🦋 40 || Tempat Terakhir

334 69 24
                                    

Arka menyukai Kaisha.

Terhitung lebih dari dua tahun pria itu memendam rasanya. Ia kira, menyukai seseorang dalam diam di waktu yang sangat lama adalah hal biasa yang bisa ia taklukkan. Tapi ternyata ... semuanya salah.

Laksa mengetahuinya. Mengetahui rahasia besar yang ia kubur dalam-dalam. Arka menghela napas, sejak kapan temannya ini tahu rahasianya?

"Sha, bawa Aruna ke mobil," ucap Laksa menoleh ke arah pojokan. Kepala Kaisha mengangguk patuh. Sebenarnya ia masih bingung sendiri, apa yang dikatakan Laksa pada Arka hingga pria itu membisu?

"Ah, cinta segitiga." Angkasa duduk. Dengan sudut bibir yang sedikit berdarah karna tinjuan Laksa, ia sedikit meringis, "gue pikir, urusan gue di sini selesai."

Angkasa bangkit, menyeringai menyebalkan pada Laksa sebelum berjalan tertatih-tatih meninggalkan parkiran yang begitu senyap sepi ini.

"Lo tau dari kapan?" tanya Arka tak santai. Masih tak percaya jika Laksa berhasil membobol tameng pertahanan rahasia yang mengundang banyak luka baginya.

Mungkin, mengedikkan bahu hanyalah jawaban yang tepat saat ini. Laksa sedang tidak mau menjawab pertanyaan sahabatnya, atau siapa tahu ia sedang sedang berusaha berpura-pura menjadi cowok sok misterius.

"Cepetan," ucap Laksa menunjuk mobil hitam milik Arka di pojokan. Menyuruh sahabatnya agar segera mengendarai kendaraan beroda 4 itu.

Arka mencibir. Ia tak lama berjalan ke arah yang ditunjuk Laksa. Setelah sampai, ia langsung masuk tanpa menunggu Laksa yang nampak berleha-leha sekarang. Cowok di dalam mobil itu lantas menurunkan jendela, "Lama banget lo kayak lagi nungguin jodoh datang."

"Jodoh gue udah mati." Balasan dari Laksa mampu membuat ketiganya melotot kaget. Kekehan garing terdengar bersamaan dengan tubuh Laksa yang berhasil masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi depan di samping Arka.

Sebagai mencairkan suasana, Arka berdeham pelan, "Emang enak lo jadi bujangan tua sampe mati."

"Iya, gue bakal bujangan sampe mati," celetuk Laksa sembarangan dihadiahi tampolan keras dari Kaisha. Cewek itu mendengkus memberi peringatan pada Laksa.

"Inget! Ucapan adalah doa!" sergah Kaisha dengan tatapan mata yang sangat tajam. Ah, hanya dirinya di sini yang masih mengkhawatirkan keadaan Aruna. Tapi, mengapa kedua temannya ini terlihat sangat santai seolah tak terjadi apa-apa tadi?

Tangan kurus itu memeluk tubuhnya sendiri. Sedari tadi, yang bisa ia lakukan hanyalah merapatkan bibir sembari menjadi pengamat di antara mereka bertiga. Canggung. Tak nyaman. Itu yang Aruna rasakan sekarang.

Beberapa waktu yang lalu ia baru saja membentak serta meneriaki mereka bertiga dengan kesetanan. Lalu, tiba-tiba mereka datang dan menyelamatkannya dari mahkluk kurang ajar macam Angkasa?

Tidak perduli mau pergi ke mana, yang Aruna inginkan sekarang hanyalah ketenangan dan juga kedamaian. Dirinya mungkin saja sudah ternodai jika Laksa tadi datang terlambat.

Oh, jangan lupakan bibir sucinya yang hampir saja menjadi kotor jika Laksa tak memukul Angkasa tepat pada waktunya. Entah keberuntungan atau kesialan yang menimpanya sekarang. Aruna menempelkan diri pada pintu mobil, tak mau berdekatan dengan Kaisha yang sekarang menatapnya iba.

"Kamu ... trauma?" tanya Kaisha menyunggingkan senyum manisnya. Di sela-sela pertanyannya tadi, Aruna bisa menangkap rasa khawatir yang menjalar. Sebenarnya, mengapa Kaisha harus mengkhawatirkan orang songong seperti Aruna?

Tak juga mendapat jawaban, Kaisha terkekeh geli, "Kamu gak usah takut. Aku udah laporin hal ini ke sekolah. Jadi, mungkin besok Angkasa bakal didrop out."

ALSHANA (TERBIT) Where stories live. Discover now