MPL-6

35.2K 2.3K 28
                                    

Brukk...

Mendengar suara benda yang jatuh, aku segera menuju ke sumber suara. Mendapati Mateku yang berusaha mengembalikkan buku-buku yang berserakan di lantai ke dalam raknya semula. Melihat itu, aku langsung mengambil buku-buku tersebut, membantu merapikan.

"Terimakasih," ucap Mateku dengan senyuman di wajahnya.

Melihat senyumnya yang manis, Right sedari tadi melolong bahagia  di dalam sana yang membuatku sedikit pusing.

"Aku mau ke kamar mandi sebentar," pamitnya yang kubalas dengan anggukan.

Di atas kasur Mateku aku melihat koper yang berisi tumpukan pakaian serta perlengkapannya. Aku membuka-buka tumpukan tersebut dan mengeluarkan beberapa helai pakaiannya yang menurudku sudah tidak pantas ia pakai.

"Kenapa diberantakin semua sih!?," ketusnya melihat beberapa helai pakaiannya di luar koper.

Jujur aku kaget ia bisa-bisanya berketus kepadaku. Setelah aku sadar aku menahan tangannya yang berniat ingin mengembalikan pakaiannya ke dalam koper. "Ini nggak usah dibawa."

"Tapikan itu semua pakaian rumahku." protesnya dengan wajah yang kesal.

"Aku bilang tidak, yha tidak!" Tanpa tersadar aku menggunakan alpha toneku.

Perlahan kepalanya tertunduk dan terdiam, ia berjalan perlahan ke arah jendela berada dan mengangkat kepalanya sejejar.

Merasa ada sesuatu, aku berjalan ke arahnya dan memeluknya dari belakang. Meletakkan kepalaku di atas pundaknya.

"Maaf. Aku mohon maafkan aku," ucapku mengetahui dia menangis. Yha dia menangis tanpa suara. 

"Jangan menangis, oke!"

"I- iya Alpha." Ia menghapus air mata dengan kedua tangannya.

"Devan, Amour. Panggil aku Devan!"

"Iya, Dev- Devan," ucapnya yang membuatku senang entah mengapa.

"Davan?"

"Hemm,"

"kapan kita akan pulang? Ini sudah sore," tanyanya lirih.

"Baiklah, kita pulang sekarang." Aku mencium pipinya sekilas sebelum melepas pelukan yang membuatnya mematung.

Melihatnya itu aku segera menutup koper dan mengambil foto keluarganya yang sempat kuambil, lalu membawanya keluar.

"Aaaa..!" Aku terkekeh mendengar teriakan mateku. Aku yakin ia baru saja tersadar.

Aku melihatnya. Mateku dengan wajah kesal dan malu. Terlihat dari bibir yang manyun dan pipinya yang merona. Ia tampak lebih menggemaskan jika seperti itu.

Tanpa menandangku dan menghiraukanku, ia langsung membuka pintu mobil dam masuk ke dalam. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya. Segera kumasukkan kopernya ke dalam bagasi dan foto di dasbor mobil tanpa diketahui olehnya.

Dalam perjalanan mateku hanya memandang jendela mobil. Ia tak berbicara sepatah katapun. Sepertinya ia masih marah dengan tingkahku tadi. Lebih tepatnya permintaan Eright. Sepuluh menit berlalu. Kulihat matanya mulai tertutup. Ia terlelap dalam tidurnya.

*******

Kami sudah sampai di pack house. Namun mateku ini masih tidur. Dengan jahil kuapit hidungnya dengan ibu jari dan telunjukku, sehingga ia kesulitan bernapas.

"Aaahhh..." ia mulai terganggu. Ia belum juga membuka matanya.

"Sudah sampai. Kamu mau berjalan apa aku gendong?" ucapku datar seperti mengancam.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now