📍 6. Hadiah

3.1K 346 60
                                    


"Selamat ulang tahun, sayang. Mama sayang Giya," ucap Mama Kiran sambil mengecup kening Giya yang tengah terlelap dengan sayang.

Mama Kiran kini beralih menatap Raga. "Raga, kamu jagain Giya, ya. Mama gak lama kok, nanti sore mama udah di rumah. Ini hadiah buat Giya." ucap Mama Kiran sambil menunjuk kotak kado di nakas dekat tempat tidur Giya.

Raga mengangguk paham, membuat senyum hangat terbit di wajah Mama Kiran. "Makasih ya, Raga."

Pagi ini, Mama Kiran harus berangkat pagi-pagi untuk menemui mitra perusahaan yang ada di Kota Jogja untuk membuat sebuah kesepakatan dan kerjasama bisnis. Sebenarnya ia amat berat meninggalkan Giya, bukan karena ia tidak percaya pada Raga untuk menjaganya. Melainkan hari ini juga bertepatan dengan hari ulang tahun putrinya.

Selama ini ia selalu meninggalkan Giya di rumah dengan para asisten rumah tangga. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, hingga tidak memiliki waktu untuk Giya.

Ayah Raga pun juga demikian. Terlalu sibuk hingga ia sangat jarang melihat ayahnya berada di rumah. Ayahnya pulang larut malam dan berangkat pagi-pagi sekali itu semua hanya untuk Raga. Namun, sepertinya Raga belum menyadari kerja keras ayahnya untuk dirinya. Selama ini, yang bisa ia lakukan hanya meminta dan menuntut segala keinginannya agar dituruti.

Entah kapan Raga akan berubah.

"Mama yakin mau pergi sekarang? Nanti Giya kecewa ketika dia bangun dan mama gak ada. Padahal hari ini hari ulang tahunnya," Raga menjeda, "sudah cukup mama membuat anak mama kecewa. Tapi jangan Giya."

Mama Kiran membulatkan mata, terkesiap mendengar penuturan Raga yang benar-benar menusuk. Seharusnya ia sudah kebal dan terbiasa dengan ucapan putranya yang tajam dan menusuk itu. Tapi entah kenapa dengan dirinya pagi ini. Ia merasa lebih sensitif.

Mama Kiran menggeleng pelan, "Raga, mama juga gak mau-"

Drttt drttt drttt

Bunyi getar dari handphone Mama Kiran membuat ia segera mengambil dan mengangkat telepon. "Halo? Ah-ya saya sedang dalam perjalanan. Maaf sebelumnya,"

"Maaf, tapi mama harus segera pergi. Sekali lagi jaga adik kamu ya." ucap Mama Kiran lalu berlalu dari kamar Giya. Meninggalkan keheningan di kamar bernuansa putih itu.

🔸📍🔸


Raga tersenyum miring menatap pantulan dirinya di cermin sambil sesekali menyisir rambutnya dengan tangan. Hari ini Raga mengenakan kaos putih pendek yang dibalut dengan hem hitam merah kotak-kotak tanpa dikancingkan yang ia gulung hingga lengan dan bawahan celana jeans. Tak lupa sepatu sneaker dan jam tangan branded yang ia kenakan.

Jangan heran bagaimana Raga bisa mempunyai barang-barang branded. Tentu saja dari uang pemberian ayahnya. Walaupun ayahnya hanya seorang pegawai perusahaan swasta, kegigihan dan kejujurannya membut ayah Raga mendapat kepercayaan dari bosnya untuk merekrut perusahaan yang ada di Jogja.

Bahkan, ayahnya kini mulai merintis lapangan kerja yang sudah mulai berjalan di Kota Bogor, kota kelahiran Raga dengan karyawan yang sudah lumayan banyak, namun belum memiliki banyak cabang di luar daerah Jabodetabek.

"Ternyata gue ganteng juga ya." gumam Raga sambil bergaya di depan cermin.

Tok tok tok

Sebuah tangan mungil mengetuk pintu kamar Raga yang memang terbuka lebar. Kepala dengan rambut ikal itu menyeruak masuk, "Abang Raga? Yuuhuu, tuan putri udah siap nih. Nanti Giya jamuran lagi gara-gara kelamaan nungguin Abang."

Dia MaryamWhere stories live. Discover now