6. Laut

349K 47.4K 38.6K
                                    

FOLLOW IG AKU: alaiaesthetic & radenchedid (cadangan). Biar engga ketinggalan info tentang ceritaku! 🤍

 Biar engga ketinggalan info tentang ceritaku! 🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

6. Laut

Ruang keluarga diisi oleh Ragas dan Bunda yang asik menyaksikan acara hiburan. Sudah ke sekian kali Ragas terbahak keras, sampai mukanya berubah jadi merah.

Ketika iklan muncul, Ragas mulai murung lagi. Dia mencak-mencak karena masih tak terima ditinggal Langit.

"Langit beneran lagi bulan madu, Bun?" celetuk Ragas, mengingat isi chat adiknya.

"Hah?" Bunda menoleh cepat ke arah Ragas.

Ragas menahan tawa, dia belagak serius ketika membahas ini dengan Bunda. Ia melanjutkan, "Iya, Bun. Langit bilang ga mau pulang soalnya lagi bulan madu."

"Ah, itu mah bercanda aja." Bunda menepuk paha Ragas.

Seketika Ragas mengaduh keras karena luka di lututnya ikut bergetar akibat tepukan Bunda. "DEMI ALLAH, BUNDA, SAKIT PISAN."

Bunda ikutan kaget. "Bunda lupa! Ya Allah, kesian Agas...."

Kelihatan jelas Bunda ngilu melihat luka-luka yang bergerayang di kaki Ragas. Beliau benar-benar lupa, atau lebih tepatnya Bunda refleks menepak paha Ragas karena gemas pada anak sulungnya itu.

"Aduh, sakit Bun...," eluh Ragas, mulai berdramatisir. "Aduuh, Agas ga kuat."

Bunda khawatir sekali. "Rebahan di kamar aja ya? Ayo, Bunda bantuin jalan."

"Ga usah, Bun, Ragas pengen anu aja." Ragas berkata.

"Anu apa, Gas?" tanya Bunda, tidak paham. "Mau makan? Mau Bunda bikinin apa?"

Ragas menggeleng. "Bukan, Bun."

"Terus apa atuh?" Bunda menatap sang anak.

"Suruh Langit pulang, Bun," ujar Ragas, memelas.

Bunda akhirnya mengerti maksud kedramatisan Ragas. Anak itu hanya ingin Langit kembali ke rumah karena mereka berdua bagai bikini —alias harus selalu bersama.

"Kan kamu yang bilang sendiri, Langit lagi bulan madu. Berarti ga bisa diganggu, kan?" Bunda menggoda Ragas.

Ragas berdecak. "Males ah. Ngeselin dia, Bun."

"Ngeselin tapi dicari mulu," ledek Bunda.

"Nggak mulu tuh." Ragas menyahut, dia pundung lagi.

Bunda terkekeh, merasa lucu bila Ragas sedang seperti ini. "Makanya jangan balapan mulu. Kalo kena batunya jadi ga bisa ke mana-mana kan?"

"Ah, Bunda."

"Bunda serius, lho. Kurang-kurangin kebisaan kamu itu. Berenti pelan-pelan." Bunda berucap dan Ragas pastinya mengerti 'kebiasaan' yang dimaksud.

Ragas sendiri tidak tau apakah dia bisa menuruti permintaan Bunda. Karena sejak dulu mabuk dan balapan sudah menjadi makanan sehari-hari Ragas.

ALAÏA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang