MPL-7

33.2K 2K 20
                                    

Suara air terjun membuat siapapun yang mendenagrkan merasa tenang dan damai. Bunga-bunga yang bermekaran menambah aroma menjadi harum akan wanginya.

"Sayang, jangan berlari! Nanti kamu jatuh bagaimana?" ucap seorang pria memperingatkan putri kecilanya.

"Aku akan berhati-hati Ayah," jawab putrinya tersebut dengan teriakan. Sedangkan Sang Ayah hanya dapa geleng-geleng kepala.

Brukk...

Belum ada lima menit dari peringatan sang Ayah, anak gadis tersebut terjungkal, jatuh ke tanah. Kakak laki-laki dari gadis itu langsung menghampiri adiknya untuk melihat kondisinya.

"Hiks... hiks.." setelah mencari keberadaan adiknya, adik laki-laki tersebut akhirnya menemukan adiknya yang sedang menahan tangis.

"Au-, jangan dipegang! Itu sakit, hiks...," melihat adiknya menangis ia menyentuh kaki adiknya, namun tangannya langsung ditepis oleh sang empu.

"Bila aku tidak menyentuhnya, bagaimana aku akan menyembuhkannya?" tanpa memperdulikan ucapan adiknya, kakak laki-laki tersebut menekan pergelangan kaki adiknya yang terkilir.

"Au-..... au-... sakit! Lepasin Kak Elfan!" Gadis tersebut menarik-narik rambut kakaknya untuk menahan rasa sakit serta membalas kakaknya agar menjauh.

"Sudah membaik kan? Sekarang ayo berdiri!" Gadis tersebut mengangguk pelan dan menghapus ari mata dengan tangan mungilnya.

Ia mulai berdiri dengan dibantu oleh kakaknya. Mereka berjalan menuju tempat dimana Ayah dan Ibu mereka berada.

"Sayang, kamu kenapa? Kamu jatuh?" Wanita yang duduk di samping ayah gadis kecil itu berdiri, mendekati kedua anaknya dan melepaskan pelukan suaminya.

"Hiks... hiks... hoaaa... mama.!!" Tangis gadis itu pecah dan langsung memeluk Mamanya.

"Cup-cup.. putri Mama kan nggak cengeng." Mama dari gadis itu mencubit hidung mungil putri satu-satunya itu.

"Putri Ayah kan yang paling kuat dan pemberani, masak luka kecil saja menangis?" Ayah gadis itu mengambil alih putrinya, meletakkannya di dalam pelukannya.

"Tapi ini sakit ayah," rengak gadis cantik itu kapada Ayahnya.

"Ayolah Rora. Kau harus terbiasa dengan luka. Bukankah kau ingin belajar pedang?" ucap Elfan kepada adiknya.

"Sudah-sudah! Mama mau mengobati lutut Rora. Sini sayang!" Rora kecil langsung berpindah ke pangkuan sang Mama.

Mengingat kenangan-kenangan itu membuatku yersenyum -tersenyum sendiri seperti orang gila. Ingin rasanya kukembali ke masa kecilku. Namun itu hanyalah harapan palsu.

Saat ini aku merasa sangat lelah. Mengitari mall dan mampir ke rumahku membuat tubuhku terasa pegal. Segara ku naikkan kakiku ke atas kasur dan membaringkan badanku. Aku memejamkan mataku. Seketika rasa kantuk melandaku dan akupun tertidur.

Devanio POV

Lima menit aku menunggu akhirnya Fano dan Bara, Gamaku, sampai di ruang kerjaku. Mereka membawa foto keluarga Mateku dan kopernya. Tunggu. Kopernya?

"Mengapa koper itu kau bawa ke sini?" tanyaku datar tanpa melihat Fano.

"Ma- maaf Alpha, saya lupa memerintahkan maid untuk membawa koper Luna ke kamar." ucap Fano bingung mencari alasan.

"Nanti saya akan mengantarkan koper Luna secara langsung." Mendengar apa yang ia katakan membuatku tersenyum sinis. Ia tampak memiliki tujuan tertentu terhadap Mateku.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang