🦋 05 || Polos Atau Bodoh?

1K 156 15
                                    

"Sekali lagi lu bocorin, gue bakar rumah lu!" Luna gundah. Ia melotot seram ke arah Mocca. Sementara gadis yang dipelototi hanya tersenyum tanpa dosa.

"Ya, intinya kalo mau deket ama Laksa harus kuat mental aja, sih," celetuk Vita.

"Kuat mental?" Aruna membeo.

"Iya, setiap cewek yang deket ama Laksa pasti dibully. Entah, mereka ke Laksa ya biasa aja, cuma mereka katanya ngebully biar si cewek sadar, kalo Laksa tu penyakitan." Vita duduk di samping Aruna.

"Caranya salah," komentar Aruna.

"Makanya, dulu gue juga enggak nge-publikkin kedeketan gue sama dia. Yaaa, gimana yak? Lo taukan bacotan anak CHS segimana pedesnya." Luna duduk di lantai. Ia memeluk kakinya sendiri, seakan-akan meratapi nasib malangnya.

"Nyesek banget gue kalo diinget-inget," rintih Luna.

"Halah! So sad girl lo! Biasa godain tukang uduk depan sekolah juga!" Mocca memancing Luna. Gadis itu langsung beranjak dari duduknya. Dengan keberanian yang terlalu menggebu-gebu, ia menunjuk wajah Mocca terang-terangan.

"Harga dua rebu perbiji di warung jangan sok kerasss!" balas Luna menggebu-gebu. Memulai genderang perang yang sebentar lagi akan memanas.

Mocca mengangkat alisnya sebelah. "Lah maksud?"

Luna tertawa cekikikan. "Moccachino," lanjutnya lalu tertawa paling keras.

"BWAHAHAHAHAHA, NAMA KOK KAYAK NAMA ES?" Luna mulai mengejek. Mocca nampak mendengkus kesal, ia pastinya tidak akan pernah terima dihina seperti itu dengan musuh abadinya.

"Halah! Gue juga tau lu pernah nembak Kak Ansel pas kelas 10!" Skor seimbang. Mocca tersenyum licik, Luna kembali melotot. Baru saja ia akan menjambak rambut rivalnya itu, namun pergerakannya dihentikan oleh Aruna.

"Udah! Mending Luna duduk aja, pusing Arun liatnya!" titah Aruna.

"Mocca! Mending anterin Aruna beli cilok, Arun jadi laper ngeliat kalian gelut!" Kini, Aruna menyuruh pada Mocca. Dengan kesantuyan yang tiada tara, Mocca menarik lengan Aruna kencang. Membuat Aruna harus menyesuaikan langkahnya dengan Mocca, gadis yang tengah menarik tangannya sambil berlari.

Setelah sampai, Aruna langsung duduk di samping gerobak cilok milik Mang Jaja. Sementara yang memesan ciloknya itu Mocca, gadis itu memang selalu semangat dan antusias dengan hal apapun. Yang penting hidup, itulah moto hidupnya.

"Nih, Na. Ciloknya," ujar Mocca. Ia langsung memberikan sebungkus cilok bulat unyu-unyu itu kepada Aruna. Dengan senang hati, cewek yang dikenal dengan sebutan bego tapi imut -- Aruna -- langsung menerima uluran cilok itu.

"Makasih, Ca." Satu detik, Aruna mulai melahap ciloknya. Mocca hanya memperhatikan, bisa dibilang, Aruna adalah Ratu cilok di sekolah ini. Kenapa? Karna, tiada hari tanpa mengunyah cilok baginya. Jika Mang Jaja mengizinkan, dari dulu pasti Aruna dengan senang hati ikut membeli gerobak tua ini.

"Yuk, ke kelas. Arun mau tidur."

***

"Gue pulang duluan. Mau dijemput doi yang udah lama prenjon-an ama gue. Awww!!" Mocca memekik kegirangan. Aruna menatap teman sebangkunya itu dengan tatapan tak minat.

"Siapa namanya?" Tanya Aruna.

"Eits, coba tebak! Dulu gue sering cerita lho," tantang Mocca.

"Asep, ya." Aruna tersenyum bangga. Ia mengira bahwa jawabannya itu benar. Sementara di sisi lain, ada Mocca yang menepuk jidat lebarnya. Semakin lama, semakin lemot pula lah otak Aruna ini.

ALSHANA (TERBIT) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant