Tiga Puluh Dua

23K 1.7K 46
                                    

Kak Cinta :
Yeey! Baby-nya perempuan!"
14.09

Gilang menatap layar gawainya dengan bibir yang terkulum senyuman. Ia ingin tersenyum lebar atau mungkin ingin berteriak seraya melompat-lompat kesenangan mendengar kabar ini.

Tapi tidak mungkin, saat ini ia sedang duduk berhadapan dengan beberapa petinggi perusahaan terkenal yang akan menjadi partner bisnis perusahaan mereka, di ruang meeting. Tidak mungkin ia melakukan hal itu dan membuat para tamu terkejut bukan kepalang lalu memilih mengundurkan diri dan membatalkan kerja sama secara gamblang.

Sekarang sudah jam setengah empat. Sudah dua jam ia terkurung di dalam ruang meeting ini. Gilang ingin segera pulang, melihat Kinanti atau mungkin memeluk gadis itu jika di izinkan. Saat jam istirahat siang tadi, ia tidak sempat pulang. Karena harus mengerjakan beberapa berkas yang harus di bawa saat meeting setelah habis jam istirahat. Bahkan untuk makan siang saja ia harus tetap berada di mejanya.

Gilang terlalu senang mendengar kabar ini. Kabar mengenai jenis kelamin bayinya. Jenis kelamin yang ia inginkan.

Akhir-akhir ini, di setiap doanya Gilang selalu meminta pada Tuhan agar bayi yang di kandung Kinanti adalah bayi berjenis kelamin perempuan. Yang mirip dengan Kinanti, baik dari rambut, mata dan wajahnya. Gilang ingin merawat mini Kinanti yang pasti akan sangat menggemaskan dan cantik. Ia akan melimpahkan gadis kecilnya dengan penuh kasih sayang.

Lamunan Gilang buyar saat para petinggi yang ada di sana bertepuk tangan seraya berdiri. Membuatnya harus mengikuti hal yang serupa. Setelah saling berjabat tangan, mereka keluar satu persatu.

Tapi sepertinya ia masih belum bisa pulang. Karena setelah ini ia masih harus melanjutkan pekerjaannya sampai jam pulang sore nanti.

Gilang baru saja mendudukkan tubuhnya di kursi kebesarannya sebagai sekretaris Iskandar, setelah baru kembali dari toilet. Pintu ruangan Iskandar terbuka. Pria berusia lima puluh empat tahun itu keluar dengan tas kerja yang di tersampir di bahunya.

"Mau kemana, Pa?" Jika berada di sekeliling orang-orang yang menghormati ayahnya atau saat dalam keadaan formal, Gilang akan memanggil Iskandar dengan sebutan 'Pak' untuk menghormati Iskandar sebagai atasannya di kantor. Tapi jika hanya ada mereka berdua, Gilang akan memanggil ayahnya dengan sebagaimana biasanya ia memanggil. Itu perintah Iskandar.

Citra juga seperti itu saat berhadapan berdua dengan Iskandar atau bertiga bersamanya.

"Pulang. Kau tidak mau pulang?"

Gilang menunduk menatap jam tangannya yang baru saja menunjuk pukul empat sore. Sementara jam kerja mereka baru akan berakhir setengah jam lagi.

"Jangan lupa, kunci pintu ruangan Papa, ya? Papa tunggu di mobil."

Dengan sigap ia berdiri. Membereskan meja kerjanya lalu mengunci pintu laci meja kerjanya. Lalu berderap ke pintu ruangan Iskandar, menguncinya dan menyimpan anak kunci ke dalam tas kerjanya. Berbalik ikut menyusul ayahnya yang mungkin sudah berada di bawah menunggunya.

* * *

"Kelihatannya, Tante lagi bahagia banget, ya?" Adalah kalimat pertama saat Gilang baru saja memasuki ruang makan yang bersatu dengan dapur.

Dahinya berkerut kecil saat melihat Saras duduk di kursi meja makan bersebarangan dengan Kinanti. Ia tidak tahu kapan gadis itu masuk ke rumahnya. Karena sejak sampai di rumah tadi, Gilang langsung memilih membersihkan diri terlebih dulu sebelum menemui Kinanti.

"Saras, kapan datang?" Gadis itu menoleh. Melempar senyum manis untuk Gilang.

"Baru saja."

Tidak ada yang mengerti bahwa saat ini, Saras menatap tidak suka saat Gilang memilih duduk di samping Kinanti. Sebelah tangannya yang tersembunyi di bawah meja, meremas tas tangan yang terpangku di atas pahanya. Sementara tangan lainnya lagi menggenggam gawainya dengan terlalu erat.

KINANTIWhere stories live. Discover now