Sebelas

15.7K 1.2K 10
                                    

Jam sebelas siang, Romian sampai di depan halaman rumah milik Darsih dengan di antarkan oleh supir pribadinya.

Kepergiannya dari rumah puteranya membawanya ke sini. Ia tidak akan bisa tidur siang dengan tenang jika masalah ini tidak terselesaikan. Selesai dalam kamus hidup seorang Romian yaitu ia harus menyingkarkan penyebab dari masalah itu untuk jauh-jauh dari hidupnya. Jika tidak bisa, ia akan mengambil langkah lain, seperti memusnahkanya mungkin?

Beberapa menit ia masih diam di dalam mobil seraya menatap ke pintu rumah yang masih tertutup rapat. Setelah berpikir sebentar, ia turun dari mobil.

Suasana terlihat sepi. Mungkin karena hari itu adalah hari Jum'at. Anak-anak kecil pasti masih berada di sekolah dan para orangtua berada di tempat kerja. Ia sedikit bisa bernapas tenang mengingat itu. Lalu mulai melangkah memasuki halaman rumah Darsih.

Beberapa kali ketukan pada daun pintu, tak kunjung membuat pintu itu terbuka. Dengan tidak sabar, Romian kembali mengetuk daun pintu itu yang kali ini dengan sedikit keras dan berulang-ulang.

Suara anak kunci yang di putar dari dalam membuat Romian menghentikan ketukannya. Lalu pintu itu terbuka secara perlahan, menampilkan Kinanti yang masih mengenakan piyama kuning bergambar Winnie the pooh.

Gadis itu terlihat terkejut saat melihat wajah Romian berdiri dihadapannya. Dan dengan tidak perduli, tanpa menunggu di suruh, Romian memasuki rumah itu.

Romian berdiri dengan angkuh di tengah ruang tamu. Wanita berusia tujuh puluh tiga tahun itu secara terang-terangan menilai dengan tatapannya pada seluruh isi rumah Darsih.

Kinanti berjalan pelan mengikuti Romian. Dan memilih berdiri di depan pintu kamarnya yang tertutup.

"Nenek sedang tidak di rumah. Lagi pergi ke
rumah tetangga yang sedang mengadakan hajatan." Jelas Kinanti memberi informasi.

"Aku ingin kau menggugurkan bayi itu."

"Bayi?" Dahinya berkerut dalam. Tidak mengerti dengan arah pembicaraan Romian yang baginya tidak nyambung.

Romian menatapnya tidak senang dengan kedua tangan terlipat di dada. Lalu matanya turun menatap perut Kinanti yang masih rata.

"Bayi yang ada di dalam perutmu, kau harus menggugurkannya. Karena bayi itu mereka memintamu untuk segera menikah dengan Gilang."

Seketika itu juga wajah Kinanti pucat pasih. Ia jelas terkejut dengan apa yang di ucapkan Romian. Menggugurkan?

Seketika ingatannya kembali menghantam. Setelah kepulangan Nami dan Cinta dari rumahnya kemarin sore, ia seakan lupa dengan apa yang telah terjadi. Dan kini ia harus di ingatkan bahwa saat ini ia tengah mengandung.

Kinanti jatuh terduduk dengan lemas. Ia menangis meratapi nasibnya. Meremas perutnya. "Aku gak mau hamil.." Ia menangis tersedu-sedu.

"Aku juga tidak ingin memiliki keturunan dari seorang gadis kotor dan tidak jelas asal-usulnya sepertimu. Kau dan ibumu sama saja, sama-sama wanita murahan." Romian menatap sinis Kinanti.

Seketika itu juga Kinanti menghentikan tangisannya saat mendengar apa yang di ucapkan Romian. Ia menatap marah Romian yang masih berdiri dengan angkuh di hadapannya. "Ibuku bukan wanita seperti itu." Baginya, tidak akan ada pengaruhnya jika mencaci dan menghina dirinya. Tetapi jangan pernah menghina keluarganya. Ia akan melawan sekuat tenaga. Bagaimanapun juga Kinanti menyayangi ibunya, walau ibunya tak pernah mau pulang ke rumah ini untuk melihatnya.

"Oh ya? Kau itu tahu apa, anak kecil?" Romian mendengkus mengejek.

"Ibumu itu seorang pelacur. Dia menjadi TKI ke Jerman dan menggoda bosnya di sana. Kau itu anak haram dari hasil perbuatan ibumu. Ibumu saja malu memiliki dirimu. Karena itu ia tidak pernah pulang ke sini untuk bertemu denganmu."

KINANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang