Dua Puluh Tujuh

22.1K 1.6K 20
                                    

"Kinanti,"

Gadis itu mencoba bangkit, mendudukkan tubuhnya di tengah ranjang. Lalu menoleh ke pintu saat mendengar suara seseorang yang tidak asing di telinganya.

Di depan pintu kamarnya yang terbuka, berdiri dua orang sahabat baiknya yang saling bersisian. Melihat kedua mata Yanti yang berkaca-kaca saat menatapnya, membuat netra Kinanti juga ikut berkaca-kaca dan segenap perasaan rindu langsung merebak dan berkembang.

"Yanti?" Bisiknya lirih. Mendengar itu, Yanti segera berlari dan memeluk sahabat yang sudah sangat ia rindukan

"Aku rindu sekali padamu." Lirih Yanti sambil terisak. Kinanti mengangguk di dalam dekapan hangat Yanti.

"Cengeng." Cibir Kevin seraya duduk di sisi ranjang Kinanti. Membuat kedua gadis itu saling melepaskan pelukan dengan tersenyum malu.

"Iss! Kau ini." Ujar Yanti jengkel.

Setelah ketiga sahabat itu saling melepaskan rindu. Keadaan sepi dan hening seketika. Di atas meja belajar Kinanti, sudah tersedia dua gelas es teh manis dan satu toples cemilan kripik singkong yang di hidangkan oleh Kinanti. Yanti duduk di hadapan Kinanti, di atas kursi meja belajar. Perlahan menjulurkan kedua tangannya untuk mengambil dua gelas es teh manis. Satu untuknya, sementara satunya lagi ia berikan pada Kevin yang duduk di tepi ranjang di samping Kinanti.

"Aku baru tahu tadi, kalau kau sudah kembali ke rumah ini sejak dua minggu lalu. Maaf, ya?" Kinanti mengangguk pelan.

Sudah dua minggu berlalu. Sejak kepulangannya dari rumah sakit, Kinanti semakin menyembunyikan dirinya di dalam kamar. Selain karena Cinta menyarankan agar Kinanti badrest total. Kinanti juga enggan menampakkan diri ke luar rumah. Ia malu.

Setiap hari yang ia lakukan hanya diam, melamun, dan ujung-ujungnya menangis. Darsih sampai tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghibur cucunya.

Jika tidak sibuk, Suci akan datang setiap sore ketika telah selesai mengajar di sekolah. Mengajarinya belajar dengan mata pelajaran yang sama yang ia ajarkan di sekolah, lalu menemani sampai waktunya Kinanti tidur. Dengan begitu, Suci berharap agar Kinanti tidak semakin jatuh terpuruk. Gadis itu harus tahu bahwa ia memiliki orang-orang yang sangat sayang dan peduli padanya.

Selain Suci, Nami juga selalu mengusahakan dirinya agar selalu datang melihat keadaan Kinanti. Jika tidak bersama supirnya, Nami akan datang bersama Cinta atau Gilang yang tidak pernah Kinanti perdulikan.

Selain melihat keadaan menantunya, Nami juga mengantarkan beberapa perlengkapan bayi. Seperti perlengkapan pakaian bayi dan ibu, berhubung kandungan Kinanti sudah akan memasuki bulan ke delapan. Dengan senang hati ia akan datang setiap hari. Belakangan ini ia sering membawa Gilang, walau pria itu tidak pernah di anggab ada oleh menantunya. Setidaknya maksud hati Nami tersampaikan pada Gilang, agar puteranya itu menyadari bahwa Kinanti semakin terpuruk dengan semua perbuatan yang pernah puteranya itu lakukan.

Setiap hari, ada saja yang di bawa Nami untuk memenuhi perlengkapan kelahiran cucu pertamanya. Seperti perlengkapan tidur bayi, perlengkapan mandi, satu set perlengkapan kebersihan bayi. Bahkan Nami juga sudah membeli stroller dan satu set alat pompa asi.

Menyadari tatapan Yanti yang terarah ke perutnya yang besar, Kinanti mencoba memperbaiki selimut yang tadi menutupi sampai ke dada kini merosot jatuh ke paha. Perlahan menarik selimut itu kembali ke dada agar semakin menyembunyikan perutnya. Pergerakan itu di perhatikan oleh Kevin yang hanya diam.

"Nenek bilang kau sudah menikah." Itu adalah pernyataan. Yang bisa Kinanti lakukan hanya meremas sprai yang ada di sisi tubuhnya. Ia tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa. "Kenapa kau tidak pernah memberitahuku, kalau selama ini kau di perlakukan tidak baik oleh pria itu?"

KINANTIWhere stories live. Discover now