🦋 38 || Semuanya Berkhianat

354 69 16
                                    

A/n : cuma mau ngasih tau, kalo Aruna punya IG beneran. @natushaaruna_ di sana, kalian bisa chating ria atau melihat keseharian Aruna serta menikmati visual kiyut, lucu, nan manisnya ^^

***

Tas Angkasa dan ponselnya dijatuhkan. Sementara netranya melongo tak percaya. Aruna mengedipkan matanya beberapa kali, mencoba membuktikan mana dunia nyata dan mana dunia khayalannya sekarang.

Gadis itu membungkuk. Mengambil tas Angkasa dengan ponsel pintar milik cowok paling pintar di CHS itu. Tangannya bergetar, baru selesai melihat sekelebat pesan dari Angkasa yang hanya Aliya lihat tanpa membalas.

Tanggal terkirim dan terbaca pesan itu satu hari sebelum kematian Aliya. Bisa Aruna simpulkan jika tertolaknya cinta Aliya karna Angkasa juga turut menjadi salah satu alasan gadis jutek itu untuk bunuh diri.

Semuanya berkhianat. Semuanya benar-benar menutupi segala hal tentang kematian Aliya. Ponsel itu tak lama dimasukkan ke dalam tas dengan amarah yang tiada kentara. Aruna kembali melangkah, menuju kantin dan tengah menghampiri salah satu meja di sana.

Setelah sampai, ia meletakan tas Angkasa di depan siswi kelas 12 yang diketahui bernama Sesil itu, "Nitip, ya. Aku mau pulang. Ini tas Kak Angkasa. Dia lagi latihan di lapangan."

"Oh oke santuy, Na," balas Sesil ramah. Aruna menyunggingkan senyum yang tak lama dibalas oleh kakak tingkatnya itu.

Kakinya melangkah pergi. Berjalan menuju parkiran walaupun tetap saja harus melewati Angkasa dan kawan-kawan yang tengah bertanding di tengah lapangan. Beberapa siswi CHS bahkan sempat-sempatnya berteriak centil untuk menyemangati Angkasa.

"Angkasaaaaaaaaa!"

"Semangat selingkuhan!"

"WOY ANJIM SEMANGATTT!"

"ANGKASAYANG, EHE!"

Aruna mengalihkan pandangannya. Berdecak kesal lantaran risih dengan teriakan-teriakan tak jelas yang memaksa masuk ke dalam gendang telinganya. Langkahnya semakim cepat tatkala pemandangan sunyi parkiran di sekolahnya itu mulai terlihat.

Ini dia masalahnya. Uang Aruna sudah habis. Ia sama sekali tak punya sepeserpun untuk menaiki angkutan umum. Jika biasanya Aruna menebeng serta memaksa-maksa pada Arka, tapi sekarang jika ditawaripun ia akan menolak.

Ogah sekali.

Laksa, Kaisha dan Arka. Tiga nama yang harus ia jauhi mulai hari ini. Ah, tak lupa Angkasa. Aruna benar-benar perlu menyaring rantai pertemanannya sekarang.

"Woy!"

Aruna tersentak. Tersadar dari lamunannya. Ia lantas menoleh ke arah kiri, mendapati sosok Zidan yang kini menyipitkan mata ke arahnya, "Muka lo kayaknya sering gue liat, deh. Tapi siapa, ya?"

"Bego," celetuk Aruna spontan. Tangannya melayang berniat untuk menakol Zidan sekarang juga, tapi cepat-cepat Zidan menepisnya dengan mencengkram tangan ramping gadis itu.

"Anterin, pulang! Cepetan!" desak Aruna begitu memaksa. Dua alis Zidan bertaut, masih mencoba menerka-nerka mengapa Aruna, teman satu kelasnya ingin diantarkan pulang oleh dirinya.

"Bentar, lo gak lagi kesurupan macan PMS, 'kan?" tanya Zidan lalu terbahak sangat keras. Aruna mendengkus, lalu ia menampar Zidan tanpa aba-aba. Membuat cowok itu meringis kesakitan diakhiri delikan tak suka.

"Gue cabut tu tangan pake garpu mati lo!" ancam Zidan tak waras.

"Berisik! Anterin cepetan! Uang aku udah abis!" Lagi dan lagi. Aruna kembali memaksa Zidan untuk segera menuruti permintaanya. Bukannya menuruti, Zidan malah kembali terbahak. Bahakan yang terdengar menyeramkan bagi Aruna.

ALSHANA (TERBIT) حيث تعيش القصص. اكتشف الآن