🦋 23 || Akhirnya

497 82 35
                                    

"Dia yang mengawalinya, Na."

"Aku ngaku, aku emang kukuh maksa Laksa dulu. Tapi, aku gak nyangka dia nerima aku karna sindrom yang aku punya," imbuhnya seraya tersenyum kecut pada langit.

Aruna diam tak berkutik. Mencoba mencerna sesuatu yang baru diucapkan oleh Kaisha. Gadis itu beradu argumen di dunianya sendiri. Membenarkan penuturan Kaisha tadi. Laksa ... membawa diri sendirinya ke jurang nestapa.

"Aruna?" panggil Kaisha.

Sang empunya nama terperangah. Walau dalam posisi di belakang Kaisha, ia masih bisa merasakan bahwa mantan Laksa itu masih tersenyum sekarang. Dengan ragu, Aruna melangkahkan kakinya perlahan, mengikis jarak Aruna dan Kaisha yang tersempat terbentang lebar.

"Kamu ... percaya sama kehidupan setelah mati?" tanya Kaisha. Aruna bisa menangkap keraguan dalam intonasi suara yang Kaisha berikan. Entah ke mana arah pembicaraan ini. Kaisha ... ingin apa?

Aruna mengangguk yakin, "Aku percaya."

"Aku pengen mati."

Tersentak, Aruna dibuat benar-benar tersentak olehnya. Apa-apaan?! Mati? Siapa yang ingin mati di masa remaja? Aruna semakin mendekat, ketika ia akan ikut duduk di samping Kaisha, cewek berkulit pucat di hadapannya itu memberi isyarat menjauh.

"Aku lagi nangis. Kamu jangan liat," tuturnya lemah.

Aruna kembali terenyuh. Ia baru sadar bahwa Kaisha sekuat ini. Ada rasa ingin memeluk tubuh kurus gadis itu dari belakang. Namun, Aruna masih mematuhi perintah Kaisha.

"Aku pengen mati," sambungnya pelan.

"Dari dulu, pikiran aku cuma pengen mati." Tangis Kaisha membuncah. Tak ada lagi tangis kecil di pipinya, justru kini gadis itu menangis sesenggukkan menahan lara. Ia terisak pelan membiarkan kristal bening berjatuhan membasahi pipinya.

"Kamu enak, Na. Banyak orang yang mau nerima kamu apa adanya," ujar Kaisha pada Aruna. Dirinya sangat iri ketika mengetahui Aruna selalu disayang oleh semua orang. Bahkan mantan pacarnya sendiri.

"Kamu enak, Na. Walaupun kamu disindir ama orang, semenit lagi kamu lupa kejadian itu," lirih Kaisha.

Aruna berjongkok di belakangnya. Kepala Kaisha kini menunduk ke bawah, ia terisak kesakitan di sana. Membuat Aruna ingin membawa Kaisha dalam dekapannya sekarang juga.

Tapi larangan Kaisha begitu menyiksa Aruna. Gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa selain mendengarkan keluh kesah yang Kaisha alami selama ini. Bahkan, Aruna tidak pernah menyangka jika Kaisha memiliki keinginan mengakhiri hidupnya sendiri dari dulu.

"Aku pengen mati, bukan karna Laksa mutusin aku," lanjutnya serak. Bisa Aruna bayangkan mata indah milik Kaisha pasti sudah membengkak.

"Aku pengen mati, cuma karna gak ada yang bisa mempercayai aku lagi. Aliya? Dia udah mendukung Laksa sama kamu. Arka? Dari dulu dia bakal ngikut sama apa yang Laksa pilih."

Kaisha menghela napas panjang, "Aku sendirian sekarang."

"Tapi, pas tau Kak Kaisha putus ama Kak Laksa, banyak yang bela kamu," timpal Aruna berusaha memberi semangat pada Kaisha.

Gadis di hadapannya ini terkekeh geli. Merapatkan kedua matanya guna untuk menikmati terpaan angin kecil. Aruna bisa merasakan apa yang Kaisha rasakan. Ada rasa tak ikhlas disusul rasa ditinggalkan di relungan hatinya. Mungkin.

"Kamu ... bakal tetep percaya sama aku, Na?"

****

Gadis dengan rambut dikuncir itu memijat pelipisnya. Kantuk dan pusing menyerang Aruna tiba-tiba. Selepas berbincang-bincang dengan Kaisha di atas rooftop, kakak tingkatnya itu dijemput Luna yang bisa Aruna lihat masih belum pulih dari sakitnya.

ALSHANA (TERBIT) Where stories live. Discover now