18. Lensa

312K 36.4K 33.1K
                                    

FOLLOW INSTAGRAM AKU: alaiaesthetic & radenchedid (cadangan). Biar engga ketinggalan info tentang ceritaku! 🤍

 Biar engga ketinggalan info tentang ceritaku! 🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

18. Lensa

Kai belajar dari masa lalu agar tidak terjadi celaka lagi di tengah laut. Dia membawa berbagai alat pengaman untuk melindungi diri dan mencegah terjadinya karam.

Senyum Kai mengembang lebar sambil memandang laut di hadapannya. Dia merasa cukup tenang karena gelombang air tidak begitu besar, juga langit sangatlah cerah.

"Lo yang nyelem ya, To," celetuk Kai pada Zito.

Zito menoleh. "Katanya lo yang mau turun."

Kai menggeleng. "Ga jadi. Lo aja lah."

Kebiasaan buruk Kai adalah ini. Dia plin-plan dan tidak konsisten pada suatu pilihan. Kai juga suka memerintah sesuka hati tanpa berpikir panjang tentang hal tersebut.

Zito berada di sini pun karena Kai yang memohon-mohon padanya. Kai memelas di hadapan Zito, bahkan berkata bahwa hanya Zito satu-satunya teman yang dia punya.

Sebagai kerabat dekat Kai, tentu Zito tidak tega menolak permintaannya. Apalagi tujuan Kai berlayar untuk mencari Alaia yang Kai bilang terseret ombak.

"Kai, beneran kan Alaia ada di sini?" Zito bertanya, matanya mengarah ke laut yang sunyi sepi.

"Bener! Dia pasti di sekitar sini. Kalopun dia mati di laut, gue tetep mau bawa dia pulang! Siapa tau mayatnya masih ada." Kai menjawab penuh semangat.

"Udah gila," gumam Zito, suaranya sama sekali tak didengar Kai.

"Alaia udah ditolong warga sini kali!" seru Zito lagi.

Kai terdiam mendengar ucapan Zito. Dia berpikir sebentar. Kata-kata Zito membuatnya dilema lagi. Apakah mungkin Alaia telah diselamatkan warga sekitar pantai?

"EH, HIU!" Kai tiba-tiba teriak, agaknya terkejut melihat hiu besar mendekat ke kapal.

Zito yang berposisi di balik stir mencoba tenang dan tidak terpancing panik seperti Kai. "Biarin, dia cuma lewat," ujar Zito dengan pembawaannya yang kalem.

"Gede banget! Enak tuh dijual," ceplos Kai.

"Ga usah macem-macem." Zito menegur.

Kai mengamati pergerakan hiu yang mulai menjauh dari kapal, juga siripnya perlahan menghilang karena dia berenang ke bawah. Senyum Kai kembali merekah dengan pikiran jahat yang mutar-mutar di benaknya.

"Kayaknya gue mau bikin bisnis baru, To!" Kai melirik temannya itu.

"Apaan?" Zito bertanya, meski dia sudah paham ke mana pikiran Kai mengarah.

"Jual hiu! Pasti gue langsung kaya," kekeh Kai.

Zito menentang tanpa ragu. "Gue ga setuju!"

"Tapi gue setuju!" Kai membalas. "Gue bakal sewa kapal lain yang lebih gede buat nangkep hiu. Sekalian gue bayar orang-orang yang jago mancing!"

ALAÏA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang