🦋 31 || Hujan

389 69 14
                                    

"Lo juga bilang gitu sama Arion." Aruna menegang, dengan cepat ia langsung melepaskan pelukannya. Laksa tersenyum kecut, merasa berhasil membuat Aruna diam tak berkutik seperti sekarang.

Gemuruh rintikan hujan dan suara petir menemani mereka. Laksa duduk, kembali memainkan ponselnya tanpa merasa bersalah. Dengan cepat, Aruna mengambil ponsel Laksa dan menyimpannya di kantung seragam dengan gesit.

"Jangan main hape, entar kesamber," peringat Aruna serius. Suara decakan kesal terdengar, Laksa menyugarkan rambut basahnya, sejak kapan Aruna mulai perduli dengan semua yang dilakukannya?

Aruna ikut duduk. Gadis itu memeluk kakinya sendiri, kepalanya ditundukkan. Bibirnya secara tak sadar kembali meracau dalam bahasa asing. Ekspresi kaget dari Laksa tercetak tanpa diketahui Aruna. Suara Aruna yang tadinya hanya meracau biasa kini berubah menjadi alunan yang begitu indah. Gadis itu, sedang bernyanyi.

"Itu bahasa apa?" tanya Laksa mengambil es teh di atas laci.

Sebagai jawaban, Aruna hanya mengangkat bahunya. Memberitahu Laksa bahwa ia juga tidak tahu bahasa apa yang sedang diucapkannya. Tanpa berpikir panjang, Aruna kembali mengoceh. Bernyanyi lagu bahasa asing yang terasa familiar di otak Laksa.

"Lo ... kenapa bisa nyanyi lagu itu?" Dengan nada ragu, akhirnya Laksa memberanikan diri untuk bertanya. Beberapa saat, bukan menjawab pertanyaan lelaki di depannya, Aruna hanya terdiam seraya memandanginya tanpa alasan.

Gadis itu menarik napas, "Dulu, papa Arun sering banget nyanyi pakai bahasa itu. Arun sendiri enggak tau itu bahasa apa. Papa cuma nemenin Arun sambil nyanyi, atau nyetel musik dari hapenya."

Suara decitan pintu terdengar. Spontan, mereka berdua menoleh ke sumber suara. Itu Kaisha, gadis itu berada cukup lama di dalam kamar mandi. Menguatkan dugaan Laksa jika mantan pacarnya itu habis menangis di sana.

"Wah, lagi pada ngapain, nih?" sambut Kaisha ramah. Tidak ada nada sedih ataupun kecewa di dalam pertanyaannya. Yang tersisa hanya nada menyenangkan seolah tak pernah terjadi apa pun padanya.

"Ini, katanya Kak Laksa mau jilat tai ayam," celetuk Aruna tanpa dosa. Setelah mengatakan hal itu, Laksa dengan mendengkus menjitak kepala Aruna perlahan.

"Sembarangan." Laksa kembali menjitak Aruna. Bagaimanapun, celetukan Aruna tadi itu mampu membuat Kaisha terbahak-bahak. Saking ngakaknya, Kaisha bahkan harus memegangi perutnya menahan tawa.

"Tuh muka ditekuk mulu. Dataarrr terooos tiap hari. Gak bosen?" tanya Aruna cerewet. Kaisha yang melihatnya hanya terkekeh pelan. Karna bagaimanapun, kebahagiaan Aruna adalah kebahagiannya juga sekarang.

Yang ditanya tidak menjawab. Merasa malas dengan pertanyaan Aruna yang bermaksud menyinggungnya. Gadis itu misuh-misuh, berjalan dengan cepat ke pojokan ruangan. Memelototi Laksa dengan mulutnya yang mulai kumat-kamit tak jelas.

Kedua alis Laksa menyatu. Tak mengerti mengapa Aruna melakukan hal bodoh itu. Sementara di sisinya, ada Kaisha yang semakin lama semakin tak bisa menahan tawanya. Dia berdiri, berjalan memegang kenop pintu kamar Arka dengan hati-hati.

"Gue mau nyusul Arka dulu. Lo urusin si, Aruna. Liat mulutnya, kek lagi ngumpat ke elo," ucap Kaisha dan pergi begitu saja.

Ekor mata Laksa beralih pada Aruna. Gadis yang tengah duduk di pojokan ruangan yang sekarang menatapnya ganas. Mulutnya kumat-kamit tanpa henti. Kedua alisnya mengkerut, membuat Laksa mati-matian harus menahan kekehan yang baru saja akan keluar.

Lucu. Mungkin, hanya itu yang bisa Laksa katakan di dalam hati. Aruna memang seperti anak kecil. "Apa?"

Aruna berhenti komat-kamit, "Ssstt! Arun lagi mau nyantet seseorang."

ALSHANA (TERBIT) Where stories live. Discover now