MPL-35

21.8K 1.2K 14
                                    

Makan malam segera dimulai. Namun, sampai saat Clara masih belum menemukan dua orang yang ia cari-cari sedari tadi. Sebenarnya dimana sih mereka? batin Clara mulai kesal.

"Mama, ayolah kita makan dulu. Paling kak Devan dan kak Rora sudah makan berdua," bujuk sang putri ke sekian kalinya. Perutnya sudah meronta sedari tadi.

Clara menghela napas. Sebenarnya dirinya sendiri pun sudah merasa lapar, tapi ia masih inggin menunggu kehadiran menantu dan putranya.

"Ayah, ayo bantu bujuk Mama." Tak ada cara lain lagi sekarang. Walaupun ia tau Mamanya belum tentu mendengarkan sang Ayah, Derin meminta bantuan Ayahnya.

Sebenarnya Derin sudah mengetahui dimana kakaknya berada. Bagaimana tidak, rencana tersebut adalah ide darinya dan ia sudah berjanji kepada Devan untuk menutup mulutnya dengan imbalan sepatu sneakers ori model terdaru.

"Apa kau akan menyakiti dirimu sendiri? Ayolah kita makan. Mereka pasti sedang menikmati waktu berdua," ujar Dave membujuk istrinya.

"Oke, baiklah. Ayo kita makan," jawab Clara mengalah. Ia membalikkan tubuhnya dan melanglah mendekati meja.

*****

"Aku tidak akan memaksamu memaafkanku. Aku tau kamu membutuhkan waktu. Tapi, aku mohon berikan aku kesempatan lagi. Aku berjanji tidak hal bodoh itu lagi," ucap Devan benar-benar menyesal.

Rora mengalihkan pandangannya menatap Devan. "Jika aku nggak mau?" tanya Rora tak acuh. Ia ingin tau apa jawaban yang akan diberikan pria itu.

Devan mempertajam penglihatannya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres di atas sana. "RORA AWAS!"

Secara spontan, Devan mengambil pedang di pinggangnya dan mendekap Rora.

Menyadari ada sesuatu yang tidak baik, Rora tak menghindari pelukan Devan, malah ia membalas pelukan pria itu.

Melihat mangsanya keluar dari pohon, Devan mengayunkan pedangnya membelah tubuh mangsanya itu.

"Devan?" ucap Rora, mendengar tidak ada lagi suara kecuali detak jantungnya dan Devan yang berpacu cepat.

"Hai, ada apa?" balas Devan dengan suara maskulinnya. Ia sudah lama tak menatap mata Rora dengan jarak sedekat ini. "Ia sudah mati," lanjutnnya memberi senyuman.

Rora mengalihkan pandangannya, melihat apa yang telah Devan bunuh.

Seekor ular. Seekor ular telah mati  terkapar di sana. Ular itu adalah salah satu ular yang mematikan. Untung saja dirinya dan Devan tak mendapatkan bisa di dalam tubuhnya.

"Maaf." Dengan cepat Rora menatap kembali pria di hadapannya. Suara itu seperti bukan suara Devan. Suara otu lebih berat dari suara Devan. Apakah itu Eright. "Maaf. Aku mohon maafkan Aku dan Devan," lanjutnya tulus yang dapat dilihat dati tataan matanya. Yha, dia Eright.

Merasa akan ketulusan pria itu Rora kembali memeluk tubuh Devan lagi dan menganggukkan kepalanya pelan memberi jawaban. Rora tak ingin egois. Anaknya masih membutuhkan Devan sabagai ayah.

"Kau tau, Verlitiya, dia, aku sudah merasakan kehadirannya lagi," ucap Devan disela helaan napasnya.

Eright yang mendengar itu mengeratkan pelukannya dan mengusap pelan punggung Matenya. Ia merasakan kegidupan Matenya itu sangat berat saat dirinya tak bersama dengannya.

Eright melepaskan pelukan Rora. Ia menatap Rora. "Aku akan berusaha menghubunginya. Aku akan berusaha mengenbalimannya kembali," balas Erigh tulus dan memeluk Rora kembali.

Sebagai serigala, tentu saja ia merasakan hal itu. Namun, ia menunggu informasi lebih jelas dari Rora secara langsung.

"Sudahlah, jangan menangis lagi," ucap Devan dengan suara aslinya dan melepaskan pelukan. Ia menatap Rora dan menghapus sisa sisa air mata di pipi wanita itu.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now