🦋 26 || Kebahagiaan

448 78 30
                                    

"Sebentar! Ini sepatunya coplok lagi!" peringat Aruna. Sepatu kecilnya kini terlepas dari kakinya. Lalu, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Aruna lagi dan lagi melemparkan sepatu itu sembarangan arah.

"Terus, nanti kamu pulang pake apa?" tanya Aliya berkacak pinggang. Aruna menyunggingkan cengiran. Berdiri dan memeluk Aliya tanpa aba-aba.

"Nebeng ke Kak Arka aja ya, Kak! Sepatu itu udah rusak. Arun mau beli yang baru aja besok. Boleh, 'kan?" pinta Aruna memelas.

Aliya berdecak. Melepaskan pelukan sepihaknya dengan Aruna. Tubuhnya dicondongkan ke bawah, menggapai sepasang sepatu Aruna yang kini kembali coplok karna ulah pemiliknya.

"Ayo ke ruang OSIS. Kita pinjem lem lagi buat sepatu kamu," perintah Aliya. Yang diperintah hanya mengangguk lesu. Dengan ogah-ogahan, Aruna membuntuti Aliya di belakang. Sesekali mengejek panutannya itu menggunakan mulek, muka jelek.

Pintu ruang OSIS terbuka. Memperlihatkan Laksa yang kini sedang mengutak-atik laptopnya di sudut ruangan. Aliya melemparkan sepatu itu sembarang, menunjuk Laksa dengan tangannya pada Aruna.

"Noh, minta lemnya ke si Laksa. Jangan ke mana-mana! Kamu suka nyasar kalo jalan-jalan sendiri. Sono!" usir Aliya.

Dengkusan kesal keluar dari bibir Aruna. Ia mengambil sepatunya itu, berjalan santai ke arah Laksa yang entah mengapa tiba-tiba berbalik ke arah Aruna.

"Ya dugong!" pekik Aruna kaget.

Laksa terdiam. Menatap Aruna dengan tatapan malas. Sebenarnya, cowok itu sudah tahu alasan atas kedatangan Aruna yang sekarang menenteng sepatunya itu ke sini. Meminta Laksa untuk kembali memperbaiki sepatu gadis manja sedunia.

"Apa?" sahut Laksa tak ramah.

Aruna cengengesan, "Benerin lagi yup, Kak. Sepatunya coplok lagi, ehe."

"Bayar." Netra Aruna membulat. Apa? Apakah tadi ia tak salah dengar? Bayar? Laksa menyuruhnya membayar hanya untuk membenarkan sepatunya?

"Eh, kok bayar, sih?! Gak-gak! Gamau. Dasar pelit," ejek Aruna tak terima. Lidahnya diperlihatkan untuk mengejek kakak tingkat di kulkas berjalan itu.

"Gue emang pelit." Laksa membenarkan penuturan Aruna. Cowok dengan wajah menyebalkan itu berjalan ke arah laci, membukanya dan mengeluarkan lem perekat dari sana.

Aruna yang sedari tadi melihat itu hanya mencibir pelan dari belakang. Tak lama, pekerjaanya itu terhenti karna Laksa kini sudah sepenuhnya membalikkan tubuh menghadap Aruna. Dengan penuh paksaan, Laksa mengambil sepatu Aruna dengan kejam. Aruna mendelik tanda tak suka.

"Galak!" todong Aruna terlanjur kesal. Laksa hari ini benar-benar berhasil membuatnya naik darah. Ditariklah sepatu yang sempat Laksa rebut darinya itu.

"Kalo akhirnya minta duit, mending gak usah! Arun lagi bokek, jajan aja kadang minta traktiran Kak Arka," jelas Aruna pada Laksa.

Lalu, telunjuk panjang milik Laksa tertunjuk pada laptopnya yang sedari tadi menyala. Aruna terdiam tanda tak paham. Dan, di detik selanjutnya hanya suara decakan Laksa lah yang terdengar di telinga gadis itu.

"Kerjain tugas gue. Sebagai gantinya, gue benerin sepatu lo biar bisa dipake lagi. Gimana?" tawar Laksa datar. Anggukan tanda paham diberikan oleh Aruna. Tanpa ada ragu sedikit pun, ia berjalan ke arah laptop Laksa. Mengutak-atik benda itu namun setelah itu suara geraman keluar dari mulutnya.

"Kak Laksa sengaja, ya? Mau ngerjain Arun, ya?" tanya Aruna sedikit menghela napas lelah. Atensi Laksa sepenuhnya tertuju pada gadis itu. Mencoba bertanya apa yang terjadi lewat tatapannya.

"Ini." Aruna memberikan laptop itu pada pemiliknya, "Kak Laksa udah tau Arun bego, malah disuruh ngerjain soal matematika lagi. Mau bikin otak Arun ngelag lagi?"

ALSHANA (TERBIT) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora