🦋 13 || Akhirnya

630 92 34
                                    

Mata Kaisha terbelalak. Entah hati, atau jantungnya kini berpacu begitu cepat. Mata sayu gadis itu kini terpejam, ia menangis dengan terisak sembari menutupkan air matanya. Menahan jutaan luka yang Laksa berikan untuk Kaisha. Laksa ... benar-benar brengsek.

"Aku gak pernah mau putus sama kamu." Suara Kaisha mulai terbata-bata.

"Kita udah satu tahun pacaran, lho. Kamu m-mau putus gitu aja?" lirihnya dengan suara yang bergetar. Air mata Kaisha sedari tadi sudah jatuh dengan begitu deras, membiarkan luka pilu yang kini menusuknya merata.

"Kam-kamu beneran putusin aku?" Kaisha memberikan tatapan tak menyangka. Tangan yang sedari terdiam kini terkepal dengan kuat, diangkat setinggi mungkin sambil mengarah ke wajah Laksa.

Entah di detik berapa, tamparan Kaisha tak disangka-sangka mendarat dengan tepat.

PLAKKK!

"JADI KAMU BENER-BENER MAU TINGGALIN AKU?!" teriaknya sakit. Kasiha memegang dadanya yang kini terasa sangat sesak. Separuh napasnya tiba-tiba terasa menghilang tanpa alasan.

"KAMU MAU NINGGALIN AKU CUMA KARENA MASALAH INI? GITU?!" Teriakan Kaisha terasa seperti peluru bagi Laksa. Setiap katanya mampu membuat hatinya tercubit dalam satu detik. Laksa ... telah melukai gadisnya.

"Aku pacaran sama kamu! Aku nerima semua kekurangan kamu! dari sikap kamu atau pun sindrom aneh punya kamu aku terima, Sa!" Napas Kaisha menggantung di udara, " JADI INI BALESAN SEMUANYA DARI KAMU?!"

Semuanya masih terdiam, hanya ada tangisan Kaisha yang semakin lama semakin terasa memilu. Gadis itu terisak sesak, berusaha menegarkan dirinya sendiri di keadaan yang begitu buruk seperti ini.

Laksa menatap Kaisha dengan misterius. Tatapan yang sama sekali sulit untuk diartikan, tatapan yang belum pernah Kaisha lihat dalam hidupnya.

"Kamu pikir ... aku mau terlahir sebagai cowok penyakitan?" tanya Laksa melirih. Suaranya bergetar hebat, seakan-akan lelaki itu baru saja mengeluarkan isi hatinya selama ini.

"Kamu pikir, cuma kamu aja yang sakit hati di sini?" Kaisha tertegun, baik tangisannya atau bahkan isakan gadis itu tiba-tiba terhenti. Mata yang sembab itu kini memperhatikan Laksa yang mulai berkaca-kaca di pelupuk matanya.

"KAMU PIKIR AKU MAU HIDUP SAMA SINDROM SIALAN INI SELAMANYA?!" Laksa berteriak hebat, suaranya begitu kencang. Seperti bentakan yang terlontarkan sengaja pada Kaisha.

"KAMU PIKIR AKU GAK SAKIT SELAMA INI?! MATI! MATI! MATI! CUMA ITU PIKIRIN AKU SETIAP HARI!" jerit lelaki itu. Pikirannya kacau, antara Kaisha yang begitu penuntut dan juga keadaan yang tak kalah menyiksanya secara perlahan.

Pikirannya memburuk, menambah kebencian hatinya yang kian membusuk.
Dulu, hatinya sudah berlabuh. Namun, mengapa perlahan malah berkeruh? Laksa sudah dibentuk menjadi sosok yang rapuh.

"Kamu bener." Suara serak Kaisha kembali terdengar, "lebih baik kita putus."

****

"Mata kamu kok sembab gitu?" Laksa menoleh. Mendapati Ibunya yang kini sedang sibuk membuat kue. Tatapannya hampa, membuat Ibunya tahu bahwa anak pertamanya ini sedang dalam nestapa.

"Kamu ada masalah di sekolah kamu?" tanya Dasha tenang. Mencoba memancing anaknya untuk berbicara jujur sekarang.

"Gak ada, semua biasa aja."

Mata Dasha kini mulai berubah menjadi sayu. Ia tahu bahwa sebenarnya Laksa menyimpan rahasia paling pilu. "Kamu, kalo ada masalah cerita aja gak apa-apa."

ALSHANA (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang