MPL-23

19.1K 1.3K 54
                                    

"Kemampuanmu bermain pedang sungguh hebat Luna, tapi apakah kau bisa mengalahkanku?" Rora dan Bara mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara.

Tampak Jessy yang berdiri di sana. Ia mendekat dengan satu tangannya menggenggam sebuah pedang yang tak kalah tajam.

"Aku menantangmu Luna!" Tanpa keraguan, Jessy mengangkat pedangnya ke arah Aurora.

Suasana tempat latihan menjadi ramai. Para Warrior membicarakan wanita yang sedang menantang Lunanya itu. Mereka mengenal Jessy dengan baik, perempuan yang akhir-akhir ini sedang dekat dengan Sang Alpha.

"Oh... tidak-tidak. Tidak akan ada pertempuran di sini.," tolak Bara tegas. Ia tak bisa membiarkan hal yang buruk terjadi kepada Lunanya.

"Bukankah kau tadi juga bertarung, kenapa aku tidak boleh?" elak Jessy tak terima.

"Tadi kami hanya berlatih bersama," jelas Bara kepada Jessy yang keras kepala.

"Sudah lah." Rora menenangkan Bara. Pandangannya lalu berlalih kepada wanita yang menantangnya beberapa saat yang lalu. "Aku menerima tantanganmu."

Ekspresi kaget tampak di wajah para Warrior dan Bara setelah mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Lunanya itu.

Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Bila Alpha mereka sampai mengetahuinya, mereka pasti akan mendapatkan hukuman.

"Tapi Lun_" Melihat tatapan dari Rora, Bara menghentikan ucapannya. Nyalinya menciut entah kemana. "Ma- maaf Luna,"

"Kau tenang saja. Aku akan menjaga diriku sendiri. Aku tak akan membiarkan diriku dikalahkan olehnya," ucap Rora dengan seringainya dan tatapan tajam yang tertuju pada sosok wanita di hadapannya kali ini.

"Kita lihat saja, siapa yang akan menjadi pemenangnya," balas Jessy tak kalah yakin.

Krang..!!!

Pedang Rora dan Jessy bertemu. Mereka saling menahan, mendoromg pedang menjauh dari tubuh mereka.

Tang..!! Tang..!!

Rora menahan setiap serangan yang dilayangkan Jessy dengan penuh kosentrasi. Harus ia akui, kemampuan Jessy dapat dikatakan sebanding dengannya.

Krang...!!

"Kemampuan menahan serangan cukup hebat, Luna," ucap Jessy kala Rora masih menahan pedang yang tertuju padanya.

Krang....!!!

"Tak hanya dalam bermain pedang, ternyata kau juga hebat bertahan dalam kondisi apapun. Bahkan melawan perasaanmu sendiri," lanjutnya yang tak di tanggapi oleh Rora.

Krang...!

"Apa kau sangat mencintai Devan hingga bertahan sampai saat ini?" Rora masih berkosentrasi. Tak ada niat sedikitpun untuk membalas apa yang wanita itu katakan.

"Tapi sayangnya, Devan menikaimu hanya karna kau adalah matenya. Tidak lebih dari itu." Mata Rora memerah. Ingin rasanya ia melenyahkan perempuan di hadapannya ini sekarang juga.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now