🦋 11 || Lomba

699 108 19
                                    

Suara itu begitu menyayat hati. Satu per satu isakannya mampu membuat Laksa merasa sangat bersalah saat itu juga. Mengapa pula ia harus membentak gadis itu saat pagi tadi? Sudah tahu Aruna cengeng, bertemu dengan Laksa yang tak punya hati pula.

"Na, ma-"

"KAK LAKSA JAHAT!" Tubuh cowok itu terlonjak seketika. Teriakan Aruna yang kini meringkuk di belakang rak buku perpustakaan itu mampu menciptakan keringat Laksa yang mulai bercucuran.

"Aku gak mau ketemu sama Kak Laksa lagi! Kak Laksa jahat!" teriak Aruna semakin menjadi-jadi. Isakan pilunya terdengar bersamaan dengan air mata yang kian membuncah. Aruna ... menangis dengan sangat parah.

"Jahat, jahat, jahat! Kak Laksa bener-bener gak punya hati!" raung Aruna kencang. Wajahnya tertutup helaian rambut yang kini mulai menutupi tangisnya.

Laksa mengehela napas panjang. Yang tadinya mencari Aruna hanya untuk meminta maaf kini malah semakin memanjang. Peringatkan Laksa untuk tidak membuat gadis ini menangis lagi.

Ia mendekat. Setiap satu langkah Laksa mendekati Aruna, gadis di hadapannya langsung berteriak histeris. Seakan-akan tak mau di dekati oleh Laksa. Laksa tetap memaksa untuk mendekat, menangkup wajah Aruna yang kini mulai terasa berbeda dari biasanya.

Aruna tidak memberontak, ia cukup lelah karna harus menangis seharian saat ini. Mata gadis itu sedikit membengkak, juga memerah karna terlanjur sakit hati oleh Laksa. Itu yang berbeda dari Aruna saat ini.

"Maafin gue," sesal Laksa seraya menunduk ke bawah.

"Gue salah, maafin gue, Na." Aruna terdiam. Gadis ini melamun seketika. Laksa entah mengapa ikut terdiam melihatnya. Tak mampu berkata-kata.

"Kak Laksa banyak dosa ke aku," ungkap Aruna dengan suara parau.

"Banyak dosa entar masuk neraka. Emang mau?" tanya Aruna kelewat dongo. Laksa melepaskan tangkupannya. Cowok itu langsung berdiri seraya berdecak kesal.

"Gausah dibahas. Cepet ke lapangan, bentar lagi lo lomba," ucap Laksa mengalihkan topik pembicaraan.

Aruna berdecak sebal. Ia ikut berdiri di hadapan Laksa, tanpa aba-aba, gadis itu langsung mengambil sapu tangan yang berada tepat di kantong Laksa. Menciptakan pelototan yang tajam yang menusuk Aruna seketika.

"Hah?" Aruna malah melontarkan hal itu. Menambah kegundahan yang kini teramat menyebalkan bagi Laksa. Mau sampai kapan, sih Aruna seperti ini?

"Lo, bisa gak kalo mau ngapain itu izin dulu?" tegur Laksa sedikit ketus. Aruna tersadar, dengan cepat-cepat ia langsung memberikan sapu tangan Laksa pada pemiliknya. Menampilkan cengiran kuda yang biasa Aruna lakukan.

"Maaf, Kak Laksa. Arun cewek kuat, gak boleh keliatan abis nangis," elak Aruna.

Laksa mendengkus kesal. "Lo ditinggal sendiri aja mewek," katanya sebal.

Laksa langsung berjalan pergi. Dengan terbirit-birit Aruna menyusul Laksa, mengandeng tangan pria itu sambil terkekeh kecil.

"Enggak, dong. Arun, 'kan cewek kuat!" katanya penuh keyakinan.

Tangan Aruna dan Laksa bertemu, gadis itu menggengam lengan Laksa begitu kencang, seakan-akan tidak pernah mau melepas genggamannya ini. Dan, entah ada hasutan apa Laksa tidak menolak perlakuan Aruna.

Laksa ... merasa tidak keberatan.

"Kak, lomba yang pertama mulai lomba apa?" tanya Aruna di sela-sela suara langkahan mereka. Laksa berpikir sejenak, seperti sedang mengingat-ingat apa jawaban dari pertanyaan Aruna.

"Lomba kerupuk," jawab Laksa cuek.

"Oh, berarti Arun lomba yang pertama." Mereka terus berjalan, dan terus bergandengan di sepanjang jalan. Bahkan, mereka berdua tidak sadar jika sudah sampai di pinggir lapangan. Lagi dan lagi, Laksa dan Aruna tidak sadar bahwa mereka berdua kini menjadi sorotan semua orang.

ALSHANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang