MPL-33

20.7K 1.2K 10
                                    

Aku pasti akan kembali," ucap seorang pria kepada istinya. Wanita itu menatap suaminya dengan rasa cemas. Apakah pria di hadapannya ini akan kembali?"

"Apa kau yakin akan kembali?" Pria itu terdiam. Ia tak tau harus menjawab apa. Sebenarnya dirinya sendiri pun tidak terlalu yakin ia akan selamat dalam peperangan ini.

"Berjanjilah padaku kau akan kembali, pulang dengan selamat," pinta wanita itu kepada suaminya, menatapnya dengan penuh harapan.

"Gama, sekarang juga kita harus pergi." Belum sempat ia menjawab istrinya, suara salah satu Warrior memanggilnya. Ia harus segera pergi.

"Aku harus pergi. Jagalah anak-anak. Aku akan berusaha," ucap Pria itu dan langsung melangkahkan kakinya keluar.

"Ayah, aku mau ikut membantu ayah." Mendengar suara anak laki-lakinya, pria itu menghentikan langkah kakinya dan menatap putra satu satunya itu.

Pria itu merendahkan badannya, menyamakan tinggihnya dengan sang putra. "Kau ingin membentu ayah?" Anak laki-laki itu pun mengangguk. "Baiklah, kamu jaga ibu dan adikmu."

Pria mengacak-acak rambut putranya lalu berdiri dan melangkahkan kakinya, meninggalkan istri dan kedua anaknya.

Sudah lima jam sejak kepergian suaminya ia belum juga mendapatkan kabar apapun. Rasa cemas semakin menyelimutinya. Hal yang bisa mengalihkan saat ini hayalak kedua anaknya yang sedang bermain di hadapannya sekarang.

"Nyonya! Nyonya!" Suara salah seorang pelayan yang panik mengagetkan wanita itu hingga ia berdiri.

"Ada apa? Kenapa kau berteriak-teriak seperti itu?" tanya wanita itu kepada pelayan di hadapannya. Ia memang sengaja menugaskan pelayan itu untuk memberi kabar apa yang dirinya dengar dari Warrior dan Maid-Maid lain.

"Nyonya itu em.., begini..," ucap pelayan itu tak tau harus bagaimana menjelaskannya.

"Apa yang ingin kau sampaikan?" Apapun berita yang akan disampaikan pelayannya itu ia harus siap mendengarnya.

"Nyonya, pasukan telah terdesak. Para Warrior juga banyak yang telah gugur," jawab Maid itu akhirnya.

Peperangan ini tejadi secara mendadak. Tak ada tanda-tanda mereka akan menyerang. Sehingga tak ada persiapan apapun dilakuakan. Sangatlah kecil peluang mereka untuk menang.

Mendengar berita itu, wanita itupun menjatuhkan badannya di salah satu sofa disana. Kepalanya terasa berat. Ia tak tau apa yang dapat ia lakukan sekarang.

"Mama, mama kenapa?" Melihat sang mama terlihat sedih kedua anak itu pun menghampiri mamanya. "Mama, Ayah tidak apa-apa kan?" tanya sang putri polos dan hanya dijawab dengan senyuman palsu di wajahnya.

Mengetahui apa yang disembunyikan oleh mamanya, anak laki-laki itu mengambil pedangnya dan melangkah keluar.

"Elfan, kamu mau kemana? Elfan!" teriak wanita itu melihat putranya berjalan keluar membawa pedang.

Mendengan teriakan sang mama, anak laki-laki itu menghentikan langkahnya. "Mama tenang saja, aku akan membantu ayah," balasnya dan melangkahkan kakinya kembali.

"Tidak Elfan, kembali!" Wanita itu berdiri dan mengejar putranya. Namun kerena putranya berlari dengan cepat, ia pun kehilangan jejak.

"Dan setelah itu aku mengira Efan sudah tiada, karena tak ada yang selama di medan perang ataupun di luar pack hous," ucap Rora mengakhiri ceritanya.

"Setelah itu bagaimana keadaan pack hous? Apakah setelah itu kau masih tinggal di sana?" tanya Nesya penasaran mendengar cerita adik iparnya itu. Ia seperti anak kecil yang sedang mendengarkan dongeng saat ini.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang