MPL-18

21.4K 1.3K 27
                                    

Salah satu tangan Devan mengangkat daguku yang sedari tadi tertunduk hingga mataku menatap kedua mata miliknya.

Ia menatapku dengan lekat. "Kau mau kan?" Ia tersenyum memohon.

Deg!

Aku menelan salivaku dengan susah payah. Apa ini saatnya? Tapi aku belum siap. Bagaimana bila aku mengecewakannya?

Mata Devan masih menatapku lekat, sedangkan mataku bergerak tak menentu, mencari jawaban yang akan kuberikan. Oke, baiklah.

Aku menarik napas panjang dan membuangnya perlahan, mencoba menenangkan diriku.

Kuberanikan diriku menatap Devan lagi. Ia masih menatapku dengan tatapan yang sama. Perlahan aku sandarkan kepalaku di dada bidangnya. Aku baru menyedari ia tidak memakai kaos.

"Aku anggap ini adalah jawabannya." Ia melingkarkan kedua tangannya di perutku dan menciumi leherku. Tepatnya di tanda yang ia buat kala itu.

"Kau siap Amour?" bisik Devan di telinga kananku yang membuat bulu-buluku berdiri, membayangkan apa yang akan dia lakukan nanti.

Author POV

Tanpa aba-aba Devan langsung mengangkat tubuh Rora dan menjatuhkannya di atas kasur. Rora membuka matanya perlahan. Memperlihatkan Devan yang berada atasnya dengan napas yang terengah-engah seperti sudah berlari kiloan meter.

Devan mendekatkan wajahnya, menyatukan bibirnya dengan Rora. Devan melumat bibir itu dengan lembut tapi lama kelamaan ciuman itu menjadi semakin menuntut.

Devan menggigit bibir bawah Rora, membuatnya sedikit berdarah dan terbuka. Lidah Devan mencoba menerobos masuk, memainkan lidahnya di dalam sana.

Merasa membutuhkan pasokan udara, Devan melepaskan cuiman mereka. Tak membutuhkan waktu lama Devan melumat bibir Rora yang sudah membengkak itu kembali.

Ciuman Devan semakin menurun. Sekarang sasarannya adalah leher jenjang Rora. Ia menggit kecil setiap bagiannya, menyisakan bercak-bercak di sana.

Rora yang merasakan desiran aneh hanya bisa menggigit bibir bawahnya, menahan suara-suara yang berusaha keluar dari mulutnya.

Tangan Devan tak tinggal diam. Ia memasukkan tangannya ke dalam kaos Matenya itu. Membuat belaian-belaian lembut di atas perut rata Matenya.

Merasakan desiaran aneh dalam tubuhnya, Rora menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan suara-suara yang akan ingin keluar.

Tak ingin lama-lama lagi Devan menyudai aksinya dan membuka kaos yang masih menempel di tubuh Matenya yang menyisakan bra yang masih menempel disana.

Melihat dada Rora yang masih putih Devan segera menghujaninya dengan ciuman. Ia menggigit kecil, menjilatinya dan menciumnya sikilas.

*****

Suara burung-burung berkicauna terdengar merdu pagi ini. Hingga membangunkan kedua sejoli yang masih terlelap dalam tidurnya.

Rora yang mulai terusik menggosok kedua matanya. Mengumpulkan kesadarannya kembali. Pandangannya turun ke bagian perutnya. Terdapat tangan Devan yang memeluknya.

"Hai! Kau sudah bangun?" Suara terdengar dari belakang Rora. Terdapat Devan baru membuka mata.

Rora mendongakkan wajahnya ke atas, melihat Devan yang tersenyum dengan wajah bantalnya.

"Kau mandi duluan saja," guman Rora.

"Biasanya kau dulu, kenapa sekarang aku?"

"Kau duluan saja," rengek Rora merasa kesal.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang