🦋 03 || Kejadian

1K 165 25
                                    

Semua tertawa, melihat aku dengan segala relungan duka. Kamu tiba-tiba datang, merawatku dengan penuh kasih sayang. Lantas, apakah akhirnya kamu juga akan menghilang?

****

"Aruna adek lo?" Aliya menoleh. Mendapati Laksa sedang mengutak-atik laptop miliknya. Sedetik kemudian, gadis dengan rambut dikuncir itu menggeleng pelan.

"Bukan," Aliya terkekeh pelan. "Aruna itu tetangga deket gue."

Laksa mengangguk paham. "Terus, kenapa dia nempel banget sama lo?" untuk satu detik, ruangan ini sepi. Aliya belum menjawab pertanyaan Laksa. Sedangkan Kaisha dan Arka hanya memerhatikan saja.

"Karna Aruna gak gampang punya temen," jawab Aliya acuh tak acuh. "Walau banyak yang mau temenan sama dia, tapi Aruna tetep gamau."

"Aneh banget," gumam Kaisha.

"Tapi, Al. Aruna kok keliatannya kayak-" tiba-tiba, ucapan Arka terhenti. Sebelum cowok itu melanjutkan, Aliya sudah terlebih dahulu memotong ucapannya.

"Polos?" tebak Aliya yabg mendapatkan anggkuan dari Arka. "Aruna gak ada polos-polosnya. Dia itu nyebelin, manja, tulalit, gak bisa mandiri, cerewet, nangis mulu bah-"

Jari telunjuk berada di depan bibir Aliya. Itu jari Kaisha, cewek dengan wajah cantik dan ayu langsung duduk di pinggirnya. "Aruna kayaknya pinter," opini Kaisha.

"Boro-boro!" sergah Aliya. "Aruna kalo gak ngerti ama soal-soal nangis anying! Langganan banget dia mondar-mandir ruang remedial."

"Buset." Arka berkomentar. "Tapi, tampangnya mantap. Walaupun anak SMA menurut gue malah mirip anak SMP," lanjutnya.

"Pasti abangnya greget ama dia," celetuk Kaisha. Laksa dan Arka mengangguk setuju, hanya Aliya yang menggeleng-gelengkan kepalanya geram.

"Aruna gak punya abang." suasana di ruangan ini menjadi sesak. Opini mereka semua ternyata salah, Kaisha mengangguk paham disusuli dengan kekehan kecilnya.

"Punya sih, tapi kata Aruna udah gak ada." Kini, giliran Arka lah yang terkejut. Cowok dengan baju seragam yang sudah terkena noda saos itu menghampiri Aliya.

"Meninggal maksud lo?" tanya Arka.

Aliya mengangguk. "Dulu, orang tua Aruna cerai. Terus, ayah Aruna cuma dapet hak asuh kakaknya. Nah, selang beberapa minggu tiba-tiba kata Mama Aruna abangnya itu meninggal."

Ruangan yang hanya ditempati oleh 4 orang itu kini semakin sunyi. Masing-masing sedang beragumen dengan diri sendiri. Terkecuali Aliya, cewek itu masih menunggu balasan dari teman-temannya.

"Nama abangnya siapa?" Laksa tiba-tiba berbicara.

Aliya mengangkat bahunya. Memberitahu bahwa Aliya juga tidak tahu tentang hal itu. "Aruna juga gak inget namanya, soalnya pas cerai Aruna masih TK."

"Kasian," Kaisha mengutarakan komentarnya. "Ortu gue pas cerai kelas 8 SMP aja rasanya sesek banget. Apalagi Aruna dari kecil."

Laksa mengusap rambut Kaisha. Berusaha untuk menguatkan gadis itu. Aliya terkekeh kecil, sedangkan Arka malah sibuk membenarkan tali sepatunya. "Sa, tangan lo."

Laksa menoleh, mendapati tangannya sendiri yang bergerak tiba-tiba ke sebelah kiri. Seakan-akan mengajak pria itu untuk mengikuti tangannya. Arka datang, menarik tangan Laksa dengan pelan. Lantas, Laksa langsung menduduki kedua tangannya itu, guna tidak kelayaban kemana-mana.

Ruangan ini semakin hening. Suasana sepi menyeruak di dalamnya. Aliya mulai terfokus dengan ponsel pintar miliknya, begitu juga Kaisha, cewek itu nampak sedang asyik menjelajahi sosial media.
Arka? Cowok itu malah sibuk berbicara sendiri. Ketika Laksa bangun dari tempatnya, tiba-tiba suara decitan pintu terdengar. Semuanya menoleh, gadis dengan rambut digerai dan juga wajah penuh keringat membuka pintu dengan tatapan serius.

"Kak Iya, tolongin Arun!" Aruna masuk tanpa permisi. Semua terkejut dengan kedatangan gadis itu. Kenapa? Karna, wajah Aruna sangat penuh dengan keringat, menciptakan rasa iba serta khawatir secara bersamaan.

"Kenapa Arun?" Kaisha bertanya.

Aruna belum bisa menjawab. Napas gadis itu masih terputus-putus. Aliya menghapus keringatnya, sedangkan Aruna tak henti-henti memasang mimik wajah panik. "Arun, kamu kenapa?"

Sedetik setelah Aliya melontarkan pertanyaan itu, tangis Aruna membuncah seketika, pekikan Arka terdengar jelas. Cowok itu ikut khawatir dengan gadis tulalit ini. Aliya mendekap Aruna dengan erat. Gadis yang didekap meremas baju seragam Aliya, menandakan ia benar-benar dalam keadaan bahaya.

"Kenapa sayang?" Kaisha kembali bertanya. Aruna menggeleng pelan. Ia masih belum mau menjawab pertanyaan mereka. Terlalu syok.

Sementara itu, Laksa hanya diam memperhatikan. Baginya, percuma bertanya pada Aruna, pertanyaan dari teman-temannya saja diacuhkannya, apalagi pertanyaan dari Laksa. "Kamu kenapa?" Aliya bertanya.

"A-arun ...." Ucapan gadis itu tampak tergantung. Napasnya masih terasa sesak. Aliya semakin panik, dulu Aruna tidak pernah seburuk ini.

"ARUN GAK BAYAR UAS KAS! MAKANYA DIKEJAR RENTERNIR KELAS!" Jeritan gadis itu kian membuncah. Seakan-akan kesalahan yang ia perbuat sangatlah fatal.

Arka tertawa paling kencang. Kaisha terkekeh kecil. Laksa? Hanya diam memerhatikan Aruna. Ingin sekali Aliya menjitak jidat gadis ini, untung saja Aliya sabar, dikuburlah ide kejam yang baru saja terbit di otaknya.

"Kamu kenapa gak bayar uang kas? Udah tau, 'kan itu kewajiban?" tegur Aliya. Entahlah, sudah seribu kali ia menghadapi tingkah laku bego Aruna. Namun, ini adalah kasus yang paling menyebalkan.

"Uang Arun abis dibelii cilok Mang Jaja," jawab Aruna. "Makanya, Arun lari ke sini pas bendahara kelas Arun nagihin uang kas." Aliya menepuk jidatnya. Rasa pusing datang memenuhi kepala Ketua OSIS itu.

"Bendahara kamu siapa namanya?"

Aruna menggeleng. "Gak tau."

Semua menghela napas berat. Padahal, ini sudah semester dua dan Aruna masih tidak ingat dengan nama-nama teman satu kelasnya. Padahal cuma nama, tapi mengapa itu adalah hal sulit bagi Aruna? Entahlah, mungkin otak gadis itu sudah penuh dengan cilok, cilok, cilok.

"Nunggak berapa kamu?" tanya Aliya. Aruna nampak berhitung, ia menghitung menggunakan jari-jarinya dan terkadang mengerucutkan bibirnya bingung.

"Aruna juga lupa. Arun bayar uang kas dari kapan, ya?" balas Aruna bertanya. Arka menghela napas paling berat. Cowok itu langsung berdeham pelan, menarik Aruna hingga gadis itu menghadap Arka.

"Kelas berapa?" Arka melontarkan pertanyaanya. Aruna tampak bingung untuk sesaat, namun wajah bingungnya itu hilang seketika. Dengan sangat bangga, Aruna menjawab ucapan Arka.

"Kelas 11." Kaisha tersenyum sabar, sebenarnya ia juga ingin mengumpat mendengar jawaban bego dari Aruna. Namun, apalah daya, Kaisha tidak mau membuat Aruna menangis lagi.

"Iya, gue juga tau lo kelas 11, nying!"

"IPA atau IPS?" Laksa bersuara. Aruna lantas menoleh, dengan senyum tulus yang mengembang di wajah gadis itu, Aruna menjawab pertanyaan Laksa dengan senang hati.

"IPS, dong!" jawabnya girang sendiri.

"IPS berapa?" tanya Laksa sabar. Cowok itu sedang berusaha untuk mengorek-orek informasi dari Aruna secara perlahan.

"Lima," celetuk gadis itu tak sadar. "Eh? Tiga!"

Aliya memutar bola mata lelah. "11 IPS tiga, 'kan?"

Aruna mengangguk mantap. Senyum sumringah terpampang di wajah mereka. Setidaknya, Aruna mengingat jelas nama kelasnya sendiri. Laksa menarik tangan Aruna, gadis itu tampak terkejut namun pasrah dengan Laksa yang membawa ia keluar kelas.

"Eh, mau kemana?!"

***

Holaww♡

So, Laksa mau kemana tu? Wkwkw :3

Sorry baru bisa up, soalnya aku juga sibuk ngerevisi naskah sebelah. Supaya gak terbengkalai + ngerjain daring onlen, huhu
:(

Btw, daerahku udah zona merah nih, gara-gara corona. Yuk, doain corona cepet-cepet minggat supaya aktivitas kita semua lancar lagi😗📍

^sab, 29 Agustus.

ALSHANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang