13 | Terlalu Suka

34.9K 1.9K 46
                                    

CALIX :

Gayatri memergoki ku sedang berciuman. Sontak aku langsung menyuruh wanita yang bersamaku untuk berdiri dari pangkuan ku. Sebelum Gayatri semakin salah paham, aku ingin menjelaskan semuanya.

"Calix, siapa dia?" tanya wanita yang baru saja mencium ku ini. Tangannya bergelantungan manja di lenganku. Aku menepis tangannya, "Dia— sudahlah... Kau pergilah."

Sepertinya dia sudah sangat kecewa kepadaku. Sebelum aku bisa menjelaskan semuanya, Gayatri sudah pergi. Berlari keluar rumah dengan menahan tangisannya. Lalu hujan turun dengan derasnya. Seakan menyertai amarah dan tangisnya.

Kau salah paham Gayatri.

Soto yang dia belikan untukku telah mengotori lantai. Membuat ku semakin merasa lebih bersalah kepadanya.

Aku teringat kejadian tadi siang. Kepalaku terasa pusing tiba-tiba. Kenapa jadi begini?!

"Uang kuliahmu semester ini sudah aku bayar. Jangan pernah minta uang lagi sama ayahmu. Sekarang kau sudah menjadi tanggung jawabku." Ucapku kepada Gayatri sebelum dia benar-benar pergi. Dia tidak menjawab ucapan ku, hanya mengangguk dan pergi begitu saja.

Namun tidak berselang lama pintu kembali terbuka. Menampakkan sosok Gayatri yang terengah-engah sehabis berlari. Dia mendekati ku. Mencondongkan tubuhnya kepadaku.

Bibirnya mencium pipiku lembut. "Aku jadi makin cinta sama Abang," setelah itu dia pergi lagi. Meninggalkan ku yang masih diam terpaku. Dia berani-beraninya mencium pipiku.

Beberapa menit setelah kepergian Gayatri dari ruangan ku, aku mendapatkan nomor telepon yang tidak aku kenal. Ingin aku mengangkatnya, namun aku sudah harus mengajar kembali. Aku hiraukan telepon dari nomor itu.

Nomor telepon itu terus menghubungi ku. Aku semakin geram. Karena orang ini mengganggu kelas ku yang tenang dan damai. Aku matikan handphone sampai pembelajaran usai.

Pembelajaran selesai aku segera pulang ke rumah, berjalan menuju tempat parkir. Namun tanganku ditahan oleh seseorang. Aku menoleh kepadanya.

Dia adalah "Elisa..."

"Halo, Calix. Kenapa kau tidak mengangkat telepon dariku?! Aku sampai harus menyusul mu ke kampus."

Bagaimana dia bisa ada disini?
Terakhir ku dengar kabar, dia sudah menikah dan bersama dengan suaminya ke Jerman. Elisa Caroline. Teman dekatku waktu sekolah menengah dulu.

"Calix! Kau melamun apa?" Elisa melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku.

"Hah?"

"Kau tidak berubah sejak dulu, Calix. Suka banget melamun. Kau masih ingat aku kan?" Tanya Elisa. Tentu, aku mengingat mu.

Aku mengangguk. Elisa tiba-tiba langsung memelukku erat. "Aku merindukanmu, Calix."

***

AYA :

Hujan turun dengan derasnya. Buat gue harus mencari tempat berteduh. Walaupun percuma sih, badan gue udah basah banget. Gue berteduh didepan toko kelontong yang udah tutup, karena udah hampir malem.

Gue duduk didepan teras toko. Memeluk tubuh gue sendiri. Mencoba menetralisir rasa dingin nya. Gue udah nggak nangis lagi. Toh, buat apa nangis. Belum tentu Abang Calix selingkuh. Mungkin aja dia dihasut sama itu Tante girang. Gue harus berpikiran positif sama Abang Calix. Kunci hubungan tetap langgeng itu adalah rasa saling percaya. Pasti Abang Calix khilaf. Nggak mungkin dia juga mau dicium! Nggak mungkin!

Positive thinking...

Gue nggak bisa marah sama Abang Calix lebih dari lima menit. Hati gue langsung luluh gitu aja, kalo keinget sama senyum manis dia. Apalagi pas gue cium pipi dia tadi siang. Beuh! Gila gue. Main nyosor aja. Tapi gue suka.

Udaranya semakin dingin. Hujan juga makin deres. Membuat gue jadi makin kedinginan. Jantung gue juga berdegup lebih kencang dari biasanya. Gue nggak bisa pulang nembus hujan. Nanti gue sakit, siapa yang masak buat Abang Calix? Siapa yang nyiapin kebutuhan dia, kalo bukan gue.

Emang gue itu tolol pakek banget. Gue menyadarinya. Udah tau disakitin berkali-kali, tetep aja masih cinta sama Abang Calix. Gue udah terlalu suka sama dia. Nggak akan bisa pindah ke lain hati.

Tapi, sampai kapan gue bakal sabar sama Abang Calix?

***

Akhirnya malaikat pelindung ku datang juga. Bukan Abang Calix, tapi Abang Hasan. Suatu kebetulan Abang Hasan melewati jalan yang gue lalui sekarang. Sepertinya naluri Abang Hasan sebagai seorang kakak sangat kuat. Abang Hasan memang, berbeda dari Abang kembar gue. Dia lebih perhatian dan sayang sama gue.

Abang Hasan langsung gendong tubuh gue masuk kedalam mobil. Tubuh gue udah dingin banget. Putih pucet menggigil kedinginan. "YA AMPUN! AYA! LO KENAPA?!"

Gue menggeleng lemah. "Aya baik kok. Cuma kedinginan. Jangan alay deh bang,"

"TERUS DIMANA SUAMI LO, AYA! KENAPA BISA SAMPEK KEDINGINAN KAYA GINI?! UNTUNG AJA ABANG LEWAT JALAN SINI!" Abang Hasan udah marah banget sampek ubun-ubun. Gue nggak bisa bilang kalau gue lagi kabur dari rumah. Biarin lah, urusan rumah tangga gue, gue aja yang atur.

"Aya nggak kenapa-kenapa. Sekarang ayo pulang!" desak gue. Gue nggak pengen ditanya-tanya lagi sama Abang Hasan. Gue pura-pura tidur, walaupun sebenernya pikiran gue udah melayang-layang di angkasa. Gue kepikiran sama Abang Calix. Tapi gue nggak mau pulang.

"Bang Hasan."

"Hemmm"

"Pulang ke rumah ayah, ya. Aya kangen ayah," Ucap gue. Abang Hasan cuma ngangguk sambil matiin AC mobil. Kenapa nggak dari tadi matiinnya BAMBANG! Udah makin dingin, baru dimatiin. Untung kakak kesayangan.

"Tapi dirumah ayah nggak ada vitamin lo."

"Tenang aja, gue udah nyetok vitamin kok." Abang Hasan mengangguk. Gue mengalihkan pandangan gue ke jalanan yang hampir banjir karena volume air makin tinggi.

Semoga nggak banjir ya. Nanti kalo Abang Calix nggak bisa nyusul aku ke rumah ayah, karena terhambat banjir.

 Nanti kalo Abang Calix nggak bisa nyusul aku ke rumah ayah, karena terhambat banjir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🧡🧡🧡

Elisa Caroline, Bagaimana Menurut kalian?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elisa Caroline, Bagaimana Menurut kalian?

Annoying Little Wife [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang