Delapan

16.9K 1.4K 17
                                    

"Kau pikir aku percaya, kalau cucuku yang menghamili cucumu?!" Suara penuh amarah itu menggelegar ke seluruh ruangan.

Romian, ibu kandung Iskandar Baumi, papa Gilang, yang sudah terkenal dengan sifatnya yang pemarah dan tak bersahabat berdiri dengan wajah memerah penuh amarah di depan Darsih yang juga berdiri tak jauh di hadapannya dengan kepala yang tertunduk menangis.

Nami hanya bisa terduduk lemas dan menangis dipelukan Citra, puteri ke duanya, di sofa di belakang Romian.

Dua hari yang lalu, Nami mendapat kabar dari Darsih kalau Kinanti sedang sakit dan tak bisa di tinggal. Dan hari ini, Darsih datang bersama Kinanti dan seorang gadis yang ia kenal sebagai Guru Kinanti yang sudah menganggab Darsih dan Kinanti sebagai keluarga. Darsih menghadap padanya dengan wajah pucat dan menangis, melaporkan semua yang telah putera bungsunya lakukan terhadap Kinanti.

Kabar ini terdengar seperti petir di siang bolong bagi Nami dan keluarga. Tidak mendung dan tidak hujan, tiba-tiba saja datang petir menyambar dan mengejutkan semua orang.

Siang itu masih pukul sepuluh, bertepatan dengan adanya Ibu mertuanya, Romian, sedang bersantai di halaman samping rumah dan tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Wanita berusia tujuh puluh tiga tahun itu langsung berang dan tak terima jika cucu lelaki satu-satunya di fitnah dan hendak dijadikan kambing hitam oleh orang-orang miskin yang menginginkan harta mereka.

Citra yang saat itu masih dalam cuti sakit, segera menelpon seluruh anggota keluarganya. Meminta Papanya segera pulang. Cinta masih berada di rumah sakit, belum bisa meninggalkan pekerjaannya. Sementara Gilang, ponselnya tidak dapat dihubungi.

"Ada apa ini, Mi?" Tanya Iskandar pada Ibunya saat memasuki ruang keluarga yang sudah ramai dengan suara isak tangis istri, Darsih dan Kinanti.

"Apa kau percaya dengan perkataan mereka, Kandar? Mereka memfitnah cucuku, memfitnah Gilang sudah memperkosa gadis kampungan itu?!" Berang Romian menatap puteranya dan menunjuk-nunjuk Kinanti yang berdiri di belakang Darsih. Gadis itu menangis dalam pelukan Suci.

Ke dua mata Iskandar terbelalak terkejut dengan jantung yang mencelos tak percaya. Ia menatap Ibunya tak percaya, Darsih dan Kinanti bergantian. Apa yang baru saja Ibunya katakan? Puteranya di fitnah?

"Saya tidak memfitnah. Saya bersumpah mengatakan yang sebenarnya. Gilang sudah memperkosa Kinanti. Kinanti sudah mengakui semuanya." Jelas Darsih dengan suara bergetar dan air mata yang berderai.

Iskandar hanya bisa terdiam. Memejamkan matanya sesaat untuk menghilangkan rasa sakit yang tiba-tiba saja menghantam kepalanya, lalu membukanya kembali dan melangkah mundur. Duduk di samping puterinya yang sedang menenangkan istrinya yang menangis.

"Hubungi Gilang, suruh dia pulang sekarang." Suruhnya pada Citra.

"Ponselnya tidak bisa dihubungi, Pa." Lapor Citra setelah beberapa kali menghubungi nomor adiknya namun tetap tidak tersambung.

Romian mendengkus mengejek. Wanita itu melipat tangan di depan dadanya. "Apa buktinya jika Gilanglah pelakunya?"

Darsih mendekat. Meletakkan sebuah amplop putih ke atas meja kaca kecil di hadapan Nami.

Dengan segera Nami mengambil amplop dengan segel lem yang telah terbuka itu. Di dalamnya terdapat selembar kertas dan dua tespek yang berbeda tetapi menunjukkan hasil yang sama. Membaca isi surat itu dengan seksama dan kembali menangis. Lalu menyerahkan lembaran surat itu pada suaminya.

Tak berselang lama, suara deru mobil yang memasuki pekarangan rumah membuat mereka semua menoleh ke arah pintu penghubung. Tidak ada yang tahu siapa yang akan datang. Berbeda dengan Kinanti, reaksi tubuhnya kembali gemetar ketakutan saat mendengar langkah-langkah kaki yang baginya menakutkan itu.

KINANTIKde žijí příběhy. Začni objevovat