MPL-12

26.4K 1.6K 17
                                    

Devan menahan amarahnya dan berusaha menenangkan Eright yang terus saja menggeram di dalam pikirannya, mencoba mengambil alih tubuh Devan.

Geerr

Geraman Eright terdengar. Devan tak dapat menahannya lagi karna ia pun di selimuti kemarahan yang sama.

"Devan!" ucap keduanya tak kala melihat Devan berdiri di sana. Dengan segera mereka melepaskan pelukan satu sama lain.

Brukk..

Tubuh Fano menghantam lantai marmer setelah mendapat pukulan dari Devan tepat di sudut bibirnya. Membuat darah segar mengalir di sana.

Devan menatap sahabatnya itu tajam. Baru kali ini ia berkelahi dengannya. Biasanya mereka melindungi satu sama lain. Namun, sekarang apa?

"Apa maksut lo?" jawab Fano tak mengerti, namun Devan tak memperdulikannya.

Brakk..

Devan melempar tubuh Fano hingga menghantam dinding membuat tubuhnya tergeletak tak berdosa.

Tak ada niatan Fano untuk melawan Alphanya itu. Ia tidak ingin membuat keadaan semakin memburuk dan membuat sedih gadis yang ia sayangi.

Devan mendekati Fano kemudian mengangkat kerah bajunya. Membuat sang empu mau tidak mau berdiri.

"Seharusnya gue yang nanya. Apa maksut lo ngelakuin itu?" Kali ini pukulan Devan yertuju pada perut Fano.

"Devan cukup! Jangan pukul kak Fano lagi, aku mohon. Semuanya nggak seperti yang kau lihat. Aku bisa jelasin semuanya." ucap Rora memohon. Ia mencoba memberanikan diri membuka suara. Sejujurnya ia sangat takut. Devan sangat mengerikan saat ini.

"Kau!" Sekarang, tatapan tajam itu tertuju kapada Rora.

Tanpa ngengucapkan apapun Devan menggenggam tangan Rora dan menariknya kasar.

"Lepaskan! Ini sakit." Rora mencoba memberontak, tapi semakin ia memberontak semakin kuat Devan menggenggam tangannya.

Fano yang melihat itu tak dapat apa pun saat ini. Tulangnya serasa sudah remuk, ditambah dengan rasa sakit di perutnya membuat ia tambah lemas.

"Devan lapaskan aku! Ini benar-benar sakit," ucap Rora lirih. Namun Devan tak memperdulikannya sama sekali. Ia sudah dilingkupi kemarahannya.

Rora terus ditarik oleh Devan hingga ia tau kemana arah tujuan Devan sekarang. Kamar. Yha kamar mereeka tinggal beberapa langkah lagi.

Brakk..

Setelah masuki kamar, Devan membanting pintu kamarnya. Tangannya masih menggenggam tangan Rora yang menjadi sudah biru karna dirinya.

"Lepaskan!" Tak sia-sia usahanya kali ini. Tangannya terlepas juga dari Devan.

"Berhenti di sana!" ucap Rora melihat Devan melangkahkan kakinya tepet ke arahnya.

Melihat itu Rora terus berjalan mundur dan menatap Devan waspada dan dengan rasa takut karna Devan menatapnya seperti mangsa yang akan ditelannya bulat-bulat.

Depp...

Jantung Rora berdegup cepat. Tak ada jalan lagi untuknya.

Devan tetep melangkahkan kakinya mendekati Rora yang telah derdiri diam di sana karna punggungnya talah membentur dinding di belakannya.

Devan menarik tangan Rora lalu melemparkannya ke atas kasur dan diikuti oleh dirinya.

Rora membuka matanya. Jantunya sekali lagi berdegup kencang melihat Devan berada di atasnya dan kedua tangannya masih di tahan oleh Matnya itu.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now