Limabelas

17.5K 1.3K 25
                                    

Nami berhenti dan terdiam sejenak di ambang pintu samping, menuju ke taman samping di rumahnya. Ia melihat Kinanti masih di sana, duduk di atas ayunan tak bergerak dan hanya menatap lurus pada tanaman bunga di hadapannya. Sesekali pundak gadis itu bergetar, Nami tahu kalau Kinanti habis menangis dan berusaha menyembunyikan tangisan itu dari siapapun, namun tangisan itu masih menyisakan sesenggukan yang tak dapat membohongi siapapun, termasuk dirinya.

Memutuskan mendekat, dengan sengaja Nami berdeham pelan guna menyadarkan Kinanti dari lamunannya.

Gadis itu menoleh lalu tersenyum kecil untuk menyambutnya. Senyuman yang tak sampai ke mata. Juga mata dan wajah itu yang terlihat sembab, terlihat jelas jika Kinanti sudah terlalu lama menangis di sini. Lalu Kinanti memilih menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang sembab dari tatapan Nami.

Ayunan bergerak perlahan saat Nami duduk di sampingnya. Satu piring berisi nasi goreng yang sejak tadi Nami bawa dan berada di tangan kanannya, di perlihatkan ke hadapan gadis itu.

Kinanti menatap nasi goreng dengan telur dadar serta satu sendok makan di atasnya dengan tak bersemangat.

"Kau belum sarapan. Ayo, makan." Ujar Nami saat melihat reaksi yang Kinanti tunjukkan saat menatap tak bersemangat pada nasi goreng yang ia sodorkan. Gadis itu menggeleng pelan dan kembali menunduk.

"Tadi kau bilang ingin makan nasi gorengkan? Ini mama yang masak, lho. Khusus untukmu." Nami membujuk dengan semangat.

Tadi setelah keadaan cukup tenang setelah adu mulut antara Nami dan Romian. Nami membawa menantunya itu ke teras samping, berharap melihat tanaman yang ada di taman samping rumahnya bisa menenangkan Kinanti.

Ia bertanya apa yang telah menyebabkan Gilang dan Romian semurka itu pada Kinanti. Kinanti menjawab apa saja yang sudah ia lakukan di sana. Dan jawaban gadis itu membuat Nami terdiam sejenak dan berpikir bahwa Kinanti tengah mengidam namun tak mau merepotkan siapapun.

Memang benar Kinanti sedang sangat menginginkan sarapan nasi goreng. Tapi ia tidak mau menyinggung perasaan Nami dengan mengatakan hanya ingin memakan nasi goreng putih buatan neneknya. Bukan nasi goreng buatan Nami yang pasti telah ditambahi penyedap rasa juga kecap sampai nasi goreng itu berwarna kecoklatan.

"Aku tidak lapar, Bu."

Mendengar itu, Nami menghela napas pelan. Ia menarik tangannya dan menyimpan sepiring nasi goreng itu di sudut ayunan.

"Ini sudah jam sepuluh. Kau belum memakan apapun. Kau pasti lapar."

Kinanti lagi-lagi menggeleng pelan. "Aku belum lapar, Bu. Tadikan sudah minum susu." Jelasnya mencoba meyakinkan Nami.

Segelas susu hamil hangat yang di berikan Nami setelah gadis itu menolak di ajak masuk ke dalam rumah untuk sarapan bersama. Nami memberikannya sesaat sebelum ia memulai sarapan bersama anggota keluarga lainnya. Gadis itu masih betah duduk di atas ayunan dan tak melakukan apa-apa. Bahkan setelah Iskandar dan kedua puterinya berangkat kerja bersama tak membuat gadis itu tergerak dari ayunan itu.

"Segelas susu tidak akan mampu menahan lapar, terlebih kau sedang hamil. Kalau kau tidak lapar, coba kau pikirkan bayimu. Dia pasti kelaparan. Bayi itu butuh asupan makanan lebih banyak dari yang kau pikirkan. Apa kau tidak kasihan pada anakmu?"

Nami berkata lembut. Namun bagi Kinanti yang hatinya sedang terluka menganggab bahwa wanita itu hanya mementingkan kesehatan cucunya yang merupakan anak Gilang, yang sedang bergelung hangat di dalam rahimnya. Nami tak perduli pada Kinanti, dan semua penghuni di rumah itu pun sama. Tidak ada yang perduli pada dirinya kecuali pada janin kecil yang masih berusia muda di dalam perutnya. Dan Kinanti tidak akan pernah perduli pada janin yang hadir di rahimnya akibat perbuatan Gilang. Kinanti ingin sekali saja egois.

KINANTIWhere stories live. Discover now