Dua Puluh Empat

19.6K 1.7K 59
                                    

Kinanti menutup pintu kamar dengan perlahan dan hati-hati tanpa sedikitpun menimbulkan suara, karena takut mengganggu si pemilik sah kamar itu. Karena, seperti biasa dan yang selalu terjadi beberapa kali, Gilang selalu marah padanya ketika ia melakukan sesuatu. Bahkan mendengar suara pancuran air shower yang mengalir saat Kinanti mandi saja, ia akan dimarahi habis-habisan oleh pria itu.

Kinanti sadar Gilang sangat membencinya. Dan dengan melakukan itu merupakan salah satu cara Gilang membuat Kinanti tertekan berada di rumah ini. Karena itu juga, saat makan malam tadi, Kinanti berusaha memberanikan diri berbicara dengan keluarga Baumi bahwa ia ingin segera angkat kaki dari rumah ini.

Belum sempat ia memutar anak kunci untuk mengunci pintu, Kinanti di kejutkan dengan suara Gilang yang terdengar datar dan menakutkan. Membuatnya berbalik seketika dengan raut wajah penuh keterkejutan luar biasa. Mendapati pria itu duduk tegap di tepi ranjangnya, seolah sudah menunggunya masuk ke kamar sejak beberapa jam yang lalu. Menatapnya marah tanpa tahu kesalahan apa yang kali ini telah ia perbuat.

Kinanti berpikir cepat saat melihat tatapan Gilang padanya. Apa yang sudah ia perbuat? sampai pria itu menatapnya dengan tatapan yang terlihat begitu mengintimidasi. Amarah yang tergambar jelas dari raut wajahnya, bahkan di mata itu terlihat seperti api yang berkobar-kobar siap melahapnya hidup-hidup.

Jika pria itu marah padanya karena Iskandar tidak memberinya izin pergi meninggalkan negara ini, itu bukan salah Kinanti, kan? Kinanti tidak pernah menyuruh Gilang angkat kaki dari rumahnya sendiri jika tidak nyaman dengan kehadirannya. Ia yang akan pergi, karena bagaimana pun, ia hanya orang asing di rumah ini.

Melihat tatapan itu, seketika itu juga rasa trauma kembali menghantamnya. Kedua tangan Kinanti mulai terasa bergetar dan dengan segera ia membuang tatapannya. Hendak berbalik dan keluar dari kamar itu untuk menyelamatkan diri, urung saat pertanyaan yang sama kembali di lemparkan padanya. Namun kali ini terdengar dengan nada yang cukup tinggi.

"Apa yang sudah kau katakan pada keluargaku?!"

Suara ranjang berderit kecil, juga suara langkah kaki yang mendekat membuat Kinanti sama sekali tidak berani berbalik ataupun melangkah sedikitpun dari tempatnya berpijak. Gadis itu ingin sekali melarikan diri dari tatapan Gilang yang menakutkan, tapi kakinya terasa bagai di paku ke lantai hingga kaku dan tak mampu bergerak.

"Apa kau tidak punya sopan, hah?! Aku sedang bicara padamu!" Bentakan Gilang membuat gadis itu terlonjak kaget. Lalu tarikan kuat Kinanti rasakan di lengan kirinya. Pria itu menariknya kasar dan mendorongnya ke sofa.

Gerakan yang begitu tiba-tiba di lakukan Gilang, membuat Kinanti yang tidak siap jatuh tersungkur ke sofa yang telah menjadi tempat tidurnya sejak beberapa bulan ini. Kedua lututnya terasa nyeri saat mendarat di lantai yang dingin sementara perutnya yang sudah membesar menghantam dudukan sofa, membuat Kinanti meringis saat nyeri terasa berasal dari sana.

Pria itu bergerak mendekat, membalik tubuh Kinanti menghadapnya. Membungkuk tepat di atasnya dengan tangan kanan menekan bahu kiri Kinanti dan sebelah tangan yang lain mencengkram rahang gadis itu dengan erat. Sampai bibir gadis mengerucut dengan paksa. "Apa yang sudah kau katakan pada keluargaku?! Kau telah menghasut keluargaku, kan!!"

Gadis itu menggeleng panik, menatap penuh teror wajah Gilang yang sudah memerah.

"Jangan bohong!"

Plak!

Tamparan di pipi kanannya membuat kepala Kinanti tertoleh ke kiri. Apa yang ia lihat menjadi berputar-putar dan titik pandangannya menjadi tidak fokus.

"Sakit." Air mata sudah tak bisa ia bendung lagi saat perlakuan pria itu terlalu menyakiti fisiknya.

"Kau akan mendapatkan hal yang jauh lebih sakit dari pada ini jika kau tidak mau menuruti kata-kataku," Gilang menjambak rambut Kinanti, membawa wajah itu menatapnya. "Dengar, aku tidak mau melihatmu lagi di rumah ini! Dan segera setelah bayi itu lahir, kita akan bercerai. Bayi itu akan dibesarkan oleh keluargaku, darah haram di dalam dirimu tidak pantas membesarkan anak keturanan Baumi."

KINANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang