Duapuluh Dua

18.1K 1.5K 33
                                    

Kinanti terbangun dari tidurnya saat mendengar suara ketukan pintu. Dengan perlahan ia bangkit lalu melangkah menuju pintu yang masih di ketuk.

"Kau tidur? Kenapa pintunya di kunci?" Citra berdiri di balik pintu dan mempertanyakan keheranannya. Pasalnya, Gilang masih berada di bawah bersama teman-temannya. Sementara Kinanti, sejak jam setengah sembilan tadi sudah terlihat begitu sangat mengantuk dan terus menerus menguap sehingga membuat Nami merasa kasihan dan menyuruhnya segera beristirahat.

Ia masih tidak mengerti kenapa Kinanti mengunci pintunya sementara suaminya masih berada di luar. Apakah Kinanti masih marah karena pertengkaran siang tadi, sehingga membuatnya tidak membolehkan Gilang tidur di kamar.

"Bang Gilang yang nyuruh." Jawabnya sambil mengucek mata yang berat karena mengantuk.

Gilang tidak mau keluarganya tahu jika Kinanti tidak pernah tidur dengannya di atas kasur yang sama. Pria itu raja di dalam kamarnya sementara Kinanti hanya rakyat jelata yang tiba-tiba datang dan mengungsi ke teritorialnya. Tentu saja pria itu tidak mau ranjangnya terkontaminasi. Untuk berjaga-jaga, Gilang selalu mengunci pintunya ketika mereka akan tidur. Dan tadi, ia sudah meminta Kinanti untuk mengunci kamar jika akan tidur, tidak mau rahasianya diketahui kalau Kinanti tidur di sofa.

Kinanti merasa malu karena lawan bicaranya masih terlihat segar sementara dirinya sudah terlihat layu. "Sudah jam berapa, Kak?"

"Jam sebelas. Ayok, turun." Ajaknya.

Kinanti menggeleng pelan. Menolak ajakan kakak iparnya untuk bergabung bersama yang lainnya, yang tengah asik menikmati acara barbeque-an di halaman belakang.

Sejak jam tujuh malam tadi, tamu-tamu yang di undang mulai berdatangan. Awalnya, Nami mengadakan acara barbeque-an untuk di nikmati bersama Suami, ketiga putera dan puteri beserta Kinanti juga calon-calon menantu laki-lakinya. Berhubung Gilang sudah mengundang kedua sahabat karibnya untuk datang dan bergabung, alhasil Citra dan Cinta juga meminta sahabat dekat mereka untuk datang berkunjung. Akhirnya, Nami juga mengundang keponakan-keponakan suaminya.

Setelah tunangan Cinta datang bersamaan dengan kekasih Citra, di susul satu persatu keluarga Iskandar juga sahabat-sahabat Cinta dan Citra mulai bermunculan.

Karena merasa tidak nyaman dan tubuhnya juga sudah lelah. Kinanti menuruti Nami yang memintanya segera beristirahat sebelum nanti akan di bangunkan lagi saat jam menunjuk ke angka sebelas.

Awalnya Kinanti menolak saat pertama kali Nami menyuruhnya pergi ke kamar. Sementara Nami menyiapkan segala jenis bumbu dapur untuk acara barbeque-an hanya di bantu oleh kedua puteri, beberapa keponakan dan sahabat-sahabat Citra dan Cinta. Ia merasa tidak enak hati meninggalkan dapur. Namun, saat merasakan beberapa teman Citra dan Cinta yang terus mencuri pandang padanya, terutama pada perutnya yang tersembunyi di balik piyama yang mengembang di bagian perut membuat Kinanti mulai merasa tidak nyaman, segera mengiyakan begitu Nami memintanya lagi untuk pergi tidur.

"Aku di kamar aja ya, Kak?" Kinanti menatap Citra memohon.

Penolakan Kinanti membuat jantung Citra terasa tercubit. Ia tahu Kinanti malu dengan keadaannya yang saat ini tengah hamil, sementara usianya masih terlalu muda. Ia juga merasa tidak enak hati pada Kinanti, karena tadi saat salah seorang sahabatnya bertanya mengenai status Kinanti, dengan tersenyum manis Kinanti mengaku sebagai salah seorang sepupu jauh Citra. Status yang selalu di sebut oleh Gilang saat seseorang bertanya mengenai status Kinanti.

"Mama yang memintamu turun."

Kinanti terdiam sejenak seolah tengah berpikir. Memahami keengganan Kinanti, Citra memilih memasuki kamar. "Kau punya sweater besar?"

KINANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang