MPL-20

19.9K 1.2K 17
                                    

Kreek

Author POV

Mata Rora langsung membulat. Dadanya pun menjadi sesak. Hatinya seperti di tusuk dengan pisau tumpul yang masih kokoh tertancap. Sangat menyakitkan.

*****

Hari sudah siang. Para Maid sibuk menyiapkan makan siang. Namun ada sedikit keributan di sana.

"Nyonya. Nyonya Nesya duduk saja. Biarkan kami saja yang mengerjakannya," ucap salah satu Maid mencoba mengambil piring-piring di tangan Nesya.

"Sudahlah, tidak apa-apa. Biasanya aku juga mengerjakan hal-hal ini, bahkan lebih berat." Nesya berjalan menuju meja makan dan menaruh piring-piring tersebut.

"Nyonya, saya mohon. Nyonya duduk saja. Biar kami yang menyiapkan makan siang," pinta salah satu Maid di sana.

"Sudah kubilangkan, tidak apa-apa. Lagian kalau Efan, atau Luna melihatnya biar aku yang akan menjelaskannya kepada mereka," oceh Nesya panjang lebar. Ia sudah lelah harus derdebat dengan Maid-Maid jika ia mau menyentuh barang-barang dapur.

Tanpa ia sadari, sewaktu ia mengeluarkan ocehannya ada seseorang yang datang dan orang itu memberi koge agar semua yang ada disana untuk pergi.

Sepasang tangan memeluk Nesya dari belakang. Membuat dang empu sedikit berkejut. "Kau yang akan menjelaskannya kan. Ayo coba jelaskan apa yang kau lakukan."

"Efan, kau lihat sendirikan. Aku sedang menata meja dan semua baik-baik saja," ucap Nesya begitu ketus.

"Bukan itu yang perlu kau jelaskan. Yang perlu kau jelaskan adalah, mengapa kau melakukan itu semua." Fano menjatuhkan kepalanya ke salah satu bahu Nesya.

"Aku bosan. Tak ada yang dapat kulakukukan. Biasanya aku disibukkan dengan tugas-tugas rumah, dan sekarang waktu aku disini kau tak memperbolehkanku melakukan itu semua. Itu menyebalkan." Dengan panjang lebar Nesya meluapkan kekesalannya.

"Efan, kau! Jangan seperti ini. Banyak orang Efan ,nanti ada orang yang melihan kita." Nesya mencoba melepaskan tangan Fano, tapi semuanya seperti sia-sia saja. Fano akan melingkarkan tangannya kembali jika tangannya berhasil terlepas.

"Mana? Tidak ada." Pandangan Nesya menyebar ke sekelilingnya. Tak ada satupun Maid yang bersamanya tadi.

"Tapi jika mereka datang lagi bagaimana?" tanya Nesya menantang.

"Kalau begitu, kita pindah saja. Pindah ke tempat di mana hanya kita yang bisa menempatinya. Hanya kita berdua." Fano berbisik tepat di telinga Matenya.

"Apaan sih, tidak-tidak! Apa kau tidak mempunyai pekerjaan lain?" Pipi Nesya memerah.

*****

Mengetahui Rora melihatnya dan Jessy, Devan menatap Matenya dengan ekspresi kaget. Sementara Jessy mengembangkan senyuman manisnya.


"Aku pergi dulu yha." Jessy turun dari pangkuan Devan dan berjalan keluar.

"Semoga beruntung," bisik Jessy tepat di telinga Rora ketika ia sejajar dengan gadis tersebut. Tak lupa ia memunculkan senyum liciknya.

Tak menggubris ucapan Jessy, Rora langsung masuk ke dalam dan menutup pintunya rapat-rapat.

"Ada apa? Kau sakit? Wajahmu pucat." Tangan Devan menggang pipi Rora, memeriksa setiap inci wajah Matenya itu.

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now