42. Spekulasi atau inspirasi, itu gak penting buat gue!

22 3 0
                                    

"Akan ada saatnya gue nyerah, tapi gak sekarang. Gue juga masih butuh waktu buat mikir."

-Kimberly Leona-

Happy Reading guys...

*****

Setiap langkah 'pasti' yang manusia tempuh di dunia ini, semuanya akan berakhir dalam dua bentuk. Entah itu kepastian dan kepuasan dalam setiap langkahnya, atau bahkan keraguan yang berlandaskan akan ketidak puasan. Semuanya kembali lagi pada makhluk yang menjalani kehidupannya.

Dilema salah satunya.

Kim tahu bahwa dirinya tengah berada di antaranya. Jika dia bergeser sedikit saja, maka akan terjadi sesuatu yang mungkin akan menghancurkannya. Tapi jika dia hanya diam ditengah-tengah itu, maka dia juga tidak akan bisa terbebas dari masalahnya.

Kim lelah. Dia ingin mengakhiri kerumitan yang tengah dia hadapi. Tapi dia juga masih memiliki harapan untuk tidak mengakhirinya tanpa alasan yang jelas. Dia butuh bukti kuat. Tapi dimana dia bisa mendapatkan bukti itu? Pelik, rumit, rancu, dan semacamnya yang sekarang terus menerus Kim hasilkan. Tidak ada titik temu dan tidak ada titik terang baginya untuk bergerak dari posisi itu. Menyebalkan!

"Kim!"

Kim menghela napas sebentar. Dia bangkit dari posisi terlentangnya dan berjalan malas ke arah pintu dengan masih mengenakan pakaian sekolahnya lengkap dengan sepatu yang masih melekat di kakinya.

"Kim, ada temen kamu dibawah. Temuin dulu sana, Bunda mau bikin minum dulu buat temen kamu." Jelas Ratna sambil melihat putrinya yang terlihat sangat kacau akhir-akhir ini.

Kim melenggang mengarah ruang tamu tanpa menyahut atau membalas perkataan Ratna. Ratna yang masih terpaku ditempat merasa sedikit tersentil hatinya. Bahwasanya putri angkatnya itu kini tidak lagi memperlakukannya selayaknya seorang ibu. Hingga tanpa sadar, bulir bening jatuh dari pelupuk matanya. Ratna cepat-cepat menghapuskan jejak air matanya dan langsung bergegas ke dapur.

Diruang tamu ada Rendra yang tengah mengobrol dengan tamu yang kata Ratna itu temannya Kim. Kim mendekati Rendra dan menatapnya sekilas.

"Joe kita ke samping aja," ucap Kim tanpa melihat pria paruh baya yang masih duduk manis disana.

"Om, saya ke sana ya." Ujar Joe sopan.

"Iya, silahkan." Balas Rendra.

Kim pergi dari sana dengan langkah cepat tanpa memperdulikan tatapan Rendra kepadanya. Rendra terlihat sedih saat melihat sikap Kim yang dingin terhadapnya. Apa ini sebagian dari adzab yang Tuhan kasih padanya? Karena selama ini dia tidak jujur kepada Kim tentang orang tua kandungnya.

*****

"Sebenarnya loe serius gak sih Kim sama masalah loe ini?" Tanya Joe yang meragukan keyakinan Kim.

"Gue juga gak tau Joe, gue bingung kudu ngapain. Gue juga gak mau terus-terusan kek gini. Nyiksa gue banget." Celoteh Kim sambil menatap kosong langit yang hampir gelap.

"Terus mau loe gimana? Gue sebagai sahabat loe juga bingung kudu ngapain," Joe terdiam sambil menatap Kim dari arah samping, "Ando udah tau masalah ini?" Tanya Joe lagi.

"Dia hanya pemeran yang gak diperluin dimasalah gue Joe, jadi gue minta tolong jangan libatin dia dalam masalah ini." Pinta Kim datar.

"Terus sekarang loe mau ngapain? Gak mungkin kan loe giniin orang tua angkat loe?"

"Ya gue kudu gimana lagi? Gue bener-bener muak sama sandiwara yang mereka pertontonkan ke gue semala tujuh belas tahun ini."

"Gini cara loe balas rasa terimakasih ke mereka? Heh Kim, gue kenal loe gak sehari dua hari ya, gue tau loe nggak sampe segitunya. Loe cuma terlalu egois. Ego loe lebih gede daripada rasa peduli loe itu." Ujar Joe menohok perasaan Kim sampai ke ulu hati.

"Satu sisi gue sayang sama mereka Joe. Tapi, disisi lain gue benci sama mereka yang gak jujur sama gue." Balas Kim dengan raut wajah kelamnya.

"Kalo udah kayak gini gue gak bisa ngapa-ngapain Kim, gue gak berhak ikut campur dalam masalah loe ini sebenarnya. Gue takut-"

"Maaf Joe, gue udah libatin loe dalam masalah gue ini." Ucap Kim dengan nada sedikit bergetar.

Joe yang melihat raut wajah Kim yang gelap dan mendung langsung menariknya kedalam dekapannya. Berusaha menenangkan hatinya yang tengah berkecamuk. Dalam sekejap, tubuh Kim berguncang hebat. Dia menangis.

Yang Joe tau selama ini, Kim tidak pernah menangis. Dia gadis yang paling sulit untuk menangis. Tapi hari ini, Kim lost control. Dia meledak. Sekarang Joe paham. Sekuat apapun seseorang menahan emosinya, semua itu akan runtuh juga pada akhirnya.

"Gak apa-apa, loe bisa nangis sepuas yang loe mau Kim. Gak apa-apa loe keluarin aja, biar semuanya terasa sedikit ringan." Ucap Joe sambil mengelus surai Kim, hingga membuat suara isak tangis Kim semakin keras terdengar.

Dari kejauhan, terlihat Ando yang tengah memperhatikan mereka berdua dengan tatapan bersalah, iba, dan entahlah.

Sekarang Ando sadar, bahwa sebenarnya dirinya tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan Kim yang sangat jauh dari kata bahagia.

"Maaf Kim, gue belum bisa mengerti dan tahu semua kehidupan loe yang sesungguhnya. Gue sahabat yang payah!" Rutuk Ando sambil menatap sedih punggung Joe yang menutupi hampir seluruh tubuh mungil Kim.

Ando pergi dari sana tepat saat Kim melepaskan pelukannya dari dada Joe. Wajahnya tampak kacau dengan mata dan hidung yang memerah, pipi yang masih basah, dan jangan lupakan ingus Kim yang hampir keluar. Cantik-cantik kok jorok?

"Gimana? Mendingan?" Tanya Joe yang tanpa sadar bajunya penuh dengan cairan lengket yang berasal dari Kim.

"Makasih Joe," ujar Kim hampir tertawa.

"Heh! Loe kenapa? Kok baju gue ba-" Joe terkejut melihat kelakuan Kim, "ingus loe kemana-mana ini Kim! Ya Tuhan! Punya sahabat ga ada akhlak banget sih!" Rutuk Joe kesal melihat bajunya lengket.

"Hahaha! Maaf-maaf, gue sengaja." Ujar Kim yang masih menyisakan sedikit suara seraknya akibat menangis.

"Ingus loe sengaja!" Rutuk Joe kesal setengah mati dengan makhluk model Kim ini.

"Buka baju loe," ucap Kim spontan.

"Heh? Loe mo nelanjangin gue? Yang bener aja Kim, gue masih normal."

"Siapa juga yang mo nelanjangin loe? Ge'er abis loe curut! Hahaha!"

"Gak tau balas budi banget loe sama gue,"

"Udah cepet lepas baju loe, loe pake baju punya Ando aja."

"Iyaiyaiya ibu tiri,"

"Maaf-maaf aja nih, gue gak pernah nikah sama bapak loe Joe,"

"Sekarep mu Cok! Sekarep mu!" Rutuk Joe sambil berjalan meninggalkan Kim sendirian disana.

"Joe!" Teriak Kim lagi

"Opo meneh?"

"Resleting loe kebuka njir, untuk gak nongol tuh burung. Hahaha!"

"Somplak! Gue udah gak suci lagi ya Tuhan!" Seru Joe memohon sambil menengadahkan tangannya ke atas.

"Endas mu suci! Laptop gue isinya gitu semua gegara loe pinjem Joe," sungut Kim.

"Hehehe, khilaf gue Kim elah." Ujar Joe sambil cengengesan.

Joe sudah berada diambang pintu, lalu berbalik lagi dengan badan yang sepenuhnya telanjang dada itu.

"Kim, agaknya loe butuh inspirasi deh." Seru Joe dari seberang sana.

"Spekulasi atau inspirasi, itu gak penting buat gue. Jadi, mending loe ke kamar Ando ganti baju, apa mau gue ceburin sekalian ke kolam?" Gertak Kim dan langsung saja Joe ngacir meninggalkan Kim.

*****

Segini dulu ya, lagi belum nemu klimaks nya nih, rada susah.

Moga aja cepet nemu ya, aamiin...
Thx u buat kalian yang setia sama cerita abstrak ku ini

Vote'n comment don't forget ya
See u next part....😘

Aku, Kamu & Mimpi (On Going)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang