🦋 10 || Kesalahan

720 105 8
                                    

Kedua pipi Aruna kini ditempeli stiker bendera merah putih. Di tangan kanannya, ada bendera Indonesia yang memiliki gagang kayu biasa. Aruna tampak senang sekali memainkannya, sedangkan di belakang Aruna, ada teman-teman sekelasnya yang bernapas lega.

Untung saja tangis Aruna bisa berhenti berkat ide Zidan. Namun, mereka masih sedikit kebingungan mengapa gadis itu tiba-tiba menangis dan melemparkan sepatunya sendiri.

Entahlah, Aruna susah ditebak.

"Na, keluar, yu. Bentar lagi acaranya dimulai," ajak Mocca. Aruna langsung menoleh, mendapati wajah Mocca yang juga ditempeli stiker bendera merah putih.

Ia mengangguk. Lalu menggandeng tangan Mocca sambil berjalan keluar. Sesekali, Aruna bersenandung ria. Seakan-akan kejadian tadi tidak pernah terjadi dalam hidupnya.

Lapangan penuh dengan anak OSIS yang mulai bersiap. Sedangkan di pinggirnya penuh dengan siswa-siswi CHS yang sudah tak sabar mengikuti lomba Agustusan.

"Na, kok gue degdeg-an, ya?" tanya Mocca risau. Gadis dengan rambut diikat di sebelahnya itu langsung menoleh. Memberikan Mocca satu bungkus permen kaki yang ia bawa dari rumah.

"Makan, Arun kalo stres suka makan." Mocca mengangkat satu alinya. Tak basa-basi, langsung saja ia rebut permen itu dari Aruna. Tumben temannya itu mau dan sukarela membagikan makanannya pada Mocca. Mencurigakan.

"Ya ... masalahnya kalo elo tiap hari juga udah stres," sindir Mocca menerima permen dari Aruna, "kesambet apaan lo jadi gak pelit?"

Aruna mendelik. "Kenapa? Gak boleh? Shombhonk amat!"

"Btw, tadi lo denger gak si Laksa ngomong apaan?" Mocca mulai mengungkit kejadian tadi pagi. Mata Aruna tertuju ke atas langit. Gadis itu kini sepertinya sedang mengingat kejadian tragis pagi ini.

"Inget." Mocca melotot. Tumben sekali Aruna bisa mengingat hal itu. Namun, sesuatu yang tak beres mengganjal di hatinya. Mocca menarik lengan Aruna, membuat tubuh gadis itu kini lebih dekat dengan Mocca.

"Lo tau gak siapa yang ngasih permen ini?" tanya Mocca sembari memperlihatkan permennya pada Aruna. Gadis di hadapannya langsung menatap permen itu dengan tatapan berbinar. Ia langsung melompat girang seraya bernyanyi tak jelas.

"Dari Kepin, ya? Ih, akhirnya Mocca gak prenjonan!"

Sudah Mocca duga! Pasti Aruna berbohong tentang kejadian tadi pagi. "Heh Markonah! Gue tanya ye, lo tadi inget gak kejadian tadi pagi di lapangan ama si Laksa?"

"Inget, kok. Yang Aruna nangis itu, 'kan?" Warbiazahhhhhh! Giliran tentang Laksa saja manusia yang satu ini ingat! Ckckck, dasar Aruna.

"Eh, itu Kak Iya! Aruna pamit dulu, dadah Moccaaa!" Aruna berlarian kecil. Sedangkan Mocca tidak membalas ucapan gadis itu, ia langsung mengalihkan pandangan ke arah lapangan.

Larian Aruna menggema di koridor ini. Gadis itu berlarian kecil hanya untuk mengejar Aliya. Iya, Aruna masih sedikit tidak nyaman jika tidak ada Aliya di sampingnya. Aruna ... sudah ketergantungan.

"Hai, Aruna!" Terkejut, Aruna langsung menoleh. Tetapi, sedetik kemudian gadis itu menghela napas lega. Huft, itu Kaisha yang berjalan ke arahnya sembari membawa dus minuman.

"Kamu lagi sibuk enggak?" tanya Kaisha.

Aruna menggeleng. "Enggak kok, Kak. Kenapa?" Setelah menjawab ucapan Kaisha, terbitlah senyum manis di wajah gadis itu. Ia langsung menghampiri Aruna dengan senyuman yang tiada kentara.

"Tolong bantuin aku, ya. Ini ada minuman buat anak OSIS. Simpen di ruang OSIS, oke? Terus kamu langsung turun aja, sebentar lagi lombanya dimulai." Belum sempat menolak permintaan Kakak Kelasnya. Kaisha sudah lebih dulu ngaprit ke arah lapangan.

ALSHANA (TERBIT) Where stories live. Discover now