🦋 48 || Petunjuk Aneh

392 67 37
                                    

"Ah, iya!" Aruna cengengesan, "Papa aku asli orang Jepang!" Ekspresi datar Laksa berubah menjadi tegang. Aruna melotot, mengapa Laksa menatapnya horor seperti ini?

"Eh, kenapa kak?" Kaget, Aruna kelabakan sendiri.

"Papa gue ... juga orang jepang."

***

"Mungkin kita adek kakak!" Terkejut, Laksa sontak melebarkan kedua bola matanya. Salivanya terteguk secara paksa, mengapa Aruna harus dilahirkan dengan segoblok ini ya Tuhan?

"Lo ... kok ngomong gitu?" Nada aneh tersirat pada kalimat Laksa. Menyadari ada sesuatu yang mengganjal di antara teman dan adik kelasnya itu, Arka langsung menghampiri. Menepuk bahu Laksa kuat-kuat hingga cowok yang menjadi korban itu meringis kaget.

"Ah, gue pikir, gimana kalo kita ke kantin aja?" ajak Arka girang, seperti biasanya. Setuju dengan usulan kakak kelasnya itu, Aruna langsung mengangguk. Laksa ingin menolak, namun tiba-tiba tangannya ditarik Aruna keluar ruang eskul mading ini.

Entah kemana hilangnya Kaisha, tapi mungkin cewek itu sedang pergi ke kelas untuk mengambil buku absen eskulnya yang katanya tertinggal di sana. Biarlah, jika Kaisha melihat teman-temannya hilang begitu saja, gadis itu tidak akan pernah berprasangka buruk jika Laksa, Arka, dan juga Aruna hilang ditelan Tuyul.

"Pelan-pelan," peringat Laksa datar. Setelah berhasil membuatnya menabrak punggung orang lain akibat gerakan Aruna yang terlalu lincah, gadis itu hanya menyengir tanpa berniat untuk membalas ucapannya.

"Tali." Laksa berhenti, yang membuat Aruna tiba-tiba tak bisa menarik tubuhnya lagi. Mendengkus, itu yang pertama kali Aruna lakukan. Dengan sedikit ogah, gadis itu langsung membalikkan tubuh ke belakang?

"Apa hah?" Songong, Aruna mulai melotot ke arah Laksa. Laksa yang tadi menyebutkan tali lalu langsung terdiam itu mengerjapkan mata.

"Tali."

"Tali?" ulang Aruna belum konek, "hah? Gimana-gimana?"

Laksa berdecak sebal, ia melepaskan genggaman tangannya dengan Aruna. Jika bukan karna tatapan orang-orang sekitar yang menatap mereka berdua bak sepasang kekasih yang sedang terlihat meributkan sesuatu, maka Laksa akan ogah melepas genggaman tangan ini.

"Iya, tali," papar Laksa dengan nada sabar. Memang, jika bicara dengan Aruna harus super duper menjaga emosinya. Jangankan membentak, Laksa tak menjawab ucapannya saja Aruna akan mengamuk-ngamuk dan menangis cengeng.

"Iya tali apa?" Lelah, Aruna langsung mencebikkan bibirnya. Andai saja Laksa tak menghentikan dirinya sendiri di sini, kemungkinan jika Aruna sekarang sedang berada di meja bundar kantin pasti sudah menjadi kenyataan.

"Ya, tali."

"SUMPAH! GINI BANGET YA PACARAN SAMA KULKAS IDUP, UDAH MATI SAJA SANALAH!" bentak Aruna frustasi. Laksa sudah bagaikan manusia yang kekurangan kosakata, harus bertemu dengan Aruna yang hiperaktif serta ribetnya najis jabang monyet.

"Sejak kapan lo jadi pacar gue?" Laksa menaikan dagunya ke atas. Memberikan kesan senga di penampilannya sekarang. Tak suka, Aruna langsung memeletkan lidahnya kesal.

"Nyenyenyenye," ejek Aruna, "tali apasih?!"

Bagi Aruna, penasaran serta tak paham dengan yang Laksa ucapkan beda tipis. Sama-sama membuatnya frustasi maksudnya, "Tali apa? Tali tambang? Tali rapia? Ato tali bangunan?"

ALSHANA (TERBIT) जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें