📍38. Perpisahan

1.3K 112 39
                                    

Assalamualaikum!

Maaf update lama. Susah banget ngumpulin mood buat nulis:'( harus dipaksain jadinya. Gpp ya, yg penting update :>

Mulmed: Raga, Diyas, Firman, dan Radit ga tau lagi apa. Cosplay jadi tokek kali yah.

o0o

"Raga, sebentar lagi kamu lulus, papa udah ada rencana setelah lulus kamu bakal masuk universitas yang rekan papa tawarin. Setelah lulus, kamu bisa langsung ambil alih perusahaan baru papa di Malaysia."

Setelah sekian lama akhirnya Raga dan Candra bisa bertemu dalam satu meja dalam rangka makan malam keluarga. Ya. Hanya mereka berdua.

Raga meletakkan sendok dan garpunya mendengar penuturan Candra yang dengan tiba-tiba membahas hal yang memang wajar dibicarakan oleh anak dan orangtua. Tentang masa depan anak.

Tak masalah bagi Raga untuk melanjutkan proyek baru Candra yang dirintisnya beberapa waktu lalu. Namun, rasanya seperti ada yang mengganjal. "Sebelumnya maaf, Pah. Tapi boleh gak Raga nentuin masa depan Raga sendiri?" Raga menjeda, menunggu reaksi dari Candra.

Raga pikir Candra akan marah atau langsung menentang keras keinginannya, tapi ternyata Candra malah mengangguk dan memberi isyarat pada Raga untuk melanjutkan kalimatnya.

"Raga punya cita-cita pengen kuliah di Yaman. Negeri asal para nabi dan wali. Tepatnya di Universitas Al Ahgaff Hadhramaut Yaman. Raga pengen banget memperdalam ilmu agama di sana."

Entahlah, dulu alasannya berubah adalah karena Maryam. Gadis itu seperti lentera dalam kegelapan. Lentera kecil yang menuntunnya sedikit demi sedikit menuju cahaya.

Namun kini, ia tak lagi memilikinya-- ralat ia memang tak pernah memilikinya. Sejak saat itu, Raga benar-benar memutuskan untuk berubah. Bukan karena seorang gadis lagi. Tapi semua niatan itu kini murni berasal dari hatinya.

Raga merasakan perubahannya. Tak ada lagi kegelisahan, rasa hampa, dan kosong. Raga seolah menemukan kembali jalannya. Menemukan jati dirinya. Menemukan Allah. Ia merasa benar-benar hidup. Entah kemana dirinya selama ini. Kenapa baru sekarang ia benar-benar mengerti dan merasakan arti hidup yang sesungguhnya.

Belum pernah hatinya merasakan kedamaian seperti saat mendengar dan melafalkan lantunan adzan juga ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Belum pernah hatinya merasakan kedamaian seperti saat sujud terakhir di sepertiga malam.

Belum pernah hatinya merasakan kedamaian seperti hanya saat mengingat-Nya.

Dan kini, ia sudah memutuskannya.

Terdengar helaan napas panjang dari Candra di seberang meja. "Tapi, mama kamu---"

"Raga gak akan berangkat ke Yaman sebelum Mama siuman."

Rasa sayang dan penyesalan pada Mama Kiran terus tumbuh di hati Raga setiap harinya. Ia tak pernah lupa menyebut nama Mama Kiran di setiap doanya, juga tak pernah absen mengunjungi Mama Kiran di rumah sakit dengan membawa bunga tulip dan membiarkan bunga itu tumbuh di fas kecil yang berada di nakas sebelah ranjang Mama Kiran. Jika bunga itu mulai layu, Raga kembali membawakannya. Begitu terus sampai Raga harap Mama Kiran dapat melihatnya nanti saat siuman.

"Papa menghargai keputusan dan niat kamu untuk memperdalam ilmu agama. Tapi universitas agama di Indonesia kan gak kalah bagus dengan luar. Kenapa harus jauh-jauh sampai ke Yaman? Kamu mau biarin papa sendiri?"

Raga mengetuk-ngetuk meja makan dengan jari telunjuknya. "Raga pengen coba dan dapetin banyak pengalaman baru. Banyak tantangannya pasti, dan karena itulah poin pentingnya. Tapi ya itu kalo papa ngizinin."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia MaryamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang