MPL-41

20.7K 1.1K 12
                                    

Sudah dua jam Rora berada di ruang bawah tanah, tapi sampai sekarang ia belum juga mendapat kabar apapun tentang keadaan diluar sana. Rasanya ia sudah lelah untuk terlalu lama menunggu.

"Rora, tenanglah. Duduk sini. Semua akan baik-baik saja," ucap Clara mencoba menanangkan. Tenang. Dengan susah payah Rora berusaha untuk tenang, tapi ia tak bisa. Seolah ada suatu yang mendorongnya untuk pergi menyusul Matenya sekarang.

"Nesya, ambilkan air!" Dengan sigap, Nesya mengambilkan air dan langsung diberikan kepada Clara. "Minumlah!" Clara mendekatkannya ke mulut Rora.

Rora meminum air itu sampai habis. Perlahan dirinya mulai tenang dan pikirannya lebih terbuka. Dia tidak sendiri saat ini. Nesya dan sang mama juga merasakan hal yang sama.

Salah satu Warrior datang. Warrior yang ditugaskan mengirimkan informasi situasi di perbatasan. Setelah membisikkan sesuatu kepada salah seorang Maid, Warrior itupun pergi tanpa melaporkan apapun kepada Rora atau pun Clara.

"Kau!" tunjuk Rora kepada pelayan tadi. "Ikut aku!" Tak ingin melawan perintah Lunanya, pelayan itu pun mengikuti Rora dari belakang. Di dalam hati, ia berharap Lunanya itu tidak melakukan hal buruk kepadanya.

Rora menghentikan langkahnya di sebuah ruangan dan membalikkan badannya, menatap Maid yang menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Apa yang di sampaikan oleh Warrior tadi kepadamu?" ucap Rora menanyakan tujuannya to the point.

Maid itu menggerakkan bola matanya bingung. Ia tak tau harus menjawab apa. Ia hanya ditugaskan untuk menjaga keadaan agar tetap tenang. Menyampaikan pesan itu kepada sang Luna sama saja dengan membuat rasa cemas untuk Lunanya.

"Katakan apa yang disampaikan Warrior itu kepadamu!" ucap Rora mengulangi pertanyaannya.

"Apa!" seru Rora tak percaya mendengar jawaban dari gadis di hadapannya itu. "Kau bisa pergi." Tanpa menunggu lama lagi, gadis itupun pergi meninggaklan Rora yang tenggelam dalam rasa cemas.

'Rora, kita dapat meminta bantuan dari Aditya ataupun Rendra,' ucap Verlitya tiba-tiba memberi saran.

'Iya, kau benar.'

'Tapi bagaimana caranya?' Tak memberikan jawaban, Rora bergegas menuju balkon utama.

Sesampainya di sana, Rora membunyikan suara seperti burung. Tak lama kemudian seekor merpati putih bertengger di jari-jarinya. Ia mengusap bulu-bulu merpati itu kemudian mengikan secarik kertas di kaki burung itu.

"Pergilah ke Red Moon Pack, dan berikan itu kepada Alpha yang memerintah di sana," ucap Rora seraya mengusap lembut bulu-bulu burung itu sebelum merpati itu pergi mengepakkan sayapnya.

Dengan penuh harapan Rora menatap kepergian burung itu. Ia tau walaupun pesan itu akan cepat tersampaikan, namun Adiyta dan pasukannya akan memerluhkan waktu yang lama untuk sampai.

Untuk itu, Rora memutuskan untuk turun tangan. Yap, ia kan pergi ke perbatasan. Meskipun itu sangatlah berbahaya, tapi setidaknya dapat membuat hatinya tenang.

Rora membalikkan badannya dan pergi dari tempat itu. Tidak untuk kembali ke bawah tanah, tapi mengendap-endap pergi ke kamarnya.

Koridor sepanjang jalan yang dilewati Rora tampak sepi. Tak ada satupun Maid atau pun Warrior yang berjaga di sana. Membuat dirinya sangat bebas untuk keluar masuk kapan saja.

Dengan baju perangnya dan penutup wajah serta sebilah pedang di tangannya, Rora sudah siap sekarang.

*****

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now