MPL-28

19.8K 1.3K 32
                                    

Tangan Rora langsung dicengkeram sesampainya ia diluar. Tak lamaj kemudian hidung dan mulutnya ditutup dengan kain secara paksa oleh mereka.

Perlahan penglihatan Rora memburam, dan badannya serasa lemas. Ia tak mempunyai daya lagi sekarang. Ia terjatuh dan tak melihat apapun lagi.

*****

Sebuah ruangan dengan pencahayaan remang-remang, menjadi tempat favorit salah seorang pria sejak perginya seseorang yang sangat berarti untuknya.

Suara langkah kaki terdengar. Baberapa orang memasuki ruangan tersebut. "Bagaimana? Apa kalian sudah membawa dirinya tanpa melukainya sedikitpun?" Kata itulah yang mereka langsung dapatkan dari pemimpinnya.

"Sudah, Alpha. Kami tidak sedikitpun melukai Luna.," jawab salah satu dari Warrior tersebut.

Yap, pria tersebut tidak lain adalah Devan. Ia memerintahkan Warriornya untuk membawa Matenya kembali, karna ia tahu jika dirinyalah yang meminta wanita itu untuk kembali dirinya akan ditolak mentah-mentah. Mengingat apa yang dilakukannya sangat melukai gadisnya itu.

"Bagus, kalian bisa pergi." Suara langkah kaki menjauh, menandakan para warior itu telah pergi.

'Kerly, antarkan seorang dokter perempuan ke kamarku. Periksa keadaan Luna," mindlink Devan kepada pelayan kepercayaannya.

'Segera, Alpha,' jawab Kerly patuh.

Selesai dengan mindlinknya, Devan keluar dari ruangan itu. Ia Berjalan menuju ruang kerjanya. Menemui beberapa orang yang telah menunggunya di sana.

Devan memasuki ruang kerjanya yang langsung disambut salam hormat dari mereka yang berada disana.

Tak menanggapi apapun, Devan langsung melangkah menuju kursinya. "Bagaimana keadaan pack dan perbatasan? Apakah sudah ada tanda-tanda penyerangan?"

"Belum, Alpha. Sampai saat ini belum ditemukan tanda-tanda mereka akan menyerang," jawab Fano membuka suara.

"Baiklah, tetep waspada. Perketat penjagaan di perbatasan. Cepat atau lambat, mereka pasti akan menyerang. Kapanpun itu kita harus bersiap." ucap Devan dengan Alpha tonenya.

"Baik, Alpha. Kapanpun pasukan akan selalu siap." Kali ini suara suara Bara yang menggema di ruangan.

Merasa cukup puas, Devan berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah pintu keluar. "Pertemuan selasai. Kalian bisa pergi." 

Devan keluar dari ruangannya. Ia berniat untuk pergi ke kamarnya, memeriksa keadaan Matenya seraya melepas rindu kepada gadisnya itu.

Sesampai di kamarnya, Devan masih melihat dokter yang sedang memeriksa Matenya dan kerly masih berdiri disana.

"Salam, Alpha," ucap kerly memberi hormat melihat sang Alpha menghampiri mereka.

"Alpha,"

"Bagaimana keadaannya?" tanya Devan to the point. Ia melihat Rora yang terlelap dengan tenang berada dalam perlindungannya membuat dirinya damai walaupun hanya sementara.

"Alpha, keadaan Luna baik-baik saja. Selain itu keadaan kandungan Luna juga baik." Mendengar perkataan terakhir yang dilontarkan dokter itu, membuat Devan mengerutkan darinya.

"Maksudmu, dia_?" Devan tak dapat meneruskan perkataannya. Lidahnya kelu saat berusaha mengatakannya. Tentu saja dirinya terkejut mengetahui keadaan Matenya.

"Yha, Alpha. Luna, sedang mengandung," ucap dokter itu hati-hati.

Devan mengusap wajahnya kasar. Entah anak siapa yang berada di kandungan Matenya itu. Apakah anak itu adalah anaknya?

My Perfect Luna (COMPLETE)  Where stories live. Discover now