MPL-5

37.8K 2.4K 46
                                    

"Auuu...", merasa penasaran aku memencet luka tersebut.

"Apa itu sakit?" suara itu terdengar di kepalaku.

"Verlitiya? Kaukah itu?" tanyaku kepadanya tak percaya. Serigala itu sudah lama tidak berbicara setelah aku menerima cinta kekasihku dulu.

"Iya. Ini aku. Apa lukamu itu sakit?" Ia bertanya dengan khawatir. Padahal sebelumnya ia marah.

"Iya sakit, bila kutekan," jawaku kesal.

"Berarti semua ini bukan mimpi ra," ucapnya.

"Maksudmu?"

"Berarti ini semua bukan mimpi. Kita adalah seorang Luna." Jelas Litia kepadaku.

"Litia sudah lah, jangan berbicara yang tidak-tidak." Aku berusaha membuat serigala cerewet itu tenang.

"Ada kemungkinankan kalau mate kita seorang Alpha, Ra? Kau tau saat aku tidur aku merasakan nyaman, begitu juga dengan kau. Dan aku juga merasakan kehadirannya." guman Litia lirih.

"Kehadiran?"

"Mate kita.." ucapnya kesal.

"Sudah lah Lit. Aku akan mencari tahunya nanti."

Setelah selesai dengan ritual pagiku, akupun keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono yang kulihat di dalam.

"Ini Luna pakaiannya." Melihatku keluar Kerly pun segera memberikan baju ganti yang ia bawa.

"Terima kasih," aku langsung kembali kedalam untuk mencari pakaian tersebut.

Akupun keluar dengan memakai celana jens dan kaus putih berlengan panjang serta rambut yang kucepol.

"Luna anda ditunggu oleh Tuan Putri Derin dibawah untuk sarapan." Aku merasa senang mendengar itu karena perutku ini sudah meraung-raung sedari tadi.

"Baiklah. Kau bisa mengantarkanku?"

"Silahkan Luna, lewat sini." Kami pun langsung keluar dari kamar menuju ruang makan.

Dalam perjalanan ada banyak Maid atau Omega dan para penjaga menundukkan badan, memberi hormat.

Tak lama lagi aku akan sampai di ruang makan. Aku menuruni tangga terakhir untukku bergegas ke ruang makan. Sesampainya aku disana aku melihat seorang gadis yang memakan apel merah ditangannya.

"Kakak ipar. Akhirnya kakak datang juga. Ayo kak kita sarapan." gadis itu berdiri dan menghampiriku lalu menarik tanganku menuju kursi yang derseberangan dengannya.

"Oh iya kita belum berkenalan. Namaku Derinio Alexandro. Kakak bisa memanggilku Derin." gadis di depanku mengulurkan tangannya.

"Aurora. Aurora Derlich. Kau bisa memanggilku Rora atau Rara." aku mengulurkan tanganku membalas tangan Derin. Kamipun tertawa.
Selesai berkenalan dan berjabat tangan, kami memulai sarapan. Mataku terpana melihat sangat banyak makanan yang tertata rapi di meja.

"Ayo kak, ambil makanan yang kau suka. Jika kakak melihatnya terus mereka akan malu." Derin menggodaku sembari tertawa. Aku di buat malu olehnya.

"Kau ini," aku tersenyum malu dengan pipi yang merona.

Aku mengambil nasi , telur, sepotong daging dan sayur kuletakkan di atas piringku.

Kami makan dengan sedikit obrolan yang menyertai. Derin terus saja menceritakn banyak hal kepadaku yang terkadang kutanggapi.

"Mate, mate!" teriak Verlitiya tiba-tiba di kepalaku yang membuat rasa sedikit pusing di sana.

Aku mencium aroma itu. Kayu manis dan mint serta maskulin. Aroma itu sangat menusuk indra penciumanku. Mendominasi aroma lainnya.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now