang ia seperti itu?

"Lepas Ren. Lepasin gue!" Cowok itu langsung mencengkram tanganku erat dan menarikku ke mobilnya.

"Cepat masuk!" Ia mendorong tubuhku ke dalam mobil.

"Lo mau bawa gue kemana?" Aku mencoba menahan tubuhku dengan memegang bagian luar mobil kuat-kuat.

"Cepat, lo masuk aja." Aku tau cepat atau lambat, mau tidak mau tubuhku ini terdorong masuk.

"Lo mau bawa gue kemana?" tanyaku sedikit berteriak saat aku melihat ia membawa mobil ini masuk ke dalam hutan.

"Gue nggak akan nglepasin lo, Ra. Lo cuma buat gue. Lo milik gue."

"Ren, sadar. Gue bukan mate lo. Gue bukan milik lo." Aku sedikit berfikir jika cowok ini sudah gila.

"Gue nggak peduli soal itu, Ra," jawabnya sangat tenang. "Yang gue mau cuma lo selalu ada di samping gue." Cowok tersebut tersenyum lebar disertai sorot mata yang tajam.

"Hentikan mobilnya!" Aku berteriak tepat di telinganya.

"Jangan harap," jawabnya tak kalah kencang.

"Hentikan mobilnya atau aku loncat." Dalam seketika mobil yang kami tumpangi langsung berhenti.

Tak menyia- nyiakan kesempatan, aku langsung membuka pintu dan berlari ke dalam hutan yang tak ku ketahui namanya ataupun letak wilayahnya.

"Ra, tungguin gue! Jangan harap lo bisa lepas dari gue gitu aja," mendengar teriakkannya itu aku mempercepat langkah kakiku.

Dua puluh menit sudah aku berlari ke arah selatan. Kurasa aku sudah jauh dari cowok gila itu.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Место, где живут истории. Откройте их для себя