🦋 17 || Peringatan

534 86 14
                                    

"Sini lo!" teriak seseorang di sana. Aruna celingukan, tanda dia sama sekali tak tahu apa yang tengah terjadi di sini.

Laksa menghela napas panjang. Tak melakukan apapun hingga sesosok itu benar-benar menghampiri mereka dengan kemarahan yang seperti sudah sangat berkecamuk.

"Jadi lo yang namanya Aruna?" tanya gadis dengan rambut digerai itu. Aruna mengangguk tanda jawabannya.

"Kenalin, gue Alestine," gadis bernama Alestine itu memperkenalkan diri, "sebenernya, gue males banget, ya ngurusin hal tolol kayak gini."

Ale terkekeh, "cuma lo kelewat tolol untuk permasalahannya kali ini."

Aruna mengedipkan matanya beberapa kali. Mencoba untuk memahami keadaan yang kini sudah kepalang terjadi tanpa bertanya kepada Laksa. Bisa Aruna lihat, Laksa hanya diam menatap Ale yang kini mengepalkan tangannya.

"Bener kata Luna, selain tolol ternyata otak lo itu bener-bener gak berfungsi," cerca Ale sadis. Aruna tentu mengenalinya, Ale adalah gadis bar-bar yang setiap hari pekerjaannya mengikuti Gyzha ke mana-mana

"Lo tau gak? Gara-gara lo, Kaisha harus dirawat ke rumah sakit karna jantungnya lemah!" Ale memberitahu. Aruna meneguk salivanya dengan terpaksa. Kaisha ... separah itu hingga harus masuk ke rumah sakit?

Ale menatap ke bawah, "ya, pasti buat lo itu gak penting, kan?"

"Langsung ke intinya!" pekik Aruna tiba-tiba. Ia muak dengan basa-basi Ale yang terdengar klasik. Mendengar ucapan Aruna barusan, itu mampu membuat Ale tersenyum licik.

"Lo ... udah bikin Laksa dalam bahaya."

Untuk kesekian kalinya, Aruna tertegun. Ia lantas menatap Laksa, melihat cowok itu yang ternyata sedari tadi ikut turut memperhatikannya. Aruna mengangkat dagunya, mencoba meminta penjelasan dari Laksa.

"Apa?" Merasa diperhatikan, akhirnya Laksa bersuara. Aruna membalikkan tubuhnya. Agar lebih nyaman berbicara dengan Laksa yang memiliki tinggi layaknya tower itu.

"Apa maksudnya?" tanya Aruna sambil menunjuk Ale.

"Gue pikir, tugas gue udah selesai ya, Sa." Ale kembali tersenyum, "selamat berpikir keras semuanya!"

"Apa maksudnya?!" tuntut Aruna setengah memekik. Ia sangat tidak sabar untuk segera mendengar jawaban dari Laksa. Sedangkan lelaki itu kini kembali terdiam.

"Kalo Kaisha sampe meninggal ...." Ucapan itu menggantung di udara, membuat Aruna semakin penasaran dibuatnya, "yang disalahin keluarganya ya pasti gue."

Aruna hampir saja kehilangan napasnya. Ia memegang dada yang kini entah mengapa terasa sesak. Cowok dengan seragam rapih di hadapannya kini terkekeh hambar. Atau bahkan sangat hambar membuat Aruna muak mendengarnya.

"Jalan satu-satunya, cuma gue harus balikan sama dia hari ini." Senyuman tulus di wajah lelaki itu. Aruna melemparkan tatapan tak percaya, matanya entah mengapa kini mulai berkaca-kaca. Aruna ... benar-benar kehabisan kata-kata.

"Emang bener, ya." Nada suara Aruna kali ini terlihat sangat tegar. Tercampur oleh nada bergetar yang kini yang memaksanya untuk sabar. "Kak Kaisha jahat, banget."

"Aku sampai kapanpun bakal benci Kak Kaisha," jelas gadis itu dengan bulir air mata yang mulai berjatuhan. Ia cepat-cepat menghapusnya, Aruna tidak boleh cengeng di depan Laksa. Aruna harus kuat.

"Aku suka sama Kak Laksa," ceplosnya blak-blakkan. Kini, Aruna sudah tidak perduli lagi dengan rasa gengsi atau pun apa itu.

ALSHANA (TERBIT) Where stories live. Discover now