Enam

18.8K 1.3K 3
                                    

Saat melihat Kinanti berjalan mendekati mereka di ikuti Gilang di belakangnya, setelah entah apa yang Kinanti dan pria itu bicarakan, Kevin menyadari perubahan raut wajah Kinanti yang berubah sedih. Bekas air mata yang di hapus kasar, masih terlihat jelas oleh Kevin.

"Yanti, Kevin, aku harus ikut dengan Bang Gilang." Lirih Kinanti berusaha keras mengalihkan tatapannya agar tidak menatap ke dua sahabatnya.

"Kau tidak perlu ikut bersamanya jika kau memang tidak mau." Ujar Kevin menatap Kinanti.

Untuk pertama kalinya, setelah ia kembali dari dapur, Kinanti menatap Kevin yang sejak tadi menatapnya. Di dalam sosok pria muda berusia lima belas tahun, Kinanti melihat Kevin yang terlihat dewasa dengan tatapannya yang sulit Kinanti artikan. Pria itu terlihat berusaha meyakinkannya untuk tidak mematuhi ucapan Gilang. Pria itu terlihat ingin melindunginya.

Di belakangnya, Kinanti mendengar jelas saat Gilang mendengkus seolah mengejek Kevin. Tanpa sadar ke dua tangannya yang sejak tadi berada di sisi tubuhnya terkepal.

Gadis itu memilih menggeleng menolak ucapan Kevin saat sekali lagi semua ancaman Gilang berputar di pikirannya. "Nenek yang memintaku datang. Maaf ya, bukan bermaksud mengusir kalian, tapi aku harus pergi." Ujar Kinanti penuh penyesalan. Rasanya sulit sekali antara meminta ke dua sahabatnya untuk pergi dan tetap tinggal disini.

Yanti mengangguk. "Gak apa-apa. Mungkin nenek memang lagi membutuhkanmu." Gadis itu tersenyum pada Kinanti. Lalu ia menarik tangan Kevin agar segera pergi dari rumah Kinanti. Yanti tidak nyaman dengan kehadiran Gilang disana. "Ayo, Kevin, kita pulang."

Begitu melihat ke dua bocah itu angkat kaki dari rumah Kinanti. Gilang segera menarik tangan Kinanti dan menyeret gadis itu agar mengikutinya. "Bang Gilang, aku mau mandi dulu." Ia berusaha mencegah keinginan pria itu. Setidaknya, Kinanti bisa berlama-lama bersembunyi di kamar mandi.

"Tidak perlu."

Apa yang dilakukan Gilang terhadap Kinanti, tertangkap jelas di indra penglihatan Yanti dan Kevin yang masih berada di halaman Kinanti. Mereka sudah duduk di atas jok sepeda masing-masing dan bersiap pergi. Tapi nampaknya Kevin enggan untuk pergi dari sana.

Mata Kevin terus mengawasi Gilang yang terlihat tidak sabar saat menunggu Kinanti selesai mengunci pintu. Pria itu menarik pergelangan tangan Kinanti dan membiarkan gadis itu terseret-seret dalam langkahnya menuju ke mobil Gilang yang terparkir di tepi jalan, tepat di depan halaman Kinanti.

"Jangan kasar dong sama perempuan!" Kevin membanting sepedanya dan melangkah lebar mendekati Gilang seraya berseru tidak suka melihat Gilang mendorong Kinanti masuk ke jok penumpang bagian depan. Kevin tadi melihat Kinanti meringis akibat dorongan kasar pria itu.

Gilang berbalik menatap Kevin yang sudah berada di hadapannya. Pria itu mendengkus jengkel melihat pria muda itu sengaja menghalanginya.

"Aku tidak punya urusan denganmu. Kenapa kau terus menghalangiku."

"Ketika kau mengganggu Kinanti, itu berarti kau berusan denganku."

Untuk beberapa detik yang terlewatkan dalam keadaan membisu, ke dua pria berbeda usia itu saling bertatapan. Sebelum Gilang mendengkus, sedikit menoleh ke belakang tanpa membalik tubuhnya. "Kinanti,"

Di dalam mobil dengan pintu yang masih terbuka, Kinanti yang menyadari panggilan itu berupa peringatan bahwa Gilang memintanya untuk segera mengusir Kevin. Dengan berat hati, dari balik punggung Gilang, gadis itu meminta agar kedua sahabatnya itu segera pergi menjauh.

"Kevin, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir."

Gilang tersenyum mengejek pada Kevin. Segera setelah itu ia menutup pintu di sisi Kinanti dan segera memutar langkah untuk memasuki jok pengemudi. Tanpa menunggu waktu, ia segera membawa mobilnya menjauhi rumah Kinanti dan meninggalkan keterpakuan pada dua sahabat gadis itu.

KINANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang