📍 30. Cold

1.9K 183 86
                                    

Mulmed / Al-waqiah - Ustadz Zain Abu Kautsar.

Dengerin ya, adem banget denger suaranya.💖

Tolong bantu tandai kalo ada typo, okey 😉
.
.
.
.

     Di ranjang king size bersprei abu-abu itu terbaring seorang lelaki dengan perban di pelipisnya. Nampak pula luka-luka memar, luka ringan, hingga luka yang lumayan berat di lengan dan rahangnya. Di sisi ranjang, nampak pula seorang pria tengah baya duduk sembari menatap putra satu-satunya itu sendu.

     Raga lelaki itu nampak seperti orang yang sedang tertidur lelap. Deru napasnya teratur, terlihat begitu damai dalam tidurnya. Efek obat bius yang dokter berikan berlaku selama 8 jam. Dan sudah lebih dari 8 jam itu pula, Raga belum menunjukkan tanda-tanda akan segera sadar.

     Begitu mendapat kabar bahwa Raga mengalami kecelakaan, Candra segera terbang dari Semarang ke Jogja. Anggaplah selama ini dirinya terlihat tidak peduli pada Raga. Namun, dirinya tetaplah seorang ayah yang menyayangi anaknya. Apalagi Raga anak satu-satunya. Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada Raga.

     Suara jarum jam yang terus bergerak terdengar di keheningan. Candra menatap Raga lamat-lamat sembari tersenyum samar. Selama ini dirinya terus mengabaikan Raga. Bahkan tidak berpikir sekalipun apakah Raga baik-baik saja dengan semua kondisi ini. Kenangan pahit di masa lalu, dan kini dirinya pun tetap tidak bisa menjadi sosok figur ayah yang baik. Candra menunduk dalam sembari mengusap wajah kasar. "Saya ayah yang buruk. Maafin papa."

     "Ya. Papa memang ayah yang buruk. Tapi papa hero terbaiknya Raga."

     Candra terkesiap mendengar seseorang menyahut ucapannya. Suara serak dan terdengar tertahan itu sangat familiar di telinganya. Tidak salah lagi. Ini suara Raga. Dengan spontan Candra mendongak untuk memastikan putra satu-satunya itu benar-benar sudah membuka mata.

     Senyum di wajah Candra merekah ketika melihat Raga yang kini dengan tatapan sayunya tersenyum samar padanya.

     Raga menegakkan tubuhnya untuk duduk. "Pa, kenapa Raga bisa ada di kamar Raga?" tanyanya setelah menyadari jika kini dirinya tengah berada di kamarnya sendiri.

     Terakhir kali yang ia ingat adalah ketika dirinya berada di halte bersama Maryam, mereka berbincang-bincang, lalu-- pandangan Raga berubah sendu mengingat hal yang beberapa waktu lalu terjadi. Entah kenapa dadanya kembali berdenyut nyeri mengingat fakta yang baru saja ia ketahui.

     "Papa tau kamu gak suka suasana rumah sakit. Bau obatnya, ruangan-ruangannya, juga suster ngesot yang dulu sangat kamu takuti. Jadi papa memanggil dokter langganan papa ke sini. Lagi pula, dokter bilang luka kamu gak terlalu parah." Raga manggut-manggut mendengar penjelasan Candra.

     Dulu dirinya memang tidak menyukai segala hal berbau rumah sakit. Namun, sejak Mama Kiran dirawat di RS. Dirinya menjadi terbiasa dengan suasana dan lingkungan rumah sakit.

     Raga tahu, di balik sikap tegas dan terkesan tidak peduli Candra, ada sosok seorang ayah yang sangat menyayangi putranya. Candra mengalami hal yang sama dengan dirinya. Bedanya, Raga sudah bisa menerima semuanya walaupun itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

     Raga menyentuh pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut keras. Kecelakaan beberapa saat lalu mungkin memang tidak terlalu parah. Tapi efek dari itu begitu terasa. Raga mendongak untuk melihat jam di dinding. Reflek Raga membulatkan matanya terkesiap. Ia baru sadar jika malam ini dirinya sudah berjanji pada Maryam untuk mengisi acara HUT SMA.

Dia MaryamWhere stories live. Discover now