🦋 02 || Sindrom

1.3K 183 20
                                    

"Basi," celetuk Aliya. Suasana langsung menjadi hening. Arka terkekeh garing, sementara Kaisha dan Laksa hanya terdiam menatap Arka bodoh.

"Oke." Aliya beranjak dari tempatnya. "Terimakasih, gue harap lo semua bisa jadi penerus bangsa yang berharga!" Mereka semua keluar. Bersamaan dengan itu, suara nyaring yang kerap disapa suara bel itu menusuk gendang telinga.

Aruna bersorak senang. Cewek itu langsung menarik tangan Mocca. Berniat untuk mengajak temannya itu jajan di kantin. Mocca terjengkang, ia sedikit kaget dengan pergerakan Aruna.

Pasrah.

Terserah Aruna. Mocca tidak akan perduli. Kaki-kaki mereka terhenti. Mocca lantas melihat Aruna, gadis itu kini sedang berbicara dengan seseorang. Mata Mocca langsung menyipit, berusaha mengingat siapakah orang yang sekarang membuat Aruna terkekeh.

Laksamana Putra Arundaya.

A-aruna ... dekat dengan Laksa? Tap-tapi, itu tidak boleh terjadi! "Ayo, buruan!" Mocca mengambil alih. Kini, ia yang menarik lengan Aruna. Sementara, cewek itu hanya mengumpat pelan.

"Ih, Mocca!" Aruna mendengkus.

"Apa?"

Aruna melotot. "Tau lagi ngobrol, malah ditarik! Sakit tau!"

"Lah, lo pikir gue tiap hari lo tarik-tarikin gak sakit? Hoh! Gue laper, makanya buru-buru," balas Mocca.

Aruna memanyunkan mulutnya. Cewek itu duduk di samping Mocca yang kini begitu asik berbicara dengan mang Ujang. "Mang, harga bakso di sini kok gak turun-turun?"

Mang Ujang terkekeh. "Atuh, kalo turun saya mau makan apa? Kan sekarang serba mahal neng."

Aruna memerhatikan. Dibanding dengan dirinya, Mocca lebih mudah berinteraksi dengan orang lain. Sementara Aruna masih terlalu malu untuk berinteraksi dengan yang lain.

"Eh, Na!" selepas mang Ujang pergi. Mocca langsung membuka pembicaran. "Hah?" beo Aruna.

"Lo, deket ama si Laksa?" Mocca bertanya.

Aruna terdiam. Bukan, gadis itu bukannya terkejut dengan pertanyaan Mocca. Tapi, Aruna sedang mengingat-ingat siapa yang bernama 'Laksa' itu. "Laksa?"

"Iya, yang tadi ngobrol di sana." Mocca menunjuk ke arah koridor sekolah.

Aruna mengangguk. "Oh, itu kakak kelas yang waktu itu benerin sepatu Arun," jawab Aruna enteng.

"Lo gak tau gosip tentang dia?" Aruna memicingkan matanya. Gosip? Astaga, ia hampir lupa bahwa Mocca adalah ratu gosip di CHS.

"Gosip apa?" Tanya Aruna.

Mocca menyeruput es teh nya. "Gosip kalo Laksa itu pengidap sindrom." Aruna tersentak. Sindrom? Tetapi sindrom apa? Dilihat dari semua pergerakan Laksa, cowok itu nampak baik-baik saja.

"Sindrom apa?" Mocca menggigit bibirnya. Mata cewek itu langsung menatap langit. Mencoba mengingat jawaban dari pertanyaan Aruna.

"Alien hand," celetuk Mocca tiba-tiba. Lagi dan lagi, Aruna terkejut karnanya. "Masa, sih? Ah, paling fitnah doang!" tepis Aruna.

"Wosh! Lo ngeraguin akurat atau enggaknya gosip yang gue sebarin?" Mocca kembali menyeruput teh nya. "Nih, ya. Walaupun gue tukang gosip, tapi gosip yang gue sebarin gak kaleng-kaleng."

Aruna mengangguk. Jika ia membalas ucapan Mocca, hanya akan memicu keributan saja. Entahlah, Aruna hari ini sedang tidak ingin berdebat dengan siapa pun.

"Katanya, kalo Laksa duduk itu tangannya suka ditindihin. Lo tau kenapa ? Soalnya, kalo tangannya dibiarin gitu aja, tangan dia bakal gerak dengan sendirinya," jelas Mocca.

ALSHANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang