🦋 43 || Bertahan

379 78 66
                                    

Semuanya berteriak. Ada yang langsung masuk ke dalam kelas karna tak sanggup untuk melihat kecelakaan ini. Aruna, sosok manis yang sangat cerewet terjatuh dari atas rooftop hingga ke bawah. Gadis itu terlihat sedang berenang dalam kubangan darahnya sendiri. Tak ada senyum tipis sekalipun. Seolah-olah ia mati dalam keadaan kecewa.

Laksa bergegas turun ke bawah. Matanya terbelalak saat melihat darah milik Aruna muncrat sangat banyak. Deru napasnya tak teratur. Ini semua salahnya. Jika saja ia berhasil menahan Aruna lebih lama, mungkin Aruna tidak akan pergi menjemput ajalnya sendiri.

Laksa menerobos kerumunan, beberapa di antaranya mulai memanggil guru karna panik. Semuanya tak berani mendekat ataupun menyentuh Aruna, hanya Laksa pengecualian. Cowok itu langsung berlari ke arah Aruna, membawa tubuh gadis ini yang sudah dibaluti oleh darah di mana-mana ke dalam pelukannya.

"Aruna!" panggil Laksa seraya menepuk-nepuk pipi chuby Aruna. Setitik air mata berhasil turun, Laksa terisak. Bodoh. Tindakannya benar-benar bodoh. Gadis yang sudah mewarnai hari-harinya selama ini kini menutup mata.

Laksa tak perduli dengan seluruh darah Aruna yang ikut tumpah ke seragamnya. Yang terpenting adalah bagaimana cara menyelamatkan Aruna sekarang, "Panggil guru!" bentak Laksa putus asa.

"Laksa?" Sang empunya nama menoleh. Itu Kaisha, sementara di belakangnya ada Arka. Mereka berdua menatap Laksa dan Aruna secara tak percaya. Dengan sigap, Arka langsung menggapai tangan Aruna, mengecek denyut nadi milik gadis itu.

"Masih hidup!" teriak Arka membuat Laksa langsung menggendong Aruna bridal style. Mereka langsung masuk ke dalam mobil Arka. Laksa duduk di kursi penumpang sembari memangku Aruna. Tangan kecil itu digenggam, berusaha menyalurkan kekuatan pada Aruna sekarang.

"Lo harus bertahan," ucap Laksa dalam batin. Berharap Aruna mendengar suaranya di sana. Kaisha masuk, menempelkan ponselnya pada telinga. Sepertinya, ia sedang menghubungi mama Aruna.

Arka langsung menancapkan gas. Membelah jalanan yang ternyata cukup sepi di jam-jam seperti ini. Mereka bertiga panik sendiri, jantungnya berderu hebat tak teratur. Di antara Kaisha dan Arka yang menampilkan raut wajah cemas, ada Laksa yang kini terisak di belakang.

"Gue mohon ...," lirihnya kehilangan harapan, ia mengelus-elus puncuk kepala Aruna, setahu Laksa, semua wanita selalu suka diperlakukan seperti itu, 'kan? "Bertahan sebentar lagi."

"Gue mohon, lo harus bertahan." Ucapan itu menggantung di udara. Laksa memberi jeda di saat-saat dirinya sibuk memandangi wajah rupawan milik Aruna yang terkena bercak darah, "demi ... kita semua."

****

"Kamu mau bunuh anak saya?" Mata dan hidung Tania memerah. Setelah tahu anaknya jatuh dari atas rooftop, ia menyetir mobil menuju rumah sakit sembari menangis. Kini, mereka sedang mengumpul di depan ruang IGD, tempat di mana Aruna tergeletak tak berdaya.

Tania naik pitam, "KAMU MAU BUNUH ANAK SAYA?!" teriaknya tepat di depan wajah Laksa. Cowok itu tak bergeming, menatap mama Aruna dengan hampa. Di sisinya, ada Kaisha yang sedari tak henti-hentinya menangis ketakutan.

"Aruna itu anak saya satu-satunya!" Telunjuk Tania terarah ke Laksa, "k-kamu tau apa jadinya hidup saya kalo anak saya meninggal hari ini?"

"Saya." Ada jeda di kalimatnya, Laksa termenung sebentar sebelum akhirnya melajutkan ucapannya tadi, "saya enggak bermaksud lepasin Aruna sampai jatuh kayak gitu."

ALSHANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang