🦋 27 || Salah Pijak

417 79 44
                                    

Hidup Aruna tanpa Mocca begitu hambar. Jangankan mendapatkan sebuah penjelasan, mendapat kabar dari Mocca saja tidak. Gadis itu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Seolah tidak ada hari esok untuk kembali bernapas.

"Dan, Arun bosen," cicitnya menalikan rambut. Zidan mendongak, lalu mengangguk menyetujui ucapan Aruna tadi. Bosan serta panas menghujani kelas 11 IPS 3 ini. Pak Aden, yang seharusnya mengajar mereka sekarang ikut izin karna istrinya lahiran.

Bukan hanya itu saja, tapi AC kelas mereka pun tiba-tiba mati tanpa alasan. Menjadikan murid-murid di dalamnya sulit bernapas karna merasa engap. "Bolos, yuk."

Aruna beranjak pergi, tangannya tiba-tiba dicekal oleh Zidan. Cowok berhoodie coklat itu menggeleng, melarang Aruna untuk melakukan hal tidak berakhlak yang mampu membuat nilai murid itu turun seketika.

"Udah tau goblok, malah sering bolos. Mau tinggal di kelas, lo?" desis Zidan tajam.

Aruna merotasikan kedua bola matanya. Kursinya ditarik untuk diduduki Aruna sekarang. Lalu, tangannya bergerak mengambil bolpoin dan kertas yang sedari tadi tergeletak menganggur. Zidan tidak memperhatikan, tangan cowok itu hanya sibuk menekan-nekan tombol di layar ponselnya. Dia sedang bermain game lagi.

"Istirahat pertama, harus diem di ruang OSIS karena sepatu Arun coplok lagi. Terus, istirahat kedua entar harus ke sana lagi bantu Kak Laksa bersih-bersih," keluh Aruna menghela napasnya.

Aktivitas Zidan terhenti, ia kini memandangi Aruna dengan tatapan aneh. Netranya sengaja ditajamkan untuk membuat Aruna resah seperti sekarang. Dagu lancip gadis di depannya itu terangkat ke atas. Memaksa Zidan menjawab mengapa menatapnya seperti seorang mangsa sekarang?

Zidan membenarkan posisi duduknya, "Anak OSIS yang lain ke mana emang? Kek gada pasukan aja si Laksa minta bantuan elo."

Mengedikkan bahunya adalah jawaban Aruna saat ini. Jangankan Zidan, ia sendiri tidak tahu mengapa tadi Laksa sangat memaksa untuk datang lagi ke ruang OSIS. Laksa hanya berdalih membutuhkan tenaga Aruna untuk membantunya nanti.

"Aseqq, pengen modus kali, tuh," ejek Zidan membuat pipi Aruna mengembang. Dengan kesal, Aruna mengambil bolpoinnya lalu mencoretkan sesuatu di wajah Zidan.

"Bangke!" seru Zidan tak bisa mengelak. Tawa keras berhasil Aruna lontarkan. Gadis itu kini berhasil membuat Zidan mendengkus kesal. Akibatnya, tampolan keras pun melayang pada pipi yang mulai menggembul miliknya itu.

"Sakit, ih!" rintih Aruna mengusap pipi kanannya, "tadi udah ditampol pake kertas HVS, sekarang ditampol lagi pake tangan pula! Hilih!"

Zidan memeletkan mulutnya tanda mengejek. Gembungan di pipi Aruna semakin membesar melihatnya. Sebal, sebal, sebal. Mungkin hanya itu yang dirasakan Aruna sekarang. Jika bukan karna dirinya yang tak mampu bersosialisasi dengan baik, Aruna pasti akan malas bermain dengan Zidan sekarang.

Suara nyaring tiba-tiba memekikan telinga. Teriakan gembira dari orang-orang tertangkap oleh telinga Aruna. Kini, seluruh teman sekelasnya -- kecuali Zidan, berhamburan keluar kelas dengan rusuh. Kesenangan karna bel istirahat kedua sudah berbunyi.

Aruna berdiri, "Babay Zidan! Arun mau nambah pahala dulu, muah!"

Alay. Aruna memang alay. Tatapan tajam dari Zidan tak henti-hentinya menusuk Aruna dari belakang. Masih merasa sebal karna wajah tampannya dicoret oleh bolpoin tadi. Sabar, untung temen. Batin Zidan.

Aruna membuka pintu ruang OSIS. Dirinya berteriak ketika melihat Arka yang tiba-tiba datang persis di hadapan wajahnya. "Dasar setan!" maki Aruna terkejut. Dengan refleks, Aruna menampol Arka dengan tangan kanannya.

Pekikan kesakitan pun terdengar. Arka mengerang perih, mencibir ke arah Aruna lantas memberikan jalan agar gadis itu bisa masuk ke dalam.

Baru saja akan duduk, seseorang dengan rambut berantakan itu langsung menyodorkan sapu pada Aruna. Memberikan isyarat untuk segera memulai pekerjaannya sekarang.

ALSHANA (TERBIT) Where stories live. Discover now